Jakarta (ANTARA) - Mudik menjelang hari raya adalah waktu berharga untuk berkumpul dengan keluarga. Namun, perjalanan panjang sering kali memberikan tantangan seperti kemacetan dan sulitnya akses air bersih.
Dalam kondisi ini, Islam memberikan kemudahan berupa tayamum cara bersuci sebagai pengganti wudhu menggunakan debu atau permukaan suci lainnya. Tayamum menjadi solusi bagi pemudik yang kesulitan menemukan air, tetapi pelaksanaannya harus memenuhi syarat dan tata cara sesuai syariat.
Kondisi yang membolehkan tayamum
Tayamum diperbolehkan dalam situasi tertentu yang membuat seseorang tidak dapat menggunakan air. Berikut adalah beberapa kondisi yang membolehkan tayamum:
1. Tidak ada air
Tayamum dibolehkan jika air tidak ditemukan secara kasat mata atau secara syar’i (hukum Islam).
- Secara kasat mata: Tidak tersedia air di sekitar lokasi, baik dalam perjalanan atau di tempat terpencil.
- Secara syar’i: Air tersedia, tetapi hanya cukup untuk kebutuhan mendesak seperti minum atau menyelamatkan nyawa.
2. Jarak air terlalu jauh
Jika air berada di lokasi yang sulit dijangkau atau berjarak lebih dari 2,5 km (setengah farsakh), maka diperbolehkan tayamum. Hal ini terutama berlaku jika perjalanan menuju sumber air sulit atau membahayakan, misalnya saat mudik di tengah kemacetan atau daerah yang minim fasilitas.
3. Sulit menggunakan air
Kesulitan menggunakan air bisa disebabkan oleh kondisi fisik atau pertimbangan syar’i:
- Secara fisik: Air tersedia, tetapi tidak bisa diakses karena adanya ancaman seperti binatang buas, musuh, atau karena berada dalam penjara.
- Secara syar’i: Menggunakan air dapat membahayakan kesehatan, misalnya memperparah penyakit, memperlambat penyembuhan, atau menyebabkan kondisi medis tertentu. Rasulullah SAW membolehkan tayamum bagi seseorang yang mengalami luka parah.
4. Kondisi sangat dingin
Jika suhu sangat dingin dan tidak ada cara untuk menghangatkan tubuh, maka tayamum diperbolehkan. Dalam kondisi ini, meskipun tayamum sah, dianjurkan untuk mengqadha (mengulang) shalat setelah kondisi memungkinkan untuk menggunakan air. Hadits dari Abu Dawud menceritakan bagaimana Rasulullah SAW membenarkan tindakan ‘Amr ibn ‘Ash yang bertayamum karena cuaca sangat dingin.
Tata cara tayamum
Agar sah di mata syariat, tayamum harus dilakukan sesuai dengan tata cara yang benar. Berikut langkah-langkahnya:
1. Mencari debu atau permukaan suci
Pastikan debu atau tanah yang digunakan bersih dan suci. Tayamum juga bisa menggunakan permukaan lain yang suci dan berdebu secara alami.
2. Menghadap kiblat dan membaca basmalah
Disunnahkan untuk menghadap kiblat sebelum memulai tayamum dan mengucapkan "Bismillah" sebagai bentuk memulai ibadah dengan menyebut nama Allah.
3. Menempelkan kedua telapak tangan di debu
Letakkan kedua telapak tangan secara bersamaan di atas debu dengan jari-jemari dalam keadaan rapat.
4. Mengusap wajah
Usapkan kedua telapak tangan ke seluruh wajah secara merata. Pada tahap ini, niat tayamum harus dihadirkan di dalam hati.
Niat tayamum:
"Nawaitut tayammuma listibâhati shalâti fardhal lillâhi ta'âlâ."
Artinya: "Saya berniat tayamum agar diperbolehkan mengerjakan shalat fardhu karena Allah Ta’ala."
5. Menempelkan tangan ke debu lagi
Letakkan kedua telapak tangan di atas debu untuk kedua kalinya. Kali ini, jari-jemari direnggangkan, dan lepaskan benda yang menghalangi seperti cincin atau jam tangan.
6. Mengusap tangan kanan dan kiri
- Usapkan telapak tangan kiri ke punggung tangan kanan hingga siku.
- Balikkan telapak tangan kiri dan usap bagian dalam lengan kanan hingga pergelangan.
- Ulangi gerakan ini pada tangan kiri menggunakan telapak tangan kanan.
7. Mengusap ibu jari
Usapkan bagian dalam ibu jari kiri ke punggung ibu jari kanan, dan lakukan sebaliknya.
8. Membersihkan di antara jari-jari
Gosokkan kedua telapak tangan secara perlahan agar debu merata di sela-sela jari.
9. Membaca doa setelah tayamum
Setelah tayamum selesai, disunnahkan membaca doa sebagaimana setelah wudhu:
اَشْهَدُ اَنْ لَااِلٰهَ اِلَّااللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًاعَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللّٰهُمَّ اجْعَلْنِىْ مِنَ التَّوَّابِيْنَ وَاجْعَلْنِىْ مِنَ الْمُتَطَهِّرِيْنَ وَاجْعَلْنِيْ مِنْ عِبَادِكَ الصَّالِحِيْنَ
"Asyhadu allā ilāha illallāh wahdahū lā syarīka lah, wa asyhadu anna muhammadan ‘abduhū wa rasūluh. Allāhummaj‘alnī minat-tawwābīn, waj‘alnī minal-mutaṭahhirīn, waj‘alnī min ‘ibādikaṣ-ṣāliḥīn."
Artinya:"Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah Yang Maha Esa, tiada sekutu bagi-Nya. Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya. Ya Allah, jadikanlah aku termasuk golongan orang yang bertaubat, yang suci, dan hamba-hamba-Mu yang saleh."
Baca juga: Apakah suami istri yang bersentuhan dapat batalkan sah wudhu?
Baca juga: Memahami rukun dan syarat sah membaca Surat Al-Fatihah dalam shalat
Baca juga: Syarat, tata cara dan bacaan shalat Jumat
Pewarta: Allisa Luthfia
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2025