Jakarta (ANTARA) - Dalam pelaksanaan shalat Subuh berjamaah, sering kali muncul perbedaan di antara jamaah terkait pembacaan doa qunut. Ada imam yang membacanya, ada pula yang tidak.
Lantas, bagaimana sebenarnya hukum jika imam tidak membaca qunut saat shalat Subuh berjamaah? Apakah shalat-nya tetap sah, atau perlu diulang? Untuk menjawabnya, berikut penjelasan mengenai hukum dan pandangan para ulama terkait praktik qunut Subuh dalam shalat berjamaah, berdasarkan informasi yang telah dihimpun dari berbagai sumber.
Hukum imam tidak membaca doa qunut saat shalat Subuh berjamaah
Mengutip dari situs NU Online, doa qunut merupakan amalan yang disunnahkan dalam shalat. Setidaknya ada tiga jenis qunut yang disunnahkan, yaitu qunut Subuh, qunut witir pada separuh akhir Ramadhan, dan qunut nazilah.
Terkait dengan qunut Subuh, Imam Al-Nawawi dalam kitab Al-Adzkar menjelaskan:
اعلم أن القنوت في صلاة الصبح سنة للحديث الصحيح فيه عن أنس رضي الله عنه أن رسول الله صلى الله عليه وسلم لم يزل يقنت في الصبح حتى فارقا الدنيا. رواه الحاكم أبو عبد الله في كتاب الأربعين وقال حديث صحيح
Artinya: “Ketahuilah bahwa qunut dalam shalat Subuh hukumnya sunah, berdasarkan hadis sahih dari Anas r.a. bahwa Rasulullah SAW senantiasa berqunut dalam salat Subuh hingga beliau wafat.” (HR. Hakim Abu Abdullah dalam kitab Arba’in yang menyatakan hadis ini sahih). (Lihat: Muhyiddin Yahya bin Syaraf An-Nawawi, Al-Adzkar, Beirut: Darul Fikr, 1994, hlm. 59)
Menurut Imam An-Nawawi, qunut Subuh termasuk sunah muakkadah (sunah yang sangat dianjurkan). Jika ditinggalkan, shalat tetap sah, tetapi disunahkan untuk melakukan sujud sahwi, baik qunut tersebut ditinggalkan dengan sengaja maupun karena lupa.
Baca juga: Dewan Masjid serukan umat gelar Qunut Nazilah demi keselamatan bangsa
Adapun doa qunut Subuh yang biasa dibaca adalah:
اَللّهُمَّ اهْدِنِىْ فِيْمَنْ هَدَيْتَ وَعَافِنِى فِيْمَنْ عَافَيْتَ وَتَوَلَّنِىْ فِيْمَنْ تَوَلَّيْتَ وَبَارِكْ لِىْ فِيْمَا اَعْطَيْتَ وَقِنِيْ شَرَّمَا قَضَيْتَ فَاِ نَّكَ تَقْضِىْ وَلاَ يُقْضَى عَلَيْكَ وَاِ نَّهُ لاَ يَذِلُّ مَنْ وَالَيْتَ وَلاَ يَعِزُّ مَنْ عَادَيْتَ تَبَارَكْتَ رَبَّنَا وَتَعَالَيْتَ فَلَكَ الْحَمْدُ عَلَى مَا قَضَيْتَ وَاَسْتَغْفِرُكَ وَاَتُوْبُ اِلَيْكَ وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدَنَا مُحَمَّدٍ النَّبِيِّ اْلاُمِّيِّ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ
Allahummahdini fî man hadait, wa ‘âfini fî man ‘âfait, wa tawallanî fî man tawallait, wa bâriklî fî mâ a‘thait, wa qinî syarra mâ qadhait, fa innaka taqdhî wa lâ yuqdhâ ‘alaik, wa innahû lâ yazillu man wâlait, wa lâ ya‘izzu man ‘âdait, tabârakta rabbanâ wa ta‘âlait, fa lakal hamdu a’lâ mâ qadhait, wa astagfiruka wa atûbu ilaik, wa shallallâhu ‘alâ sayyidinâ muhammadin nabiyyil ummiyyi wa ‘alâ âlihi wa shahbihi wa sallam.
