Tenaga Kerja. / Freepik
Harianjogja.com, GUNUNGKIDUL—KSPSI AGN-ATUC Gunungkidul menyebut Kebutuhan Hidup Layak (KHL) di wilayah ini mencapai Rp3,2 juta berdasarkan survei di tiga pasar sejak Januari hingga Oktober 2025.
Sekretaris KSPSI AGN-ATUC Gunungkidul, Agus Budi Santoso, mengatakan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) tidak lagi mengagendakan kegiatan survei KHL di pasaran. Oleh karena itu, pihaknya mengambil inisiatif untuk melakukan survei secara mandiri.
“Pelaksanaan survei sama dengan mekanisme survei yang dilaksanakan Pemkab melalui lembaga tripartit,” kata Budi kepada wartawan, Rabu (26/11/2025).
Dia menjelaskan, sejak Januari hingga Oktober 2025, pihaknya sudah melaksanakan survei KHL sebanyak delapan kali. Adapun lokasi survei dilaksanakan di tiga pasar terbesar di Gunungkidul, meliputi Pasar Argosari (Wonosari), Pasar Playen (Playen), dan Pasar Semin (Kapanewon Semin).
“Survei dilaksanakan sekali dalam sebulan dan dilakukan pada minggu ketiga. Setiap survei, kami mendatangi para pedagang minimal 12 orang di pasar,” katanya.
Menurut Budi, survei dilakukan dengan bertanya tentang harga barang yang dijual. Total barang-barang yang ditanyakan sebanyak 68 item.
“Sama seperti dengan ketentuan KHL. Setelah kami hitung berdasarkan hasil survei tersebut, diketahui angka hidup layak di Gunungkidul mencapai Rp3,2 juta per bulannya,” katanya lagi.
Meski demikian, untuk pembahasan Upah Minimum Kabupaten (UMK) 2026, pihaknya tidak akan ngotot meminta penetapan seperti dengan besaran KHL. Ia mengakui angka tersebut sulit dipenuhi dan angka kenaikan UMK yang realistis hanya di kisaran Rp2,5 juta.
“Permintaan kami hanya naik 8,5% dari UMK yang berlaku tahun ini. Kalau memaksa di angka Rp3,2 juta, maka usaha tidak akan jalan sehingga ujung-ujungnya berdampak ke pekerja,” kata Budi lagi.
Terpisah, Kepala Bidang Tenaga Kerja, Dinas Perindustrian Koperasi UKM dan Tenaga Kerja Gunungkidul, Nanang Irawanto, mengatakan pembahasan UMK 2026 sudah mulai dilaksanakan pada 20 Oktober lalu dengan menggelar rapat perdana di Dewan Pengupahan. Meskipun demikian, hingga sekarang belum ada tindak lanjutnya karena regulasi yang menjadi dasar perhitungan belum turun dari Pemerintah Pusat.
“Hingga sekarang, kami masih menunggu petunjuk teknis dari Pemerintah Pusat untuk penetapan upah di tahun depan. Jadi, belum ada rapat lanjutan lagi di dewan pengupahan dalam rangka pembahasan UMK 2026,” kata Nanang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


















































