Harianjogja.com, JAKARTA - Kepala Dinas Kebudayaan (Kadisbud) DKI Jakarta tahun 2020–2024 Iwan Henry Wardhana didakwa merugikan keuangan negara Rp36.319.045.056,69 (Rp36,3 miliar) dalam kasus dugaan korupsi berupa pembuatan surat pertanggungjawaban (SPJ) fiktif.
Irwan didakwa melakukan perbuatannya bersama-sama dengan Kepala Bidang Pemanfaatan Dinas Kebudayaan Jakarta tahun 2024 Mohamad Fairza Maulana serta pemilik penyelenggara acara (EO) Gerai Production (GR PRO) Gatot Arif Rahmadi.
“Perbuatan terdakwa Iwan Henry Wardhana bersama-sama dengan saksi Mohamad Fairza Maulana dan saksi Gatot Arif Rahmadi mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp36.319.045.056,69,” kata jaksa penuntut umum Kejaksaan Tinggi Jakarta Arif Darmawan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Selasa (17/6) malam.
Jaksa menjelaskan, Dinas Kebudayaan Jakarta pada tahun anggaran 2022–2024 mengelola anggaran untuk kegiatan Pergelaran Kesenian Terpilih (PKT), Pergelaran Seni Budaya Berbasis (PSBB) Komunitas, dan keikutsertaan mobil hias pada acara Jakarnaval.
Terdakwa Iwan mulanya mengarahkan agar seluruh kegiatan PSBB Komunitas diserahkan kepada Gatot. Hal itu dilakukan dengan kesepakatan bahwa Gatot akan memberikan kontribusi berupa uang untuk diserahkan kepada Iwan.
Selain kegiatan PSBB Komunitas, Iwan juga menyerahkan kegiatan PKT dan Jakarnaval tahun 2023 kepada Gatot dengan kesepakatan yang sama. Iwan pun mengarahkan agar kegiatan PKT dan PSBB Komunitas tahun anggaran 2024 tetap dilaksanakan oleh Gatot.
Menindaklanjuti arahan Iwan agar seluruh pelaksanaan kegiatan PSBB Komunitas, PKT, dan Jakarnaval diserahkan ke Gatot, Fairza kemudian menyampaikan rencana anggaran biaya (RAB) yang berisi informasi pagu masing-masing komponen kepada Gatot.
BACA JUGA: Kadinkes Karanganyar Nonaktif Purwati Diperiksa Kejaksaan Terkait Korupsi Alkes 2022
Namun, dalam pelaksanaan PSBB Komunitas tahun anggaran 2022–2024, Gatot dan Fairza bekerja sama merekayasa bukti pertanggungjawaban pengelolaan anggaran yang melebihi dari pengeluaran sebenarnya.
“Sehingga atas kelebihan pembayaran yang diperoleh dapat memenuhi kesepakatan untuk memberikan kontribusi berupa uang yang diserahkan kepada terdakwa Iwan Henry Wardhana,” tutur jaksa.
Adapun modus operandi yang dilakukan para terdakwa, yakni Gatot selaku pemilik EO GR PRO terlebih dahulu menentukan data sanggar yang akan digunakan dan dimintakan persetujuan kepada Fairza.
Kemudian, dibuat proposal yang seolah-olah dari pelaku seni atau sanggar, disposisi dan nota dinas dari Dinas Kebudayaan, serta surat-surat lainnya hingga daftar hadir, daftar honorarium, dan bukti dokumentasi pelaksanaan kegiatan.
Jaksa menyebut para terdakwa menyusun bukti pembayaran kepada pelaku seni atau sanggar yang dipinjam identitasnya alias fiktif dan membuat bukti pembayaran honorarium yang melebihi dari pembayaran sebenarnya (markup).
“Menyusun foto dokumentasi yang tidak sesuai dengan pelaksanaan kegiatan melalui proses editing foto; membuat bukti pembayaran sewa alat peraga kesenian ondel-ondel yang tidak sesuai dengan kenyataan,” kata jaksa.
Berdasarkan bukti pertanggungjawaban pengelolaan anggaran itu, Dinas Kebudayaan Jakarta mencairkan anggaran kepada penerima yang tercantum, yakni Gatot beserta pihak-pihak lainnya yang identitasnya diduga direkayasa.
Selama periode 2022–2024, Gatot atas dasar penunjukan dari Iwan dan arahan Fairza telah mengelola sekitar 101 acara PSBB Komunitas, 746 PKT, dan tiga Jakarnaval dengan realisasi pembayaran setelah dipotong pajak sebesar Rp38.658.762.470,69.
Namun, jumlah pengeluaran sebenarnya hanya sebesar Rp8.196.917.258,00. “Sedangkan sisa lebih pembayaran yang disalahgunakan sebesar Rp30.461.845.212,69,” ucap jaksa.
Selain itu, pada periode tahun anggaran yang sama, selain melaksanakan PKT melalui kerja sama dengan Gatot, Dinas Kebudayaan Jakarta juga melaksanakan sendiri kegiatan PKT secara swakelola.
Pengelolaan kegiatan PKT secara swakelola dimulai dari adanya permohonan dukungan acara kepada Kadisbud DKI Jakarta agar pelaksanaan kegiatan seni tari atau seni musik tradisional oleh Pemerintah Provinsi Jakarta.
Iwan selaku Kadisbud saat itu menindaklanjuti permohonan tersebut dengan meneruskan disposisi secara berjenjang hingga berakhir di Fairza. Diputuskan bahwa Dinas Kebudayaan Jakarta akan memfasilitasi acara PKT tersebut.
Sebelum acara dilaksanakan, Fairza terlebih dahulu menentukan sanggar, pelaku seni, maupun vendor peralatan acara. Fairza pun merekayasa bukti-bukti pengelolaan anggaran dalam pelaksanaan kegiatan PKT secara swakelola tahun 2022–2024 itu.
Rekayasa yang dilakukan antara lain menambahkan komponen tampilan yang sebenarnya tidak digelar alias fiktif, menaikkan pembayaran honor pelaku seni alias markup, merekayasa daftar hadir, biodata, dan dokumentasi kegiatan, serta menggunakan stempel palsu.
Bukti pertanggungjawaban yang diduga fiktif itu selanjutnya digunakan untuk mencairkan anggaran kegiatan PKT secara swakelola dengan nilai pencairan setelah dipotong pajak sebesar Rp5.133.611.650,00. Terdapat selisih sebesar Rp4.955.682.344,00 yang kemudian dikembalikan oleh pelaku seni fiktif melalui transfer kepada staf Dinas Kebudayaan.
Menurut jaksa, pada tahun 2022–2024, Dinas Kebudayaan Jakarta mempertanggungjawabkan sekitar 104 bukti pembayaran honorarium yang telah di-markup kepada 57 pelaku seni dengan nilai pencairan setelah dipotong pajak sebesar Rp1.637.062.550,00, sedangkan nilai pembayaran sebenarnya hanya Rp735.545.050,00 sehingga selisih pembayaran mencapai Rp901.517.500,00.
Selisih pembayaran tidak sah itu digunakan untuk memberikan kontribusi uang kepada Iwan, Fairza, dan Gatot serta pihak-pihak lain. Adapun Iwan disebut menikmati uang haram sebesar Rp16.200.000.000, Fairza Rp1.441.500.000, dan Gatot Rp13.520.345.212,69.
Atas perbuatannya Iwan, Fairza, dan Gatot didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.*
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Antara