Jakarta (ANTARA) - Menjelang musim mudik Lebaran, banyak perantau mulai bersiap pulang ke kampung halaman. Perjalanan jauh yang melelahkan kerap menjadi tantangan tersendiri, terutama bagi mereka yang menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadan. Tidak sedikit yang bertanya-tanya, apakah orang yang sedang dalam perjalanan mudik diperbolehkan untuk tidak berpuasa?
Di tengah kepadatan arus mudik, kondisi fisik yang prima menjadi faktor penting agar perjalanan tetap lancar dan aman. Beberapa pemudik harus menempuh perjalanan berjam-jam, bahkan berhari-hari, baik dengan kendaraan pribadi maupun transportasi umum.
Hal ini tentu menimbulkan dilema bagi sebagian orang, terutama mereka yang ingin tetap menjalankan puasa tetapi khawatir dengan kondisi tubuh yang tidak fit.
Pertanyaan seputar keringanan puasa bagi pemudik memang kerap muncul setiap tahunnya. Bagi sebagian orang, perjalanan panjang bisa menjadi alasan untuk mempertimbangkan berbuka atau tetap berpuasa. Namun, sebelum mengambil keputusan, ada baiknya memahami aturan yang telah ditetapkan agar ibadah tetap berjalan dengan baik tanpa mengganggu kenyamanan selama perjalanan.
Baca juga: Haid saat jelang berbuka puasa, bagaimana hukum puasanya?
Keringanan puasa bagi pemudik, aturan dan ketentuannya
Menurut ajaran Islam, terdapat beberapa golongan yang diberikan keringanan untuk tidak berpuasa dan menggantinya di hari lain. Salah satunya adalah orang yang sedang dalam perjalanan jauh atau musafir. Jika kondisi perjalanan berat atau menyulitkan, maka diperbolehkan bagi musafir untuk tidak berpuasa dan menggantinya di hari lain.
Hal ini didasarkan pada Al-Qur’an surah Al-Baqarah ayat 184 yang menyatakan:
اَيَّامًا مَّعْدُوْدٰتٍۗ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَّرِيْضًا اَوْ عَلٰى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ اَيَّامٍ اُخَرَۗ وَعَلَى الَّذِيْنَ يُطِيْقُوْنَهٗ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِيْنٍۗ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَّهٗۗ وَاَنْ تَصُوْمُوْا خَيْرٌ لَّكُمْ اِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ
"Maka barang siapa di antara kamu yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain)."
Ayat tersebut menjelaskan bahwa orang yang sedang dalam perjalanan diperbolehkan untuk tidak berpuasa, tetapi wajib menggantinya di lain waktu. Salah satu ketentuan bagi musafir yang ingin mengambil keringanan ini adalah perjalanan yang ditempuh harus mencapai jarak minimum yang telah ditetapkan dalam ajaran agama.
Baca juga: Bagaimana menyikapi seorang Muslim yang terang-terangan tidak puasa?
Syarat bagi pemudik (musafir) yang diperbolehkan tidak berpuasa
- Menempuh perjalanan dengan jarak minimal 85 km sesuai ketentuan agama.
- Perjalanan yang dilakukan bukan untuk tujuan maksiat.
- Berangkat pada malam hari dan sebelum fajar, serta telah melewati batas daerah tempat tinggalnya.
- Jika berangkat setelah fajar, maka tetap wajib berpuasa dan tidak diperbolehkan berbuka pada hari itu.
- Musafir yang sudah menetap di suatu tempat tidak diperbolehkan berbuka.
Selain musafir, golongan lain yang mendapatkan keringanan puasa antara lain:
- Orang yang sakit: Jika berpuasa dapat memperparah kondisi sakit, diperbolehkan untuk tidak berpuasa dan menggantinya di hari lain.
- Lansia yang tidak kuat berpuasa: Diperbolehkan tidak berpuasa dan menggantinya dengan fidyah, yaitu memberikan makanan pokok kepada fakir atau miskin.
- Perempuan hamil dan menyusui: Jika khawatir terhadap kesehatan diri atau bayinya, diperbolehkan tidak berpuasa dan menggantinya di hari lain atau membayar fidyah.
Dengan demikian, bagi pemudik yang merasa perjalanannya berat dan menyulitkan, terdapat keringanan untuk tidak berpuasa selama perjalanan. Namun, kewajiban untuk mengganti puasa di hari lain tetap harus dipenuhi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Baca juga: Jadwal shalat untuk Surabaya dan sekitarnya Maret 2025
Baca juga: Mengapa puasa ada di bulan Ramadhan? Ini penjelasannya
Pewarta: M. Hilal Eka Saputra Harahap
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2025