Jakarta (ANTARA) - Berita duka datang dari Provinsi Aceh. Ulama kharismatik asal Pidie Jaya, Tgk H Usman bin Ali, yang lebih dikenal sebagai Abu Kuta Krueng, tutup usia pada umur 84 tahun.
Abu Kuta Krueng menghembuskan napas terakhir pada, Kamis (13/2) sekitar pukul 04.30 WIB di Rumah Sakit Umum dr Zainoel Abidin (RSUDZA) Banda Aceh setelah menjalani perawatan intensif.
Informasi mengenai wafatnya beliau turut diumumkan melalui akun resmi Instagram Pondok Pesantren Dayah Darul Munawwarah Kuta Krueng, @darul_munawwarah_kuta_krueng, yang merupakan pesantren di bawah pimpinan almarhum.
"Keluarga besar Dayah Darul Munawwarah Kuta Krueng turut mendoakan atas wafatnya Abu H Usman bin Ali (Abu Kuta Krueng)," demikian pernyataan di akun Instagram resmi pesantren tersebut.
Wafatnya Abu Kuta Krueng membawa duka mendalam bagi masyarakat, terutama para santri dan cendekiawan Muslim di Aceh.
Sosoknya dikenang sebagai seorang pemimpin yang memberikan cahaya bagi umat, khususnya dalam membimbing generasi muda untuk memahami dan mengamalkan nilai-nilai Islam dengan benar.
Kepergian beliau meninggalkan jejak yang sangat berarti dalam dunia pendidikan agama di Aceh. Lantas bagaimana sosok Abu Kuta Krueng? Berikut ini adalah profilnya, melansir berbagai sumber.
Baca juga: Ulama Aceh terbitkan fatwa hukum merobohkan masjid lama
Profil Abu Kuta Krueng
Abu Kuta Krueng, ulama besar Aceh dengan nama asli Tgk. H. Usman Ali, merupakan pendiri sekaligus pemimpin Dayah Darul Munawwarah yang berlokasi di Kuta Krueng, Pidie Jaya.
Lahir pada 31 Desember 1940 di desa yang sama, beliau dikenal karena dedikasinya dalam dunia pendidikan dan dakwah Islam. Masa kecilnya dihabiskan dengan menempuh pendidikan di Sekolah Rakyat (SR) sebelum melanjutkan ke Dayah MUDI Mesra Samalanga, tempat yang menjadi awal perjalanan spiritual dan intelektualnya.
Di sana, beliau menimba ilmu dari sejumlah guru, termasuk Abon H. Abdul Aziz Samalanga, yang merupakan murid Abuya Syaikh H. Muhammad Waly Al-Khalidi. Jalur sanad keilmuan Abu Kuta Krueng pun dapat dirunut melalui hubungan ini.
Semasa belajar, Abu Kuta Krueng dikenal sebagai sosok dengan kepribadian tangguh dan kemampuan memahami ilmu agama yang luar biasa. Setelah menyelesaikan pendidikannya, pada tahun 1964 ia mendirikan Dayah Darul Munawwarah di Kuta Krueng. Pesantren ini kemudian berkembang menjadi salah satu pusat pendidikan Islam terkemuka di Aceh, dengan tujuan mulia sebagai penerang bagi dirinya sendiri dan masyarakat.
Dayah Darul Munawwarah menyediakan jenjang pendidikan mulai dari Tajhiziyah/Ibtidaiyah, Tsanawiyah, Aliyah, hingga Ma’had ‘Aly (Dayah Manyang). Selain pendidikan agama, pesantren ini juga menawarkan keterampilan yang relevan dengan kebutuhan zaman modern.
Baca juga: Ketua MPU Aceh: Tu Sop sosok ulama yang inovatif dan kaya ide
Di kalangan masyarakat, Abu Kuta Krueng dikenal sebagai ulama tasawuf yang memiliki karamah dan berpengaruh hingga ke mancanegara.
Sebagai salah satu ulama tertua di Aceh, beliau telah memberikan kontribusi besar dalam memperbaiki akhlak masyarakat. Ribuan santri telah belajar darinya, banyak di antaranya yang kini menjadi ulama dan tokoh penting yang membawa pengaruh besar di berbagai daerah.
Pengaruh beliau tidak hanya dirasakan di lingkup lokal, tetapi juga di tingkat nasional dan internasional, menjadikan Abu Kuta Krueng sebagai sosok yang dihormati di berbagai kalangan.
Dedikasinya dalam mengembangkan pendidikan Islam serta menjaga nilai-nilai luhur agama membuat nama beliau dikenang sebagai salah satu tokoh penting dalam sejarah pendidikan dan dakwah di Aceh. Keberadaan Dayah Darul Munawwarah sebagai warisan ilmunya akan terus menjadi tempat lahirnya generasi yang berakhlak mulia dan berkontribusi bagi umat Islam.
Kepergiannya meninggalkan duka yang mendalam, tidak hanya bagi keluarga dan para santri, tetapi juga bagi masyarakat luas yang selama ini merasakan manfaat dari ilmu dan nasihat-nasihat beliau. Warisan ilmu dan perjuangan beliau di Dayah Darul Munawwarah akan terus hidup, menjadi inspirasi bagi generasi mendatang dalam melanjutkan perjuangan di jalan agama dan kebaikan.
Baca juga: MPU Aceh keluarkan fatwa perusakan alat peraga kampanye hukumnya haram
Baca juga: Abu Madinah wafat, Aceh kehilangan ulama pemersatu umat Muslim
Pewarta: Sean Anggiatheda Sitorus
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2025