Warga tengah mengayak hasil biopori jumbo berupa pupuk tanaman di Kampung Mangkuyudan, Kemantren Mantrijeron. Ist - Dok. Kemantren Mantrijeron
Harianjogja.com, JOGJA—Kelurahan Mantrijeron, Kemantren Mantrijeron, Kota Jogja mendorong penggunaan biopori jumbo untuk mempercepat pengolahan sampah organik dari rumah tangga. Langkah ini menjadi bagian penting dari upaya memperkuat budaya pilah sampah di wilayah tersebut.
Saat ini terdapat 32 titik biopori jumbo yang dimanfaatkan warga untuk mengolah sampah dapur. Adanya biopori jumbo ini menjadi bagian dari keterlaksanaan program Masyarakat Jogja Olah Sampah (Mas Jos) yang digagas oleh Wali Kota Jogja, Hasto Wardoyo.
Lurah Mantrijeron, Agung Nugroho, menjelaskan langkah utama yang terus ditekankan kepada warga adalah membiasakan pemilahan sampah sejak dari rumah masing-masing. Menurutnya, perubahan perilaku ini memang tidak mudah, tetapi dapat terbentuk jika dilakukan secara konsisten.
“Pilah sampah sesuai jenis harus menjadi kebiasaan. Walaupun terpaksa di awal, kalau dilakukan terus-menerus nanti insyaallah jadi habit,” ujarnya, belum lama ini.
Agung menyebut pemilahan meliputi sampah organik, anorganik, residu, hingga B3. Setelah memilah, warga diminta memanfaatkan bank sampah terdekat untuk menyalurkan sampah anorganik seperti plastik, kertas, kaca, maupun logam.
Ia menjelaskan Kelurahan Mantrijeron saat ini memiliki 20 bank sampah. Ke depan, pemanfaatannya akan dioptimalkan, bahkan diharapkan bisa menjangkau tingkat RT, menyesuaikan potensi dan kearifan lokal di masing-masing wilayah.
“Semakin dekat bank sampah, semakin mudah warga menyetor. Harapannya ekonomi sirkular bisa berputar di level RW atau RT,” katanya.
Selain anorganik, pengelolaan sampah organik juga menjadi perhatian. Warga diarahkan memisahkan sampah olahan dapur untuk dimanfaatkan sebagai pakan ternak atau dikelola melalui biopori jumbo. Kelurahan Mantrijeron telah memiliki 32 titik biopori jumbo yang disiapkan untuk mengolah sampah organik.
Namun, kata Agung, pengoperasian biopori jumbo membutuhkan perawatan rutin untuk mengatasi bau, termasuk pemberian EM4 dan molase. Keterbatasan bahan itu membuat kelurahan berupaya menggandeng pelaku usaha dan perhotelan melalui program CSR.
EM4 adalah kependekan dari effective Microorganisms 4, yaitu larutan berisi campuran mikroorganisme baik (bakteri fermentasi, bakteri fotosintetik, ragi, dan jamur pengurai) yang digunakan untuk mempercepat proses penguraian bahan organik.
“Kita akan minta partisipasi pelaku usaha untuk penyediaan EM4 dan molase, sehingga proses penguraian sampah bisa lebih cepat,” tuturnya.
Agung menambahkan edukasi pengurangan sampah makanan juga terus disosialisasikan. Masyarakat didorong memasak secukupnya dan menghabiskan makanan agar tidak menghasilkan limbah makanan berlebih.
Langkah lain yang didorong adalah penggunaan wadah berulang pada kegiatan warga. Kelurahan mengimbau agar pertemuan atau kegiatan lokal tidak lagi menggunakan air minum dalam kemasan maupun kemasan makanan sekali pakai.
“Kami dorong pakai gelas, atau wadah lepak sebagai pengganti dus. Itu langkah praktis yang bisa langsung diterapkan,” kata Agung.
Dengan berbagai langkah tersebut, Kelurahan Mantrijeron berharap kampanye pilah sampah tidak berhenti pada imbauan, melainkan menjadi perilaku kolektif masyarakat dalam mendukung pengelolaan sampah berkelanjutan di Kota Jogja.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


















































