Jakarta (ANTARA) - Berdasarkan SKB Tiga Menteri Nomor 1017 Tahun 2024, Nomor 2 Tahun 2024, dan Nomor 2 Tahun 2024, Hari Raya Waisak tahun ini akan jatuh pada hari Senin, 12 Mei 2025.
Waisak menjadi momen sakral bagi umat Buddha untuk mengenang tiga peristiwa penting dalam kehidupan Siddhartha Gautama, yakni kelahiran, pencerahan, dan wafatnya.
Setiap tahunnya, perayaan ini dipenuhi dengan berbagai kegiatan religius dan tradisi yang sarat makna spiritual. Mulai dari meditasi hingga mengibarkan bendera Buddha, seluruh rangkaian perayaan Waisak menjadi refleksi atas ajaran Buddha tentang cinta kasih, kedamaian, dan pembebasan dari penderitaan.
Lantas apa saja yang biasanya dilakukan umat Buddha saat peringatan Hari Raya Waisak? Simak penjelasannya berikut ini, yang telah dilansir dari berbagai sumber.
Baca juga: 3 peristiwa suci di balik makna peringatan Hari Raya Waisak
Kegiatan yang biasa dilakukan umat Buddha saat Hari Raya Waisak
1. Mengamalkan lima sila Buddha
Bagi umat Buddha, Lima Sila bukan hanya dijalankan saat Waisak, melainkan menjadi prinsip hidup yang dipegang setiap hari. Lima Sila ini tertuang dalam Kitab Tripitaka dan menjadi landasan moral untuk menjauhi tindakan yang merugikan makhluk hidup lain maupun diri sendiri. Isi dari Lima Sila tersebut adalah:
• Panatipata veramani sikkhapadang samadiyami
(Aku bertekad melatih diri untuk tidak membunuh makhluk hidup)
• Adidana veramani sikkhapadang samadiyami
(Aku bertekad melatih diri untuk tidak mengambil sesuatu yang bukan hakku)
• Kamesumiccharacara veramani sikkhapadang samadiyami
(Aku bertekad melatih diri untuk menjauhi perilaku asusila)
• Musavada veramani sikkhapadang samadiyami
(Aku bertekad melatih diri untuk tidak berkata tidak benar)
• Surameraya majjapamadattana veramani sikkhapadang samadiyami
(Aku bertekad melatih diri untuk tidak mengonsumsi zat yang menyebabkan hilangnya kesadaran)
2. Meditasi, perenungan, dan ibadah di Vihara
Meditasi menjadi bagian tak terpisahkan dari Waisak. Umat Buddha berkumpul di vihara untuk bermeditasi bersama, merenungkan kembali ajaran Sang Buddha, serta mencari ketenangan batin.
Kegiatan ini biasanya disertai dengan pembacaan paritta (ayat suci) dan mantra yang menambah kekhusyukan suasana. Selain meditasi, di vihara juga diselenggarakan berbagai upacara keagamaan, seperti puja bhakti, khotbah dari para biksu, hingga ritual khusus yang memperkuat nilai-nilai spiritual. Momen ini sering ditutup dengan makan bersama yang mempererat rasa kebersamaan di antara umat.
3. Prosesi pindapata
Pindapata merupakan tradisi memberi dana makanan atau perlengkapan hidup kepada para biksu. Pada Waisak, kegiatan ini menjadi simbol nyata dari sikap berbagi dan welas asih.
Umat dengan penuh rasa hormat memberikan persembahan kepada biksu, yang berjalan mengelilingi lingkungan sekitar. Tradisi ini mengajarkan tentang kebaikan hati dan pentingnya hidup saling mendukung.
Baca juga: Tradisi unik perayaan Waisak di Indonesia dan beberapa negara di dunia
4. Memandikan patung Buddha
Ritual khas lainnya adalah penyucian patung Buddha dengan air suci. Dalam prosesi ini, umat menuangkan air secara perlahan ke atas patung Buddha kecil.
Tindakan simbolis ini menggambarkan keinginan untuk membersihkan diri dari dosa dan pikiran negatif, sekaligus menumbuhkan kesadaran akan pentingnya menjaga kejernihan hati.
5. Menyalakan lilin dan melepas lampion
Simbol cahaya sangat lekat dengan perayaan Waisak. Salah satu bentuknya adalah menyalakan lilin berbentuk bunga lotus yang menyimbolkan terang pengetahuan dan kebijaksanaan yang mengalahkan kegelapan batin.
Lotus sendiri melambangkan kesucian dan keindahan yang tumbuh dari lingkungan yang keruh. Selain itu, pelepasan lampion ke langit menjadi salah satu momen yang paling dinanti.
Lampion membawa doa dan harapan umat untuk kehidupan yang damai dan sejahtera. Kegiatan ini kerap dilakukan di tempat-tempat suci, seperti Candi Borobudur, dan menciptakan suasana penuh haru serta kekhidmatan.
6. Aksi sosial dan kegiatan bakti
Dalam rangka menyambut Hari Waisak, banyak kelompok dan komunitas Buddha terlibat dalam aksi sosial. Mereka mengunjungi panti asuhan, rumah sakit, atau lembaga sosial lainnya untuk memberikan bantuan, baik berupa barang, makanan, maupun dukungan moril. Kegiatan ini mencerminkan semangat welas asih dan ajaran Buddha tentang pentingnya melayani sesama dengan tulus.
Baca juga: Ragam tradisi umat Buddha rayakan Waisak di Indonesia
7. Mengenakan busana serba putih
Meski tidak menjadi kewajiban mutlak, mengenakan pakaian putih saat Waisak sering dianjurkan oleh para pemuka agama Buddha. Warna putih dipercaya mewakili kesucian dan kejernihan batin. Dengan memakai busana putih, umat menunjukkan rasa hormat dan ketulusan dalam menjalani ritual serta perenungan spiritual selama perayaan berlangsung.
8. Pengibaran bendera Buddha
Di beberapa wilayah, pengibaran bendera Buddha menjadi bagian dari tradisi Waisak. Bendera ini terdiri atas lima warna yang masing-masing punya makna simbolis mendalam, diambil dari pancaran cahaya tubuh Sang Buddha.
Kombinasi kelima warna ini disebut "Prabhasvara", yang berarti sinar terang nan gemilang. Makna masing-masing warna pada bendera Buddha antara lain:
• Biru: Melambangkan pengabdian, berasal dari warna rambut Sang Buddha.
• Kuning keemasan: Melambangkan kebijaksanaan, mewakili warna kulit-Nya.
• Merah tua: Simbol cinta kasih, mencerminkan darah Buddha.
• Putih: Menandakan kesucian, berasal dari warna tulang dan gigi.
• Jingga: Melambangkan semangat, diambil dari warna telapak tangan, kaki, dan bibir Buddha.
Pengibaran bendera ini bukan sekadar ritual simbolis, tetapi juga menjadi wujud penghormatan dan kebanggaan terhadap ajaran Buddha yang menuntun umat menuju jalan kebenaran dan pencerahan.
Baca juga: Makna dan simbolisme pelepasan lampion Waisak di Candi Borobudur
Baca juga: 5 hidangan khas perayaan Hari Waisak, ada lotek hingga nasi lesah
Pewarta: Sean Anggiatheda Sitorus
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2025