Rumah Subsidi Wartawan, Pemerintah Tegaskan Tak Ada Syarat Politik

1 day ago 4

Rumah Subsidi Wartawan, Pemerintah Tegaskan Tak Ada Syarat Politik Ilustrasi Perumahan. - Freepik

Harianjogja.com, JOGJA—Pemerintah Republik Indonesia membuat program 1.000 rumah subsidi untuk profesi wartawan. Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), Maruarar Sirait, akan mengungkapkan penyerahan 100 kunci rumah subsidi bagi wartawan dilakukan pada tanggal 6 Mei 2025.

"Kami sudah tentukan tanggal 6 Mei jam 16.00, untuk titiknya nanti kami akan bicarakan lagi, langsung (penyerahan) 100 kunci rumah subsidi bagi wartawan. Saya percaya Kementerian Komunikasi dan Digital akan berkoordinasi dengan Dewan Pers dan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI)," kata Ara, panggilan akrabnya, Selasa (8/5/2025).

Penyerahan 100 kunci rumah subsidi bagi wartawan tersebut merupakan bagian dari total rumah subsidi yang dialokasikan untuk wartawan sebanyak 1.000 unit rumah. Ara mengatakan bahwa program ini mendapat dukungan dari Presiden Prabowo Subianto dalam rangka dukungan pada wartawan, sebagai orang yang bekerja menyuarakan kebenaran dan demokrasi.

Pemerintahan Presiden Prabowo, lanjuta Ara, telah menerbitkan sejumlah kebijakan untuk perumahan rakyat seperti Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) nol persen hingga Juni. Kemudian Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) menjadi gratis serta Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) menjadi gratis untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).

Menteri PKP Maruarar Sirait (Ara) menyatakan pihaknya menyiapkan 1.000 rumah subsidi bagi profesi wartawan dan 20.000 bagi petani dari program fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP). Selain profesi wartawan dan petani, Menteri Ara mengaku juga telah mengalokasikan 20.000 unit buat nelayan, 20.000 buat buruh, 20.000 buat tenaga migran. Selanjutnya, 30.000 rumah tenaga kesehatan (nakes) yang meliputi perawat, bidan, dan tenaga kesehatan masyarakat; prajurit TNI AD kurang lebih 5.000; hingga 14.500 rumah subsidi bagi personel kepolisian.

Tidak Ada Syarat Politik

Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) memastikan tidak ada syarat politik bagi wartawan untuk mendukung pemerintahan agar bisa ikut serta dalam program rumah subsidi. Menteri Komunikasi dan Digital, Meutya Hafid, mengatakan bahwa program ini murni bentuk perhatian pemerintah terhadap kesejahteraan insan pers, bukan alat politik atau upaya meredam kritik.

“Teman-teman, seperti disampaikan Pak Menteri Perumahan, ini tidak ada syarat bahwa kalau ikut program rumah subsidi berarti harus mendukung pemerintahan. Tidak. Tidak boleh mengkritik, juga tidak. Jadi silakan kritik, tetap diterima. Yang paling utama adalah ini untuk mendukung agar menyampaikan berita-berita yang benar,” kata Meutya.

Ia menjelaskan, program ini menyasar wartawan dengan penghasilan rendah yang selama ini kerap luput dari akses pembiayaan rumah yang layak. Pemerintah bahkan telah melonggarkan batas maksimal penghasilan penerima manfaat program ini hingga Rp13 juta untuk wartawan yang sudah berkeluarga di wilayah Jabodetabek, dan sekitar Rp12 juta untuk yang masih berstatus lajang.

Meutya mengatakan, wartawan merupakan profesi strategis dalam demokrasi yang belum seluruhnya mendapatkan perhatian yang layak. “Belum semua wartawan sejahtera, belum semua punya rumah. Bahkan ada yang hidup dalam kondisi yang, mohon maaf, kurang layak,” katanya.
Ia menambahkan, dirinya memahami kondisi tersebut karena pernah menjadi wartawan selama hampir 10 tahun.

Kesejahteraan Wartawan

Kesejahteraan orang-orang yang bekerja sebagai wartawan, mayoritas masih rendah. Hal ini terangkum dalam penelitian berjudul Urgensi Peningkatan Kesejahteraan Bagi Profesi Jurnalis Sebagai Bentuk Pemenuhan Hak Tenaga Kerja di Indonesia karya Rara Siti Sandiah. Penelitian ini berasal dari Fakultas Hukum, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta yang rilis taun 2024.

Dalam temuannya, peneliti menyatakan bahwa jurnalis di Indonesia memiliki peran penting dalam demokrasi, namun kesejahteraannya masih tergolong rendah. Profesi wartawan dianggap belum mendapatkan perhatian yang serius dari berbagai pihak. Faktor utama penyebab masih minimnya kesejahteraan wartawan, lantaran eksploitasi oleh perusahaan media, seperti upah rendah, beban kerja berlebihan, dan minimnya jaminan sosial.

