UGM Bentuk Tim Usut Pelanggaran Guru Besar Pelaku Kekerasan Seksual

5 days ago 9

Yogyakarta, CNN Indonesia --

Universitas Gadjah Mada (UGM) membentuk tim pemeriksa pelanggaran disiplin kepegawaian guna memproses Guru Besar Fakultas Farmasi, Edy Meiyanto, yang dinyatakan telah terbukti melakukan kekerasan seksual.

Sekretaris Universitas UGM Andi Sandi Antonius menjelaskan pembentukan tim ini guna memproses pelanggaran disiplin kepegawaian menyangkut status Edy sebagai PNS.

Pemeriksaan pelanggaran disiplin kepegawaian ini lain halnya dengan pemeriksaan kasus kekerasan seksual oleh Komite Pemeriksa bentukan Satgas Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) UGM.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Berbeda, kalau yang ini spesifik untuk disiplin kepegawaiannya," kata Andi Sandi Andi Sandi ditemui di Balairung, UGM, Sleman, DIY, Selasa (8/4).

Edy per 20 Januari 2025 lalu telah dijatuhi sanksi berupa pemberhentian tetap alias pemecatan dari jabatan dosen di UGM.

Sanksi didasarkan pada temuan, catatan, dan bukti-bukti dalam proses pemeriksaan, Komite Pemeriksa bentukan Satgas PPKS UGM yang menindaklanjuti laporan dari Fakultas Farmasi terkait kasus Edy.

Komite Pemeriksa menyimpulkan bahwa Edy terbukti melakukan Tindakan Kekerasan Seksual yang melanggar Pasal 3 ayat (2) Huruf l Peraturan Rektor UGM No. 1 Tahun 2023 dan Pasal 3 ayat (2) Huruf m Peraturan Rektor UGM No. 1 Tahun 2023.

Edy juga terbukti telah melanggar kode etik dosen. Hasil putusan penjatuhan sanksi berdasarkan pada Keputusan Rektor Universitas Gadjah Mada nomor 95/UN1.P/KPT/HUKOR/2025 tentang Sanksi terhadap Dosen Fakultas Farmasi tertanggal 20 Januari 2025.

"Kalau [status] dosennya itu ibu rektor sudah memutuskan untuk memberhentikan, ada SK Rektor. Tetapi untuk memberhentikan sebagai PNS dan juga ingat guru besar itu bukan dari universitas, tapi dari pemerintah. Makanya kemudian harusnya ada di sana, kementerian," jelas dosen hukum tata negara itu.

Andi Sandi menerangkan, penentuan nasib status PNS dan guru besar Edy usai terkuaknya kasus ini sejatinya merupakan kewenangan Kemendiktisaintek.

Pada Januari 2025 kemarin, kata Andi Sandi, kampus sudah bersurat ke Kemendiktisaintek guna memproses status PNS Edy. Namun begitu, kementerian mendelegasikan pemeriksaan disiplin kepegawaian yang bersangkutan kepada UGM, Maret 2025 kemarin.

Dengan dasar itu, kampus membentuk tim pemeriksa, terdiri dari unsur atasan langsung; bidang Sumber Daya (SDM); dan bidang pengawasan internal untuk melakukan klarifikasi terkait pelanggaran Edy. Nantinya, hasil pemeriksaan menjadi rekomendasi penjatuhan sanksi.

"Setelah selesai pemeriksaan, hasilnya akan diserahkan ke rektor, rektor akan bersurat kepada Menteri untuk menyampaikan rekomendasi itu," jelasnya.

Sebelumnya, Andi Sandi menyebut kasus ini terkuak berkat laporan pimpinan Fakultas Farmasi kepada rektorat mengenai dugaan tindak kekerasan seksual yang dilakukan oleh Edy pada awal 2024 lalu. Korbannya, Andi tak merinci.

Namun, berdasarkan laporan Satgas PPKS UGM, total 13 orang dimintai keterangan terkait kasus ini. Mereka adalah saksi dan korban dari Edy.

"Apakah ini seluruhnya mahasiswa atau pun ada juga tendik dosen, kami tidak melihat detail itu," kata Andi Sandi saat dihubungi, Jumat (4/4).

Hasil pemeriksaan mengungkap tindak kekerasan seksual oleh Edy terjadi di luar lingkungan kampus selama 2023-2024.

Buntut kasus ini, selain jabatan dosen, Edy juga dibebastugaskan dari kegiatan tridharma perguruan tinggi, dan dicopot dari jabatan Ketua Cancer Chemoprevention Research Center (CCRC) Fakultas Farmasi berdasarkan pada Keputusan Dekan Farmasi UGM pada 12 Juli 2024.

Kata Andi Sandi, Edy juga tak lagi menjabat sebagai Kepala Laboratorium Biokimia Pascasarjana Bioteknologi Sekolah Pascasarjana UGM.

Belum ada klarifikasi resmi dari Edy terkait dugaan tindak kekerasan seksual ini. CNNIndonesia.com masih terus mencoba menghubungi Edy.

(kum/dmi)

[Gambas:Video CNN]

Read Entire Article
Ekonomi | Politic | Hukum | Kriminal | Literatur | SepakBola | Bulu Tangkis | Fashion | Hiburan |