- PERISTIWA
- REGIONAL
Total seluruh siswa SMP di Kabupaten Buleleng ada sebanyak 34.062 orang.
Rabu, 16 Apr 2025 17:06:00

Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Kabupaten Buleleng, Bali, mencatat ada sebanyak 363 siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang tidak lancar hingga dan tidak bisa membaca. Ratusan siswa itu berasal dari sekolah swasta maupun negeri di Kabupaten Buleleng.
Ida Bagus Gde Surya Bharata, Sekretaris Disdikpora Kabupaten Buleleng mengatakan, dari 363 siswa itu dibagi dua kategori yaitu sebanyak 155 siswa SMP masuk dalam kategori Tidak Bisa Membaca (TBM) dan 208 siswa masuk kategori Tidak Lancar Membaca (TLM) dan totalnya ada 363 siswa. Dan dari 363 siswa itu ada siswa laki-laki sebanyak 283 orang dan siswa perempuan 73 orang.
"Kalau data yang sudah kami kumpulkan dari berbagai sekolah yang dibawa kewenangan kita ada terdata 363 siswa. Kategori ada dua itu yang tidak lancar membaca dan tidak bisa membaca," kata Bharata, saat dihubungi Rabu (16/3).
Ia menyebutkan, bahwa total seluruh siswa SMP di Kabupaten Buleleng ada sebanyak 34.062 orang dan yang masuk kategori TBM dan TLM ada 363 siswa.
"Jadi presentase-nya dari 34 ribu sekian siswa SMP di Buleleng yang kemampuan membaca rendah itu 0,011 persen," imbuhnya.

Kemudian, dari 363 siswa yang masuk kategori TBM dan TLM itu tersebar di 60 sekolah SMP swasta dan negeri di Buleleng.
"Kurang lebih sekitar 60 sekolah. Jadi sebarannya tersebar di beberapa sekolah jadi tidak di satu sekolah dua dan tiga sekolah, itu tidak, ada beberapa saja," jelasnya.
Sementara, penyebab ratusan siswa SMP tidak bisa membaca dengan lancar dan juga tidak bisa membaca, dari data presentase ialah kurangnya motivasi belajar itu 45 persen, pembelajaran tidak tuntas itu 5 persen, disleksia 19 persen, disabilitas 10 persen, dan kurang dukungan keluarga atau orang tua 21 persen.
"Untuk kategori yang kita kelas-kan itu ada yang disebabkan karena ke belum tuntasnya belajar juga ada, berikutnya faktor disleksia, sudah memang ada bawan sejak lahir, ada keterlambatan, ada juga difabel ada juga yang istilahnya kondisi keluarga yang mempengaruhi juga dan ada juga dipengaruhi oleh faktor motivasi dari siswa itu sendiri," ungkapnya.
Kemudian, dari penyebab siswa mengalami TBM dan TLM yang paling mendominasi ialah faktor motivasi yang rendah. Hal itu, pihaknya masih menulusuri tetapi ada kemungkinan besar karena faktor digitalisasi yang membuat para siswa memiliki akses yang mudah untuk melakukan segala aktivitasnya.
"Ini sedang kita telusuri karena ada persepsi juga faktor motivasi rendah itu akibat inklusif itu. Mereka, mungkin ada kebutuhan khusus tapi disandingkan dengan kebutuhan digitalisasi yang memudahkan untuk mereka melakukan aktivitas artinya terfasilitasi untuk aksi-aksi yang mereka lakukan," ujarnya.
"Kan itu berpengaruh juga untuk ketekunan atau keseriusan mereka untuk mengikuti pembelajaran. Karena di sekolah sempat kita diskusikan ada siswa diajak bicara atau disuruh membaca tidak bisa tetapi ketika disuruh mengetik dengan handphone bisa itu. Fenomenanya seperti itu, dan sekarang kita telusuri sambil membenahi yang sudah berjalan ini," lanjutnya.
Ia juga menyatakan, bahwa ada terindikasi dari ratusan siswa itu juga ada yang tidak bisa menulis dan menghitung tetapi untuk data itu masih dilakukan verifikasi.

