Terus Menyusut, Gumuk Pasir Parangkusumo Perlu Upaya Konservasi Serius

6 hours ago 3

Harianjogja.com, JOGJAGumuk Pasir Parangkusumo mngalami penyusutan signifikan sejak tahun 1970-an hingga saat ini. Tata Kelola yang salah, aktivitas wisata hingga penambangan di lereng Gunung Merapi menjadi penyebabnya. Diperlukan upaya konservasi serius dari pemerintah maupun masyarakat.

General Manager Badan Pengelola Geopark Jogja, Dihin Nabrijanto, menjelaskan dari data yang dimiliki, pada 1976, Gumuk Pasir Parangkusumo memiliki luasan 417 hektare. “Sekarang tinggal 17 hektare. Jadi dalam kurun waktu itu 400 hektar berkurang,” ujarnya beberapa waktu lalu.

BACA JUGA: Desain Patok Gumuk Pasir Tunggu Persetujuan Kraton Jogja

Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan penyusutan ini terjadi. Dimulai dari kesalahan kebijakan di masa lalu, dimana pada tahun 1990-an, gumuk pasir dianggap lahan kritis, sehingga pemerintah mencanangkan program reboisasi di wilayah itu.

Lalu di tahun 2000-an gumuk pasir dianggap lahan tidur sehingga dibuat beberapa tambak udang, persawahan, untuk ekonomi masyarakat. “Belakangan di tahun 2020-an kita baru sadar, oleh aktivvis dan akademisi, bahwa laju pengurangan luasan gumuk cuku signifikan. Kalau tidak ada tata kelola lima sampai 10 tahun ke depan, tidak mustahil gumuk pasir tinggal nama,” katanya.

Faktor lainnya yakni aktivitas wisata seperti jeep wisata dan perdagangan di zona inti sehingga mengikis gumuk pasir. Hal ini dibuktikan ketika pandemi covid-19 lalu, dimana banyak aktivitas ekonomi berhenti, Gumuk Pasir Parangkusumo bertambah luas.

“Saat covid laju pertumbuhan gumuk naik 5 hektar. Jadi tidak ada penyusutan. Ini menjadi salah satu bukti bahwa aktivitas manusia yang berlebihan di sekitar gumuk pasir mempengaruhi laju pertumbuhan gumuk,” katanya.

Faktor lainnya yakni penambangan pasir di sungai-sungai di lereng Gunung Merapi, yang menyebabkan suplai pasir dari Gunung Merapi ke Pantai selatan yang seharusnya membentuk gumuk pasir terhambat. “Data dari pakar geografi, hasil erupsi Merapi 2010, pasirnya belum ada yang turun ke gumuk. Jadi sudah 15 tahun yang lalu,” paparnya.

Berdasarkan data Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG), ada sekitar 180 juta meter kubik pasir yang diluapkan Gunung Merapi periode 2010-2015. Sedangkan data dari perizinan tambang, material yang keluar pada periode yang sama sebesar 230 juta meter kubik. “Jadi antara yang dikeluarkan dengan yang ditambang, lebih banyak yang ditambang,” katanya.

Kadiv Kampanye Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Yogyakarta, Elki Setiyo Hadi, menuturkan untuk menyikapi penyusutan Gumuk Pasir Parangkusumo, pemerintah perlu memperbaiki tata ruang dan memperketat pengawasan dan pengendalian penambangan.

“Masyarakat juga perlu bersama-sama menjaga, karena Gumuk Pasir Parangkusumo itu merupakan wilayah konservasi yang juga merupakan wilayah esensial di Jogja. Selain sebagai wilayah pariwisata yang menghidupi masyarakat di sana, kita juga harus ikut melindungi,” kata dia.

Jika Pemda DIY tidak melakukan penanganan serius untuk melindungi gumuk pasir, maka dalam waktu dekat bisa hilang. “Kalau tidak ada penanganan serius dari pemerintah, tidak menutup kemungkinan lima sampai 10 tahun lagi habis itu Gumuk Pasir Parangkusumo,” ungkapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Read Entire Article
Ekonomi | Politic | Hukum | Kriminal | Literatur | SepakBola | Bulu Tangkis | Fashion | Hiburan |