Sejarah Hari Tuli Nasional yang diperingati setiap tanggal 11 Januari

1 week ago 31

Jakarta (ANTARA) - Hari Tuli Nasional yang diperingati setiap tanggal 11 Januari menjadi momentum penting untuk mengingat perjuangan komunitas Tuli di Indonesia.

Penetapan tanggal ini berakar dari sejarah panjang upaya kesetaraan dan pengakuan terhadap hak-hak komunitas Tuli di tanah air.

Hal ini telah ditetapkan dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Gerakan untuk Kesejahteraan Tuna Rungu Indonesia (Gerkatin) yang digelar pada 21–23 September 2017 di Kediri, Jawa Timur. Rakernas tersebut mengusung tema “Konsolidasi Organisasi Gerkatin dalam rangka meningkatkan kapasitas dan memperkuat jaringan organisasi”.

Pada forum ini, muncul gagasan untuk menetapkan hari khusus yang menjadi simbol perjuangan komunitas Tuli di Indonesia. Setelah melalui diskusi, tanggal 11 Januari dipilih karena memiliki makna historis mendalam.

Tanggal 11 Januari dipilih untuk memperingati kelahiran organisasi Tuli pertama di Indonesia, yaitu Serikat Kaum Tuli-Bisu Indonesia (SEKATUBI), yang didirikan pada 11 Januari 1960 di Bandung. Organisasi ini menjadi tonggak awal perjuangan komunitas Tuli dalam memperjuangkan hak-hak mereka, khususnya dalam bidang pendidikan dan pekerjaan.

Baca juga: Pelatihan bisnis digital Shopee jadi oase bagi teman tuli

Peran SEKATUBI dalam kebangkitan komunitas tuli

SEKATUBI didirikan oleh tokoh-tokoh Tuli seperti Aek Natas Siregar dan Mumuh Wiraatmadja bersama 42 anggota lainnya.

Mereka memperjuangkan hak-hak komunitas Tuli untuk mendapatkan akses pendidikan dan pekerjaan yang setara.

Setahun setelah didirikan, SEKATUBI menghadap Presiden Soekarno untuk menyampaikan aspirasi komunitas Tuli. Dukungan Presiden Soekarno diwujudkan dalam sebuah surat doa pada 1 Februari 1961 yang berisi harapan agar komunitas Tuli mendapatkan perhatian lebih dari pemerintah.

Berikut adalah isi surat doa Presiden Soekarno:

"Mudah-mudahan usaha Siregar dan Mumuh dapat tercapai, sampai semua anak-anak bisu-tuli dapat perhatian dari pemerintah. Tuhan Yang Maha Esa selalu melindungi. Doa dari Bapak. Soekarno, 1 Februari 1961,".

Surat doa tersebut menjadi pendorong semangat perjuangan komunitas Tuli yang berlanjut hingga beberapa dekade. Meski demikian, tantangan seperti diskriminasi dan aksesibilitas masih menjadi persoalan yang dihadapi hingga kini.

Baca juga: Dokter: Deteksi dini gangguan pendengaran penting demi kualitas hidup

Perkembangan organisasi tuli di Indonesia

Setelah SEKATUBI, muncul beberapa organisasi serupa di berbagai daerah, seperti Persatuan Tuna Rungu Semarang (PTRS) pada 1976, Perhimpunan Tuna Rungu Indonesia (PERTRI) di Yogyakarta pada 1974, dan Perkumpulan Kaum Tuli Surabaya (PEKATUR) pada 1979.

Untuk menyatukan gerakan ini, pada 23 Februari 1981 diadakan Kongres Nasional I di Jakarta. Kongres ini menghasilkan pembentukan Gerkatin sebagai organisasi nasional yang berasaskan Pancasila dan tidak terikat pada organisasi politik mana pun.

Selain itu, Gerkatin berperan dalam menginisiasi penggunaan Bahasa Isyarat Indonesia (Bisindo) sebagai bahasa isyarat alamiah yang diakui secara resmi pada Kongres Nasional VI di Bali tahun 2002. Pada tahun 2009, didirikan Pusat Bahasa Isyarat Indonesia (Pusbisindo) untuk memperkuat penggunaan Bisindo dalam kehidupan sehari-hari.

Baca juga: Teman tuli tekankan kesetaraan di hari pendengaran sedunia

Implementasi peringatan Hari Tuli Nasional

Hari Tuli Nasional diperingati dengan berbagai kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap komunitas Tuli. Beberapa cara memperingatinya antara lain:

  1. Sosialisasi dan edukasi: Mengadakan seminar, lokakarya, atau diskusi publik untuk mengenalkan isu-isu yang dihadapi komunitas Tuli.
  2. Kampanye media sosial: Menggunakan tagar dan konten informatif untuk meningkatkan kesadaran masyarakat.
  3. Pertunjukan budaya: Mengadakan acara seni atau budaya dengan melibatkan komunitas Tuli sebagai pelaku utama.
  4. Penggalangan dana: Mengumpulkan dana untuk mendukung kegiatan komunitas Tuli atau meningkatkan aksesibilitas fasilitas umum.
  5. Advokasi kesetaraan: Mengadvokasi kebijakan yang mendukung hak-hak komunitas Tuli, terutama dalam pendidikan dan pekerjaan.

Hari Tuli Nasional bukan hanya sekadar peringatan, namun juga pengingat akan pentingnya kesetaraan hak dan pengakuan atas keberagaman di Indonesia.

Perjalanan panjang komunitas Tuli dari SEKATUBI hingga Gerkatin menunjukkan semangat perjuangan yang tak pernah surut.

Dengan memperingati hari ini, masyarakat diajak untuk terus mendukung perjuangan komunitas Tuli menuju Indonesia yang inklusif dan ramah terhadap disabilitas.

Baca juga: Kemenkes: Jumlah alat bantu dengar belum cukupi bagi pasien tuli

Baca juga: Ahli: Imunisasi rubella rendah bisa naikkan risiko bayi lahir tuli

Pewarta: Raihan Fadilah
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2025

Read Entire Article
Ekonomi | Politic | Hukum | Kriminal | Literatur | SepakBola | Bulu Tangkis | Fashion | Hiburan |