Doa qunut di atas dibaca ketika shalat sendirian. Namun, apabila shalat dilakukan berjamaah, imam disarankan mengganti lafal ihdinî (berilah aku petunjuk) menjadi ihdinâ (berilah kami petunjuk), agar sesuai dengan konteks berjamaah.
Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Syekh Zainuddin Al-Malibari dalam Fathul Mu’in yang menyebutkan bahwa makruh hukumnya berdoa hanya untuk diri sendiri ketika sedang berdoa bersama jamaah.
Pandangan Muhammadiyah terkait doa qunut Subuh
Berbeda dengan pandangan di atas, Muhammadiyah memiliki pendirian tersendiri. Organisasi ini tidak melaksanakan qunut dalam shalat Subuh, karena menurut mereka tidak terdapat dalil yang kuat mengenai perintah tersebut.
Menurut Muhammadiyah, qunut yang memiliki dasar tuntunan jelas adalah qunut nazilah, yaitu doa qunut yang dibaca dalam situasi tertentu seperti ketika umat Islam sedang mengalami musibah atau kesulitan besar.
Dasar pandangan ini merujuk pada hadis riwayat Ahmad dari Ibnu Umar r.a., yang menceritakan bahwa Rasulullah SAW pernah mendoakan kebinasaan bagi kaum musyrik dengan menyebut nama mereka secara langsung, hingga akhirnya turun ayat yang melarang perbuatan tersebut. Setelah turunnya ayat itu, Nabi SAW tidak lagi melakukannya.
Baca juga: Kapan Qunut Witir Ramadhan 2025? Catat tanggal dan keutamaannya
كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدْعُو عَلَى رِجَالٍ مِنْ الْمُشْرِكِينَ يُسَمِّيهِمْ بِأَسْمَائِهِمْ حَتَّى أَنْزَلَ اللهُ} لَيْسَ لَكَ مِنْ الْأَمْرِ شَيْءٌ أَوْ يَتُوبَ عَلَيْهِمْ أَوْ يُعَذِّبَهُمْ فَإِنَّهُمْ ظَالِمُونَ {فَتَرَكَ ذَلِكَ [رواه أحمد]
Artinya: “Rasulullah SAW pernah mendoakan kebinasaan atas orang-orang musyrik dengan menyebut nama mereka, hingga Allah menurunkan ayat: ‘Tidak ada sedikit pun campur tanganmu dalam urusan mereka. Allah menerima tobat mereka atau mengazab mereka karena mereka orang-orang yang zalim.’ Maka Rasulullah pun meninggalkan kebiasaan tersebut.” (HR. Ahmad)
Dalam konteks shalat Subuh berjamaah, apabila imam membaca doa qunut, makmum pada dasarnya disunnahkan untuk mengikuti imam dalam setiap gerakan salat. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
إِنَّمَا جُعِلَ الْإِمَامُ لِيُؤْتَمَّ بِهِ, فَإِذَا كَبَّرَ فَكَبِّرُوْا , وَ إِذَا رَكَعَ فَارْكَعُوْا , وَإِذَا سَجَدَ فَاسْجُدُوا , وَإِنْ صَلَّى قَائِمًا فَصَلُّوْا قِيَامًا [رواه مسلم]
Artinya: “Sesungguhnya imam dijadikan untuk diikuti. Maka apabila ia bertakbir, bertakbirlah kalian; jika ia rukuk, rukuklah kalian; jika ia sujud, sujudlah kalian; dan jika ia salat dalam keadaan berdiri, maka shalatlah kalian dengan berdiri.” (HR. Muslim)
Berdasarkan hadis tersebut, makmum wajib mengikuti gerakan imam yang termasuk rukun shalat, namun tidak diwajibkan mengikuti hal-hal yang bukan rukun, seperti membaca qunut. Dalam pandangan Muhammadiyah, qunut tidak termasuk bagian dari rukun shalat Subuh, sehingga boleh ditinggalkan tanpa membatalkan salat.
Baca juga: Arti dan keutamaan doa qunut saat shalat Subuh
Pewarta: Sean Anggiatheda Sitorus
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.