Hukum mengonsumsi makanan sesajen dalam Islam

1 day ago 5

Jakarta (ANTARA) - Praktik sesajen atau sajen masih menjadi bagian dari tradisi di berbagai daerah di Indonesia. Sajen biasanya dipersembahkan dalam upacara adat sebagai bentuk penghormatan terhadap leluhur atau makhluk halus. Tradisi ini terus dilestarikan oleh sebagian masyarakat karena dianggap memiliki nilai spiritual dan budaya yang kuat.

Namun, dalam perspektif Islam, muncul pertanyaan mengenai hukum memakan makanan yang telah dijadikan sesajen. Apakah makanan tersebut masih halal untuk dikonsumsi, atau justru dilarang? Lantas bagaimana penjelasannya mengenai hal tersebut? Simak ulasannya berikut ini.

Pandangan ulama tentang sesajen

Mayoritas ulama sepakat bahwa mempersembahkan sesajen kepada selain Allah merupakan perbuatan syirik, yang termasuk dosa besar dalam Islam. Hal ini berdasarkan firman Allah dalam Al Quran:

اِنَّمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةَ وَالدَّمَ وَلَحْمَ الْخِنْزِيْرِ وَمَآ اُهِلَّ بِهٖ لِغَيْرِ اللّٰهِ ۚ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَّلَا عَادٍ فَلَآ اِثْمَ عَلَيْهِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ

Sesungguhnya Dia hanya mengharamkan atasmu bangkai, darah, daging babi, dan (daging) hewan yang disembelih dengan (menyebut nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa terpaksa (memakannya), bukan karena menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang. (QS Al-Baqarah:173)

Oleh karena itu, makanan yang dijadikan sesajen, terutama jika berupa hewan sembelihan, haram untuk dikonsumsi oleh umat Islam.

Pendapat lain mengenai sesajen

Meskipun demikian, terdapat pendapat dari sebagian ulama yang menyatakan bahwa jika sesajen tersebut tidak dimaksudkan untuk makhluk halus atau roh leluhur, melainkan sebagai bentuk sedekah atau tradisi budaya tanpa keyakinan tertentu, maka hukumnya bisa menjadi mubah (boleh).

Dalam konteks ini, niat dan tujuan pelaksanaan tradisi sangat berperan dalam menentukan status hukumnya. Namun, hal ini tetap memerlukan kehati-hatian agar tidak terjerumus ke dalam perbuatan syirik. Penting bagi umat Muslim untuk memahami batasan-batasan dalam beragama agar tidak mencampuradukkan keyakinan dengan praktik yang dapat menyesatkan akidah.

Sikap terhadap makanan sesajen

Dalam konteks menemukan sesajen di tempat umum, seperti di bawah pohon besar atau di persimpangan jalan, Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah menegaskan bahwa memakan makanan tersebut hukumnya haram. Hal ini dikarenakan sesajen tersebut biasanya dipersembahkan kepada selain Allah, yang bertentangan dengan ajaran Islam.

Oleh karena itu, makanan yang telah dipersembahkan dalam konteks tersebut tidak layak untuk dikonsumsi oleh umat Islam. Menurut pandangan ini, umat Islam harus menjaga agar tidak terlibat dalam perbuatan yang dapat menodai keyakinan tauhid mereka.

Secara umum, dalam Islam, memakan makanan yang telah dijadikan sesajen dan dipersembahkan kepada selain Allah adalah haram. Umat Islam dianjurkan untuk menjauhi praktik-praktik yang dapat mengarah pada kesyirikan dan menjaga kemurnian akidah.​

Namun, jika makanan tersebut tidak dipersembahkan kepada selain Allah dan tidak ada unsur keyakinan syirik di dalamnya, maka hukumnya bisa berbeda, tergantung pada niat dan konteksnya. Dalam hal ini, konsultasi dengan ulama atau tokoh agama setempat sangat dianjurkan untuk mendapatkan penjelasan yang lebih mendalam.​

Dengan demikian, penting bagi umat Islam untuk selalu berhati-hati dan bijaksana dalam menyikapi tradisi dan budaya yang ada di sekitarnya, agar tidak terjerumus ke dalam perbuatan yang dilarang dalam agama.

Baca juga: Hukum tradisi memberi sesajen arwah leluhur menurut pandangan Islam

Baca juga: Ada kopi di persembahan canang Bali, apa artinya?

Baca juga: Kisah perjuangan "Marit" tangkap sesajen di kawah Bromo saat Kasada

Pewarta: M. Hilal Eka Saputra Harahap
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2025

Read Entire Article
Ekonomi | Politic | Hukum | Kriminal | Literatur | SepakBola | Bulu Tangkis | Fashion | Hiburan |