Jakarta (ANTARA) - Kebaya secara resmi ditambahkan ke dalam Daftar Warisan Budaya Tak Benda UNESCO, melalui keputusan Komite Antar Pemerintah untuk Perlindungan Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) UNESCO sesi ke-19 pada 4 Desember 2024 di Asunción, Paraguay.
Keputusan tersebut diambil setelah rekomendasi dari Badan Evaluasi WBTB bahwa Kebaya, yang diajukan bersama oleh Indonesia, Brunei, Malaysia, Singapura, dan Thailand, memenuhi semua kriteria pencatatan yang ditetapkan oleh Konvensi 2003 UNESCO untuk Perlindungan Warisan Budaya Tak Benda.
“Penetapan Kebaya sebagai WBTB UNESCO merupakan perayaan atas kekayaan sejarah yang dimiliki negara-negara di Asia Tenggara. Inskripsi Kebaya tidak hanya memperkuat jembatan pemahaman antarbudaya, tetapi juga terus dikenakan dan dihargai oleh berbagai komunitas di kawasan ini, menjadikannya simbol identitas dan kebanggaan yang tak lekang oleh waktu,” kata Delegasi Tetap RI untuk UNESCO, Duta Besar Mohamad Oemar, selaku Ketua Delegasi RI pada Sidang Komite WBTB ke-19 melalui keterangan tertulis yang diterima, Jumat.
Dengan penetapan itu, Kebaya resmi menjadi WBTB Indonesia ke-15 yang diinskripsi ke dalam daftar WBTB UNESCO, setelah pada hari sebelumnya, Sidang Komite ICH UNESCO menetapkan Reog Ponorogo dalam Daftar Warisan Budaya Tak Benda/WBTB UNESCO, dalam kategori “In Need of Urgent Safeguarding”.
Baca juga: UNESCO masukkan kebaya dalam daftar Warisan Budaya Takbenda
Kebaya menjadi inskripsi WBTB kedua Indonesia dalam kategori nominasi multinasional setelah pada tahun 2020, sedangkan Pantun berhasil ditetapkan dalam daftar WBTB UNESCO atas usulan Indonesia dan Malaysia.
Penetapan ini merupakan yang terbesar hingga saat ini oleh negara-negara Asia Tenggara, melibatkan jumlah negara yang signifikan.
Dubes Oemar menyatakan bahwa Kebaya mencerminkan perpaduan budaya yang unik di kawasan itu dan menjadi representasi yang luar biasa dari multikulturalisme negara-negara di Asia Tenggara.
“Ini menunjukkan komitmen bersama untuk merayakan dan melestarikan warisan budaya yang kaya serta beragam di kawasan ini,” ujarnya.
Baca juga: Timnas Kebaya berhasil bawa kebaya jadi WBTB UNESCO
Lebih lanjut, Dubes Oemar menyampaikan bahwa inskripsi Kebaya ini berperan penting dalam meningkatkan visibilitas, kesadaran, dan penghargaan terhadap praktik warisan budaya takbenda, serta mendukung upaya pelestariannya.
Namun, yang penting untuk dicatat bahwa pencatatan elemen budaya yang berhasil masuk Daftar WBTB UNESCO tidak berarti bahwa elemen tersebut adalah hak milik, berasal dari, atau hanya ada di negara yang mengusulkannya.
Duta Besar RI untuk Argentina, Uruguay dan Paraguay, selaku Wakil Ketua Delegasi RI untuk Sidang Komite WBTB Sesi-19 UNESCO Sulaiman Syarif menyampaikan kebanggaannya atas keberhasilan inskripsi Kebaya dalam daftar Warisan Budaya Takbenda UNESCO.
Ia menekankan bahwa pencapaian ini tidak hanya melambangkan kekayaan budaya Indonesia, tetapi juga memperkuat solidaritas dan kerja sama antarnegara di kawasan ASEAN dalam melestarikan warisan budaya yang berharga.
Baca juga: Dokumentasi budaya lewat buku "Kebaya, Keangunan yang Diwariskan"
Sementara itu, pada kesempatan terpisah, Menteri Kebudayaan RI, Fadli Zon, menyatakan, Kebaya adalah warisan budaya yang menjadi simbol persatuan di kawasan Asia Tenggara.
“Penetapan ini adalah pengakuan dunia atas nilai budaya kita yang mendalam serta upaya kita bersama dalam melestarikan kebudayaan,” ungkapnya.
Usulan untuk melakukan pengajuan bersama oleh negara-negara ASEAN muncul dari inisiatif Delegasi Tetap RI untuk UNESCO, Dubes Oemar pada awal akhir 2021, yang kemudian disepakati pada pertemuan tingkat pimpinan Negara oleh Indonesia dan Malaysia.
Rencana tersebut kemudian ditindaklanjuti oleh perwakilan kelima Negara dan terlibat aktif dalam persiapan berkas nominasi.
Baca juga: Kebaya Indonesia menuju pengakuan UNESCO
Komunitas Kebaya dan perwakilan Negara dari lima Negara peserta pertama kali bertemu pada November 2022 di Negeri Sembilan, Malaysia, di mana mereka berbagi dan mengusulkan langkah-langkah perlindungan, menyusun formulir, dan mendukung nominasi.
Sebuah lokakarya serupa diadakan oleh Indonesia di Jakarta, pada Februari 2023. Dokumen nominasi diselesaikan melalui pertemuan daring oleh Singapura sebelum diajukan ke UNESCO pada Maret 2023, dengan proposal berjudul Kebaya: Pengetahuan, Keterampilan, Tradisi, dan Praktik.
Pencatatan "Kebaya: Pengetahuan, Keterampilan, Tradisi dan Praktik" sebagai WBTB UNESCO menandai tonggak penting bagi Asia Tenggara. Selain kebanggaan yang besar, pencatatan ini juga membawa rasa persatuan, tanggung jawab bersama, dan komitmen untuk kerja sama regional dalam perlindungan warisan budaya tak benda.
Untuk merayakan pencapaian bersejarah ini, kelima negara pengusul Kebaya mengorganisasi side event di sela Sidang Komite WBTB ke-19 UNESCO yang menampilkan pameran dan pertunjukan mode Kebaya.
Selain meningkatkan kesadaran publik tentang warisan bersama ini dan relevansinya dengan masyarakat kontemporer, kegiatan ini juga memberikan kesempatan untuk dialog antarbudaya, serta mendorong upaya kolaboratif untuk perlindungan dan transmisi kebaya kepada generasi mendatang.
Baca juga: Kemenbud: Pelestarian kunci hindari klaim budaya RI oleh negara lain
Pewarta: Putri Hanifa
Editor: Siti Zulaikha
Copyright © ANTARA 2024