Profil Luis Antonio Tagle, calon penerus Paus Fransiskus asal Filipina

2 weeks ago 11

Jakarta (ANTARA) - Nama Kardinal Luis Antonio Gokim Tagle kembali mencuat sebagai salah satu kandidat kuat dalam pemilihan Paus baru, pasca wafatnya Paus Fransiskus pada Senin Paskah, 21 April 2025. Tokoh Gereja asal Filipina itu dikenal luas sebagai sosok sederhana, progresif, dan memiliki akar yang kuat di Asia.

Kardinal berusia 67 tahun ini dijuluki sebagai “Fransiskus dari Asia” karena kedekatan gaya pastoral dan pemikirannya dengan mendiang Paus Fransiskus, yang selama masa kepemimpinannya dikenal sebagai reformis yang dekat dengan kaum miskin.

Latar belakang dan pendidikan

Luis Antonio Tagle lahir di Manila, Filipina, pada 21 Juni 1957. Ia dibesarkan dalam keluarga Katolik yang taat, dengan ayah berkebangsaan Filipina dan ibu berdarah Tionghoa yang menelusuri leluhurnya dari kawasan Tiongkok Tenggara.

Pendidikan dasarnya ditempuh di St. Andrew’s School, Parañaque, Metro Manila. Ia kemudian melanjutkan studi filsafat di Ateneo de Manila University dan pendidikan teologi di Loyola School of Theology (LST), Quezon City. Setelah menyelesaikan pendidikan imamat di Seminari Tinggi San Jose, ia ditahbiskan menjadi imam Keuskupan Imus pada 27 Februari 1982.

Pada 1985 hingga 1991, Tagle melanjutkan studi doktoralnya di The Catholic University of America di Washington, D.C., Amerika Serikat, dengan spesialisasi dalam bidang eklesiologi. Disertasinya membahas kolegialitas episkopal dalam konteks Konsili Vatikan II.

Baca juga: Sosok Peter Erdo, salah satu calon Paus pengganti asal Hungaria

Kiprah dalam Gereja Katolik

Tagle diangkat sebagai Uskup Agung Manila pada 2011 dan menjadi Kardinal pada 2012 oleh Paus Benediktus XVI. Ia merupakan kardinal ketujuh dari Filipina dan yang pertama menjabat sebagai Prefek Kongregasi Evangelisasi Bangsa-Bangsa, posisi penting yang kerap dijuluki “Paus Merah” karena pengaruhnya terhadap wilayah misi Gereja Katolik, terutama di Afrika, Amerika Latin, dan Asia.

Sebagai pemimpin dikasteri tersebut, Tagle memainkan peran strategis dalam upaya Gereja menyentuh umat di wilayah-wilayah Global South, di mana Gereja Katolik mengalami pertumbuhan signifikan meski menghadapi tantangan budaya dan politik.

Kesederhanaan dan kepedulian sosial

Tagle dikenal luas atas gaya hidupnya yang sederhana. Ia tinggal selama 20 tahun di seminari Filipina dalam kamar tanpa pendingin udara dan televisi. Bahkan setelah menjadi uskup, ia tetap menolak mobil dinas dan memilih menggunakan transportasi umum seperti bus dan jeepney (Kendaraan umum sejenis angkot di Filipina).

Kesederhanaannya ini mengingatkan banyak pihak pada figur Paus Fransiskus. Selain itu, Tagle juga aktif di Caritas Internationalis, sebagai komitmennya terhadap keadilan sosial dan bantuan kemanusiaan global.

Dalam pernyataan publiknya, Tagle kerap menekankan pentingnya Gereja yang inklusif dan berpihak kepada kaum marginal. Dalam kesempatan World Youth Day 2016 di Krakow, ia berkata, “Kadang, kamu merasa tidak berada di tempat yang tepat. Tapi jika kamu hilang, kamu pasti ingin ditemukan.” Pesan ini merefleksikan semangat Gereja yang merangkul semua orang.

Baca juga: Profil Peter Turkson, calon pengganti Paus Fransiskus asal Ghana

Jembatan antara Roma dan Beijing

Salah satu faktor yang memperkuat profil Tagle di Vatikan adalah keterlibatannya dalam diplomasi Gereja dengan Tiongkok. Karena garis keturunan Tionghoanya, ia dianggap memiliki sensitivitas budaya dan komunikasi yang baik dalam membangun hubungan Gereja dengan umat Katolik di Tiongkok, yang berada di bawah tekanan pemerintah.

Pada 2021, ia dipercaya menjadi bagian dari tim Vatikan yang menangani perundingan sensitif mengenai penunjukan uskup di Tiongkok, hal ini menunjukkan kepercayaan tinggi terhadap diplomasi lunak yang ia anut.

Peluang menjadi Paus

Tagle termasuk kandidat kuat dalam Konklaf Kepausan yang akan memilih pengganti Paus Fransiskus. Ia dianggap memiliki keseimbangan antara teologi yang kuat, empati pastoral, dan kemampuan lintas budaya.

Namun, usianya yang masih tergolong muda untuk standar pemilihan paus (67 tahun) bisa menjadi faktor yang mengurangi peluang, karena para kardinal umumnya mempertimbangkan masa jabatan yang tidak terlalu panjang. Pemilihan paus yang terlalu muda bisa menutup peluang kardinal lain dalam beberapa dekade mendatang.

Jika terpilih, Kardinal Tagle akan mencatat sejarah sebagai paus pertama dari Asia, sekaligus paus pertama keturunan Tionghoa. Kepemimpinannya diharapkan membawa semangat baru, inklusif, dan selaras dengan perubahan demografi Gereja Katolik yang semakin berkembang di belahan dunia selatan.

Baca juga: Komunitas Sant'Egidio: Paus tak pernah putus asa sampaikan pesan damai

Baca juga: Gereja Katedral Makassar doa rosario bagi mendiang Paus Fransiskus

Pewarta: Raihan Fadilah
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2025

Read Entire Article
Ekonomi | Politic | Hukum | Kriminal | Literatur | SepakBola | Bulu Tangkis | Fashion | Hiburan |