Sementara, untuk mengentaskan permasalahan itu Disdikpora Kabupaten Buleleng, sudah memiliki sejumlah program selain program yang telah dibuat sekolah itu sudah sendiri yang sudah diterapkan untuk mengatasi permasalah TBM dan TLM.
"Pertama untuk SMP, pimpinan sudah mengarahkan kita untuk melakukan pendampingan secara khusus selama enam bulan kedepan untuk para siswa, nanti akan dimonitor kurang lebih setiap bulan seperti apa progresnya," ujarnya.
Kemudian, yang kedua untuk mengantisipasi para siswa mengalami TBM dan TLM nanti dari tingkat Sekolah Dasar (SD) akan dilakukan pendataan apakah siswa-siswa itu sudah bisa membaca, menulis dan menghitung sebelumnya masuk ke tingkat SMP dan juga para peserta didik atau para guru akan diberikan pelatihan untuk soal tersebut.
"Ini kan mau tahun ajaran baru, kita melakukan pendataan kelas 4, 5 dan 6 (di SD). Kemudian kita akan (dorong) untuk bisa membaca. Nanti, kita akan memberikan pemahaman seperti itu atau pemahaman membaca ke mereka. Kemudian bapak dan ibu guru, diberikan pendampingan jika ada nanti peserta didiknya yang mengalami misalnya keterlambatan dalam hal mengenal hurup atau membaca itu sudah akan ada pelatihan untuk itu," ujarnya.
"Kemudian untuk memastikan bahwa mereka memiliki misalnya kebutuhan khusus itu akan ada assessment melalui program layanan disabilitas. Nanti di sana, ada psikolog yang membantu memetakan tingkat potensi anak itu dan sejauh apa mereka bisa mengikuti pembelajaran. Dan saya rasa di kurikulum sudah menunjang hal itu, sehingga fase mereka disesuaikan dengan tingkat kemampuan yang mereka miliki," ujarnya.
Sebelumnya, Ketua Dewan Pendidikan Kabupaten Buleleng, Bali, I Made Sedana mengungkapan sejumlah faktor yang menyebabkan ratusan siswa sekolah menengah pertama (SMP) di Kabupaten Buleleng, belum bisa membaca dengan lancar.
Made Sedana mengatakan, sebenarnya banyak faktor yang menyebabkan ratusan siswa yang belum lancar membaca. Pertama, ialah faktor motivasi belajar yang rendah sekitar 50 persen, kedua peran orang tua yang tidak memperhatikan anaknya untuk belajar, itu sekitar 20 persen dan faktor disleksia gangguan pada neuron anak sekitar 10 hingga 15 persen.
"Pertama, karena memang motivasi belajar anak itu rendah, itu di angka 50 persen. Kemudian peran orang tua ada di angka hampir 20 persen, yang lain itu ada karena faktor disleksia jadi ada ganguan pada neuron mereka, di kemampuan mereka untuk mencerna pelajaran jadi ada di otak itu," kata Sedana, saat dikonfirmasi, Selasa (15/4).
"Kemudian ada juga karena faktor lain-lain itu sekitar 55 persen. Mungkin di sana karena ada faktor gurunya, faktor lingkungan sekolah dan sebagainya. Jadi banyak faktor yang menyebabkan (tidak lancar membaca)," imbuhnya.
Namun menurutnya, dari data yang didapatinya faktor yang paling dominan ialah soal motivasi belajar para siswa yang rendah dan anak-anak atau para siswa sekarang senangnya bermain game yang justru tidak mengedukasi.
"Motivasi belajarnya sudah rendah, rasa ingin taunya atau ingin belajar rendah sekali, itu penyebabnya. Jadi faktor disleksia itu hanya 10 sampai 15 persen saja yang dominan karena motivasi mereka, yang kedua itu mungkin karena orang tua dan lingkungan dan yang lainnya itu mungkin kurikulum juga masuk ada di dalamnya faktor media sosial dan lain sebagainya," ungkapnya.
Artikel ini ditulis oleh


Ratusan Siswa SMP di Bali Tak Bisa Baca, Begini Respons Gubenur Koster
Padahal, kemampuan membaca seharusnya sudah tuntas sejak siswa duduk di bangku sekolah dasar (SD).

Ketua Dewan Pendidikan Kabupaten Buleleng, Bali, I Made Sedana mengatakan, 50 persen anak-anak di Bali sangat kurang motivasinya untuk belajar.

Ratusan Siswa SMP di Bali Tak Bisa Baca, Ini Sederet Kemungkinan Penyebabnya
Jumlah siswa yang tidak bisa membaca bahkan diprediksi masih bisa bertambah.

Penerimaan Siswa Baru, SD Negeri di Kota Padang Hanya Dapat Dua Murid
SD Negeri 23 Lolong di Kota Padangkekurangan peserta didik. Sekolah itu hanya mendapatkan 2 siswa baru.