Macam-macam arisan dan hukumnya dalam Islam: Panduan untuk muslim

2 days ago 8

Jakarta (ANTARA) - Arisan merupakan salah satu tradisi sosial yang sangat dikenal dan dipraktikkan luas di Indonesia. Kegiatan ini bukan hanya menjadi sarana pengumpulan dana secara bergilir, tetapi juga menjadi ajang silaturahmi dan mempererat hubungan sosial antar anggota masyarakat.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), arisan adalah kegiatan mengumpulkan uang atau barang oleh sejumlah orang, yang hasilnya diberikan kepada salah satu anggota melalui sistem undian secara berkala hingga seluruh peserta memperoleh giliran. Tradisi ini dilakukan secara sukarela, dengan iuran tetap, dan penerima dana dipilih berdasarkan undian atau giliran yang disepakati.

Sejarah dan asal-usul arisan

Secara historis, sistem serupa arisan telah dikenal dalam komunitas Tionghoa lebih dari seribu tahun lalu. Konsep ini kemudian masuk ke Nusantara melalui pedagang-pedagang Tionghoa pada masa lampau dan mengalami akulturasi budaya. Di Timur Tengah, praktik serupa dikenal sejak abad ke-9 Hijriah dengan istilah jum’iyyah al-muwazhzhafīn atau al-qardh at-ta’āwunī, dan umumnya dilakukan oleh para perempuan sebagai bentuk solidaritas ekonomi.

Meski istilah "arisan" khas Indonesia, esensi praktiknya bersifat universal dan ditemukan di berbagai negara dengan nama dan sistem serupa.

Baca juga: Pengertian riba dalam Islam beserta jenis dan hukumnya

Hukum arisan dalam pandangan ulama

Dalam Islam, tidak ditemukan nash eksplisit dalam Al-Qur’an atau hadis tentang arisan. Namun, karena arisan masuk dalam kategori muamalah, maka hukumnya kembali pada kaidah dasar: “hukum asal muamalah adalah boleh, kecuali ada dalil yang mengharamkannya.”

Para ulama memiliki perbedaan pandangan mengenai hukum arisan berdasarkan bentuk dan sistem pelaksanaannya.

Pendapat yang mengharamkan

Sebagian ulama kontemporer seperti Syaikh Shalih al-Fauzan, Syaikh Abdulaziz Alu Syaikh, dan Syaikh Abdurrahman al-Barak mengharamkan arisan. Mereka berpendapat bahwa arisan termasuk dalam kategori hutang yang mendatangkan manfaat, yang termasuk riba. Dalam logika ini, peserta memberikan pinjaman (iuran) dengan syarat akan dipinjami di kemudian hari, yang dianggap sebagai bentuk transaksi yang membawa keuntungan tidak langsung.

Mereka merujuk pada kaidah fiqih:

"Setiap pinjaman yang membawa manfaat (bagi pemberi pinjaman), maka termasuk riba."

Pendapat yang membolehkan

Di sisi lain, mayoritas ulama besar seperti Syaikh Abdul Aziz bin Baz, Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin, dan Syaikh Abdullah bin Jibrin menyatakan bahwa arisan hukumnya boleh selama tidak ada unsur penipuan, riba, atau syarat yang memberatkan.

Menurut mereka, arisan adalah bentuk tolong-menolong dan kerjasama yang sah, karena setiap peserta pada akhirnya mendapatkan jumlah yang sama, tanpa adanya keuntungan sepihak. Selain itu, tidak ada unsur pertambahan (riba) dalam nominal iuran, dan manfaat yang didapat bersifat kolektif.

Baca juga: Pinjaman bank apakah termasuk riba?

Ragam bentuk arisan dan hukumnya

Para ulama membagi bentuk arisan menjadi tiga kategori:

1. Arisan tanpa syarat penyempurnaan putaran
Setiap peserta iuran dan penerima ditentukan bergilir. Tidak ada kewajiban menyempurnakan satu putaran penuh.

Hukum: Boleh, karena tidak ada unsur riba dan setiap peserta pada akhirnya menerima jumlah yang sama.

2. Arisan dengan syarat harus menyempurnakan satu putaran
Peserta tidak boleh keluar sebelum putaran selesai.

Hukum: Boleh, menurut sebagian besar ulama. Syarat ini dianggap sebagai bentuk komitmen bersama, bukan riba.

3. Arisan yang mengharuskan lebih dari satu putaran
Peserta wajib melanjutkan ke putaran berikutnya setelah satu putaran selesai.

Hukum: Haram, karena mengandung unsur syarat tambahan manfaat bagi pemberi pinjaman, yang dikategorikan sebagai bentuk riba.

Berdasarkan pendapat mayoritas ulama dan kaidah fikih muamalah, arisan dengan sistem bergilir tanpa keuntungan tambahan dan tanpa syarat memberatkan adalah mubah (boleh). Namun, masyarakat tetap perlu berhati-hati terhadap praktik arisan modern yang telah dimodifikasi sedemikian rupa, terutama yang menjanjikan keuntungan tidak wajar atau melibatkan pihak ketiga sebagai penyelenggara dengan sistem investasi terselubung.

Islam menganjurkan umatnya untuk saling membantu dan menjaga silaturahmi. Dalam konteks ini, arisan bisa menjadi sarana yang positif selama dijalankan dengan prinsip kejujuran, kesepakatan yang adil, dan tanpa unsur merugikan pihak mana pun.

Baca juga: Pengertian rentenir dan hukumnya dalam perspektif Islam

Pewarta: Raihan Fadilah
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2025

Read Entire Article
Ekonomi | Politic | Hukum | Kriminal | Literatur | SepakBola | Bulu Tangkis | Fashion | Hiburan |