Jakarta (ANTARA) - Dalam Islam, menjaga harta benda merupakan bagian integral dari prinsip syariat yang harus dihormati oleh setiap umat Muslim. Perlindungan terhadap harta ini mencerminkan nilai keadilan dan tanggung jawab dalam kehidupan bermasyarakat.
Aksi penjarahan atau merampas barang orang lain, termasuk yang terjadi dalam situasi demonstrasi, jelas dilarang dan dianggap sebagai perbuatan yang bertentangan dengan ajaran agama. Larangan ini menekankan pentingnya menjaga ketertiban dan menghormati hak orang lain dalam setiap keadaan.
Baca juga: Polisi tangkap penjarah rumah Menteri Keuangan Sri Mulyani
Larangan Penjarahan dalam Al Quran dan Hadis
Allah SWT berfirman dalam Surah An-Nisa ayat 29:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَأْكُلُوْٓا اَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ اِلَّآ اَنْ تَكُوْنَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِّنْكُمْۗ وَلَا تَقْتُلُوْٓا اَنْفُسَكُمْۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيْمًا ٢٩
Latin: yâ ayyuhalladzîna âmanû lâ ta'kulû amwâlakum bainakum bil-bâthili illâ an takûna tijâratan ‘an tarâdlim mingkum, wa lâ taqtulû anfusakum, innallâha kâna bikum raḫîmâ
Artinya: Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan harta sesamamu dengan cara yang batil (tidak benar), kecuali berupa perniagaan atas dasar suka sama suka di antara kamu. Janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.
Ayat ini menegaskan bahwa mengambil harta orang lain tanpa hak adalah perbuatan yang dilarang dalam Islam.
Selain itu, Rasulullah SAW bersabda:
لَا يَحِلُّ مَالُ امْرِئٍ مُسْلِمٍ إِلَّا بِطِيبِ نَفْسٍ مِنْهُ
Latin: Lā yaḥillu mālu imri’in muslimin illā biṭīb nafshin minhu
“Tidak halal harta seorang Muslim kecuali dengan kerelaan dirinya.” (HR. Ad-Daraquthni)
Hadis ini menegaskan bahwa kepemilikan seseorang itu dilindungi, dan mengambil hak orang lain tanpa izin atau kerelaannya adalah bentuk kezaliman yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam.
Baca juga: Polisi tetapkan 28 tersangka kasus penjarahan gedung DPRD Cirebon
Penjarahan dalam perspektif ilmu fikih
Dalam literatur fikih, tindakan menjarah sering disandingkan dengan istilah ghasab (merampas) dan qath’u thariq (perampokan di jalanan). Imam Ibnu Hajar al-Haitami dalam kitab Az-Zawajir ‘an Iqtiraf al-Kabair menempatkan perbuatan merampas harta orang lain sebagai salah satu dosa besar.
Beliau menjelaskan bahwa larangan memakan harta dengan cara batil mencakup segala bentuk perolehan yang tidak sah, baik melalui kezaliman seperti perampasan, pengkhianatan, dan pencurian, maupun melalui tipu daya dan penipuan.
Pandangan ulama
Para ulama menegaskan bahwa penjarahan bertentangan dengan ajaran agama. Tindakan merampas, merusak, atau mengambil secara paksa barang milik orang lain adalah bentuk kedzaliman yang sangat dilarang dalam Islam. Demonstrasi seharusnya menjadi ruang menyampaikan aspirasi, bukan tempat berbuat kerusakan.
Menjarah atau merampas barang orang lain, baik dalam situasi demonstrasi maupun dalam kondisi lainnya, adalah perbuatan yang dilarang dalam Islam. Tindakan tersebut tidak hanya melanggar hukum agama, tetapi juga mencederai nilai-nilai keadilan dan kemanusiaan.
Oleh karena itu, umat Muslim diharapkan untuk selalu menjaga harta benda sesama dan menyalurkan aspirasi secara damai serta sesuai dengan prinsip-prinsip syariat Islam.
Baca juga: Ada empat tersangka penyerangan petugas saat penjarahan rumah Uya Kuya
Baca juga: Warga kembalikan kasur usai penjarahan rumah Uya Kuya di Jaktim
Pewarta: M. Hilal Eka Saputra Harahap
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.