Jakarta (ANTARA) - Hari Raya Waisak, salah satu perayaan suci bagi umat Buddha di seluruh dunia, bukan sekadar momen ritual semata, melainkan juga refleksi mendalam atas perjalanan spiritual Siddhartha Gautama.
Dirayakan setiap purnama di bulan Waisak, peringatan ini menggabungkan tiga peristiwa penting dalam kehidupan Sang Buddha: kelahiran, pencerahan, dan wafatnya.
Namun, tahukah Anda bagaimana sejarah Hari Raya Waisak bermula dan berkembang hingga menjadi tradisi besar seperti sekarang? Simak penjelasan sejarahnya beserta tujuan perayaannya berikut ini, yang telah dilansir dari berbagai sumber.
Baca juga: Waisak 2025 dipusatkan di Borobudur, ini tema dan rangkaian acaranya
Sejarah awal Hari Raya Waisak
Hari Raya Waisak merupakan perayaan umat Buddha di seluruh dunia untuk menghormati Buddha Gautama, sosok guru agung dari timur laut India. Beliau mengajarkan bahwa kekayaan dan kemewahan duniawi bukanlah kunci kebahagiaan sejati.
Siddhartha Gautama, yang kelak dikenal sebagai Buddha, mencapai pencerahan di bawah pohon Bodhi di Bodh Gaya, India. Sebelum menemukan pencerahan, ia menjalani kehidupan sebagai pertapa, hidup sederhana tanpa kenikmatan duniawi, dan bermeditasi selama kurang lebih enam tahun.
Dalam masa pertapaan-nya, Buddha menempuh jalan asketisme, melepaskan diri dari kesenangan duniawi demi pencapaian rohani. Setelah mencapai pencerahan sempurna, ia mengajarkan jalan untuk membebaskan diri dari ketidaktahuan, mengendalikan nafsu, serta mengatasi penderitaan hidup.
Perjalanan sejarah Waisak mencatat bahwa perayaan ini telah ada sebelum abad ke-19 dan awalnya dilakukan secara sederhana di dalam lingkungan vihara.
Memasuki akhir abad ke-19, perayaan Waisak mulai mengalami perubahan karena pengaruh gerakan modernisasi, yang bermula di Sri Lanka dan meluas ke wilayah Asia Timur serta Asia Tenggara.
Dorongan umat Buddha di Sri Lanka agar Waisak diakui sebagai hari suci resmi, setara dengan hari besar agama lain, akhirnya membuahkan hasil pada 1950.
Saat itu, Konferensi Persaudaraan Buddhis Sedunia (World Fellowship of Buddhists) pertama diadakan di Sri Lanka dan secara resmi menetapkan Waisak sebagai hari raya kelahiran Buddha. Sejak saat itu, Waisak diperingati pada purnama pertama di bulan Mei, berdasarkan sistem kalender India kuno.
Baca juga: Jadwal libur dan cuti bersama Hari Waisak 2025
Tujuan perayaan Waisak
Tujuan utama dari perayaan Waisak adalah untuk mengenang tiga peristiwa penting dalam kehidupan Sang Buddha. Ketiganya meliputi kelahiran Siddhartha Gautama, pencapaian pencerahan sempurna, serta wafatnya beliau.
Ketiga momen ini diperingati setiap tahun pada bulan Mei berdasarkan kalender Buddha, dan menjadi dasar panduan hidup bagi umat Buddha di seluruh dunia.
Menurut buku Pendidikan Agama Buddha dan Budi Pekerti, Waisak juga menjadi momen untuk menghormati serta merenungkan nilai-nilai yang terkandung dalam Triratna: Buddha sebagai guru, Dharma sebagai ajaran, dan Sangha sebagai komunitas spiritual.
Selain itu, perayaan ini juga menjadi bentuk penghormatan terhadap para leluhur dan terutama Buddha Gautama yang telah menebarkan ajaran kebaikan.
Di momen Waisak, umat Buddha biasanya mengikuti rangkaian ibadah atau kebaktian di vihara, yang berlangsung lebih lama dari kebaktian biasa Selama perayaan, umat juga mengambil waktu untuk merenungi tindakan dan perbuatan mereka di masa lalu, dengan harapan dapat memperbaiki diri dan menghindari kesalahan serupa di kemudian hari.
Waisak mengajarkan pentingnya cinta kasih terhadap sesama makhluk hidup. Nilai itu diwujudkan melalui berbagai aksi nyata seperti membantu orang lain, berdonasi, menjadi pendonor darah, hidup sederhana, menjaga lingkungan, serta perbuatan baik lainnya.
Pada akhirnya, harapan besar dari peringatan Hari Raya Waisak adalah agar setiap orang dapat merefleksikan diri, menumbuhkan kasih sayang dalam kehidupan, dan menjalani hari-hari dengan penuh kebijaksanaan serta kedamaian.
Baca juga: Umat Buddha gelar meditasi dan tanam pohon bodhi jelang Waisak
Baca juga: Jateng siap sambut biksu Thudong peringati Waisak
Pewarta: Sean Anggiatheda Sitorus
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2025