Jakarta (ANTARA) - Perselingkuhan merupakan isu yang kerap menimbulkan polemik dalam masyarakat. Perbuatan ini sering kali memicu perdebatan mengenai nilai-nilai moral dan dampaknya terhadap kehidupan sosial. Pasalnya, perselingkuhan termasuk perbuatan yang sangat dilarang.
Dalam perspektif Islam, tindakan ini tidak hanya dianggap sebagai pelanggaran moral, tetapi juga memiliki implikasi hukum yang serius. Islam menekankan pentingnya menjaga kesucian hubungan pernikahan dan memberikan sanksi tegas bagi pelanggarannya.
Baca juga: Hukum memberi uang THR saat Lebaran dalam Islam
Definisi perselingkuhan dalam Islam
Dalam konteks ajaran Islam, perselingkuhan sering diidentikkan dengan zina, yaitu hubungan seksual yang dilakukan di luar ikatan pernikahan yang sah. Islam memandang zina sebagai pelanggaran berat terhadap norma agama dan nilai-nilai moral yang dijunjung tinggi dalam kehidupan bermasyarakat.
Al Quran secara tegas melarang perbuatan zina, sebagaimana disebutkan dalam Surah Al-Isra ayat 32: "Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk." Larangan ini menunjukkan bahwa Islam tidak hanya melarang perbuatan zina itu sendiri, tetapi juga segala hal yang dapat mendekatkan seseorang pada tindakan tersebut.
Sanksi hukum terhadap perselingkuhan (zina)
Dalam Islam, melakukan perselingkuhan termasuk ke dalam bentuk zina dan itu dosa besar karena melanggar komitmen pernikahan yang sakral. Talam tafsiran Surat Al-Isra: 32, Ibn Qudamah menjelaskan:
الزنى حرام وهو من الكبائر العظام بدليل قول الله تعالى ولا تقربوا الزنى إنه كان فاحشة وساء سبيلا
Artinya: “Zina adalah perbuatan yang diharamkan dan termasuk salah satu dosa besar, sebagaimana firman Allah: "Dan janganlah kamu mendekati zina; (zina) itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk." (Ibn Qudamah, Al Mugni, [Beirut: Darul Ihya al Turats al Arabiy, 1985], jilid IX, Hal. 38).
Dalam hukum Islam, pelaku zina dikenai sanksi yang berat sesuai dengan status pernikahannya. Bagi mereka yang belum menikah (ghairu muhshan), hukumannya adalah dicambuk sebanyak 100 kali sebagai bentuk hukuman yang tegas dan memberikan efek jera.
Sementara itu, bagi mereka yang sudah menikah (muhshan), hukumannya lebih berat, yaitu rajam atau dilempari batu hingga meninggal dunia. Namun, penerapan hukuman ini mensyaratkan bukti yang sangat kuat, seperti pengakuan pelaku atau kesaksian empat orang saksi yang melihat langsung perbuatan tersebut.
Baca juga: Hukum perusahaan yang tidak membayar THR karyawannya dalam Islam
Dampak perselingkuhan terhadap keharmonisan rumah tangga
Perselingkuhan tidak hanya merusak hubungan antara suami dan istri, tetapi juga dapat berdampak negatif pada anak-anak dan keluarga besar. Dalam banyak kasus, perselingkuhan menjadi alasan utama terjadinya perceraian. Menurut data dari Pengadilan Agama, perselingkuhan seringkali menjadi faktor pemicu perceraian di Indonesia.
Dengan demikian, Islam menekankan pentingnya menjaga pandangan, menutup aurat, dan menghindari hal-hal yang dapat memicu nafsu syahwat sebagai upaya preventif terhadap zina. Selain itu, komunikasi yang baik antara suami dan istri serta pemahaman yang mendalam tentang ajaran agama dapat menjadi benteng kokoh dalam menjaga keutuhan rumah tangga.
Perselingkuhan dalam perspektif Islam dianggap sebagai perbuatan dosa besar dengan konsekuensi hukum yang berat. Oleh karena itu, setiap individu diharapkan untuk menjaga diri dan keluarganya dari perbuatan yang dapat merusak kehormatan dan keharmonisan rumah tangga.
Baca juga: Hukum sabung ayam dalam ajaran agama Islam
Baca juga: Mengapa kucing tidak masuk surga? Ini penjelasannya menurut Islam
Pewarta: M. Hilal Eka Saputra Harahap
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2025