"Hal ini diperparah dengan kurangnya peran serikat pekerja dan pemahaman jurnalis yang rendah tentang hak-hak mereka. Pemerintah, perusahaan media, organisasi jurnalis, dan jurnalis sendiri memiliki peran penting dalam meningkatkan kesejahteraan jurnalis," tulis dalam laporan tersebut.

Dalam penelitian, penulis menyarankan pemerintah untuk memperkuat penegakan hukum dan mengedukasi jurnalis tentang hak-hak mereka. Perusahaan media harus mematuhi regulasi dan meningkatkan kesejahteraan jurnalis. Organisasi jurnalis perlu memperkuat kinerjanya dan membantu jurnalis memperjuangkan hak-hak mereka. Jurnalis sendiri perlu memahami hak-hak mereka dan aktif dalam organisasi jurnalis.

"Meningkatkan kesejahteraan jurnalis di Indonesia membutuhkan kerjasama dari semua pihak. Dengan upaya bersama, jurnalis dapat mendapatkan penghidupan yang layak dan menjalankan peran mereka dengan optimal dalam demokrasi," tulisnya.

Sebagai informasi, penelitian ini bertujuan untuk memberikan kontribusi dalam memahami kompleksitas permasalahan kesejahteraan jurnalis di Indonesia. Di samping itu, ada pula tujuan untuk mendorong upaya-upaya konkret untuk meningkatkan perlindungan hukum terhadap hak-hak ketenagakerjaan terhadap profesi jurnalis. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian hukum normatif.

Keselamatan dan Kesehatan

Tidak hanya kesejahteraan yang rendah, profesi wartawan juga cukup rentan. kerentanan ini bisa dari sisi keselamatan fisik, mental, maupun hukum.

Wakil Ketua Dewan K3 Provinsi Jawa Timur (DK3P Jatim), Edi Priyanto, mengatakan banyak aspek yang perlu wartawan miliki untuk memperbesar potensi keselamatan dan kesehatan kerja (K3) selama bekerja. Hal ini penting, mengingat pada 2024, lanjut Edi, terdapat 167 wartawan mengalami kekerasan dengan total 321 kasus.

Hal ini menunjukkan bahwa perlindungan terhadap mereka masih lemah. Dalam prinsip K3, risiko ini harus dipetakan dan dimitigasi, seperti melalui pelatihan risk assessment, prosedur tanggap darurat, dan standar keselamatan lebih ketat saat liputan di daerah rawan konflik.

Wartawan memiliki hak atas lingkungan yang aman dalam mendukung keselamatan dan kesehatan kerja. "Keamanan dari kekerasan, baik dari aparat, buzzer, maupun kelompok lain. Perlindungan fisik, seperti penggunaan alat pelindung diri (APD) saat meliput di zona berisiko. Dukungan psikososial, untuk mengatasi tekanan mental akibat ancaman atau sensor. Perlindungan hukum, agar tidak ada kriminalisasi terhadap jurnalis yang menjalankan tugasnya," kata Edi, beberapa waktu lalu.
Dari sisi perusahaan media, mereka memiliki peran penting dalam menjamin keselamatan jurnalis. Meskipun indeks perlindungan perusahaan terhadap jurnalis cukup baik (73,32) pada skor keselamatan wartawan tahun 2024, kata Edi, masih ada ruang perbaikan dalam meningkatkan Standard Operating Procedure (SOP) keselamatan kerja jurnalis, khususnya saat liputan di area berisiko.

Perusahaan juga perlu memastikan perlindungan hukum dan pendampingan bagi jurnalis yang menghadapi ancaman. Tidak hanya itu, perusahaan media harus memberikan pelatihan rutin, termasuk keamanan digital untuk menghindari peretasan dan penyadapan.

Pemerintah juga memiliki peran dalam membuat regulasi bagi wartawan dan ekosistemnya. Edi mengatakan regulasi masih menjadi kendala dalam perlindungan jurnalis, dengan skor hanya 64,39 dalam indeks keselamatan. Pemerintah perlu mengkaji ulang aturan yang bisa digunakan untuk mengkriminalisasi jurnalis.

"Pemerintah perlu mengimplementasikan program perlindungan, seperti yang diterapkan di sektor berisiko tinggi lainnya. Pemerintah juga berkolaborasi dengan Dewan Pers, organisasi HAM, dan serikat pekerja jurnalis dalam merancang kebijakan yang lebih melindungi," katanya.

Sebagai praktisi K3, Edi menegaskan bahwa keselamatan jurnalis adalah hak fundamental yang harus dijamin. Perlindungan terhadap mereka bukan hanya kepentingan individu, tetapi juga bagian dari upaya menjaga demokrasi dan kebebasan pers yang sehat di Indonesia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Read Entire Article
Ekonomi | Politic | Hukum | Kriminal | Literatur | SepakBola | Bulu Tangkis | Fashion | Hiburan |