Langkah ini akan mempercepat pembuatan undang-undang hingga 70%, tetapi para ahli memperingatkan adanya masalah 'keandalan' dengan kecerdasan buatan.
Senin, 21 Apr 2025 10:42:00

Uni Emirat Arab (UEA) berencana menggunakan kecerdasan buatan (AI) untuk membantu menyusun undang-undang baru serta meninjau dan memperbaiki hukum yang sudah ada.
Negara Teluk ini akan memanfaatkan teknologi yang telah mereka investasikan miliaran dolar.
Rencana untuk "regulasi berbasis AI" ini, menurut media negara, melampaui apa yang ada di tempat lain, kata peneliti AI, meskipun detailnya masih minim.
Pemerintah lain menggunakan AI untuk meningkatkan efisiensi, seperti meringkas RUU atau meningkatkan layanan publik, tetapi tidak untuk secara aktif menyarankan perubahan pada undang-undang dengan mengolah data pemerintah dan hukum.

Lebih cepat dan tepat
“Sistem legislatif baru ini, didukung oleh AI, akan mengubah cara kami membuat undang-undang, membuat prosesnya lebih cepat dan tepat,” kata Sheikh Mohammad bin Rashid Al Maktoum, penguasa Dubai dan wakil presiden UEA, seperti dikutip media negara dan dilansir Financial Times, Senin (21/4).
Para menteri pekan lalu menyetujui pembentukan unit kabinet baru, Kantor Intelijen Regulasi, untuk mengawasi dorongan AI dalam legislasi.
Rony Medaglia, profesor di Copenhagen Business School, mengatakan UEA tampaknya memiliki “ambisi untuk menjadikan AI sebagai semacam co-legislator,” dan menyebut rencana ini “sangat berani.”
Abu Dhabi telah banyak berinvestasi di AI dan tahun lalu membuka kendaraan investasi khusus, MGX, yang mendukung dana infrastruktur AI BlackRock senilai USD 30 miliar, di antara investasi lainnya. MGX juga menambahkan pengamat AI ke dewan mereka.
UEA berencana menggunakan AI untuk melacak dampak undang-undang terhadap populasi dan ekonomi negara dengan menciptakan basis data besar dari hukum federal dan lokal, bersama dengan data sektor publik seperti putusan pengadilan dan layanan pemerintah.
Banyak tantangan
AI akan “secara rutin menyarankan pembaruan untuk legislasi kami,” kata Sheikh Mohammad, menurut media negara. Pemerintah memperkirakan AI akan mempercepat pembuatan undang-undang hingga 70 persen, menurut laporan rapat kabinet.
Namun, peneliti mencatat ada banyak tantangan dan potensi masalah, mulai dari AI yang sulit dipahami penggunanya, bias dari data pelatihan, hingga pertanyaan apakah AI memahami hukum seperti manusia.
Meskipun model AI mengesankan, “mereka masih menghasilkan halusinasi [dan] memiliki masalah keandalan dan ketahanan,” kata Vincent Straub, peneliti di Universitas Oxford. “Kami tidak bisa mempercayainya sepenuhnya.”
Rencana UEA ini sangat baru karena mencakup penggunaan AI untuk mengantisipasi perubahan hukum yang mungkin diperlukan, kata Straub. Ini juga berpotensi menghemat biaya, karena pemerintah sering membayar firma hukum untuk meninjau legislasi.
Pengawasan manusia sangat penting
“Mereka tampaknya melangkah lebih jauh... dari memandang AI sebagai asisten atau alat untuk membantu dan mengkategorikan, menjadi alat yang benar-benar dapat memprediksi dan mengantisipasi,” kata Straub.
Keegan McBride, dosen di Oxford Internet Institute, mengatakan UEA yang otokratis lebih mudah merangkul digitalisasi pemerintahan dibandingkan banyak negara demokratis.
“Mereka bisa bergerak cepat. Mereka bisa bereksperimen dengan berbagai hal.”
Ada banyak cara kecil pemerintah menggunakan AI dalam legislasi, kata McBride, tetapi ia belum melihat rencana serupa dari negara lain. “Dalam hal ambisi, [UEA] berada di puncak,” ujarnya.
Belum jelas sistem AI mana yang akan digunakan pemerintah, dan para ahli mengatakan mungkin perlu menggabungkan lebih dari satu sistem.
Namun, menetapkan batasan untuk AI dan pengawasan manusia akan sangat penting, kata peneliti.
AI bisa saja mengusulkan sesuatu yang “benar-benar aneh” yang “masuk akal bagi mesin” tetapi “mungkin sama sekali tidak masuk akal untuk diimplementasikan di masyarakat manusia,” kata Marina De Vos, ilmuwan komputer di Universitas Bath.
Artikel ini ditulis oleh

P
Reporter
- Pandasurya Wijaya

Canggih, Malaysia Luncurkan Kantor Khusus AI
Usaha digital telah mendorong perekonomian Malaysia sebesar Rp254 triliun pada tahun 2024.

Sisi Negatif AI yang Perlu Diwaspadai
Kebutuhan pengaturan pemanfaatan kecerdasan buatan ini tengah dikaji oleh pemerintah.

PBNU Ingatkan Masyarakat Waspadai Kelompok Teror Lakukan Propaganda Gunakan AI
Menyiapkan diri, bangsa, dan negara memanfaatkan AI dan menanggulangi dampak buruknya bukan lagi suatu pilihan, namun menjadi keharusan.