Jakarta (ANTARA) - Bulan Muharram merupakan bulan pertama dalam kalender Hijriyah sekaligus menjadi salah satu bulan yang mulia bagi umat Islam. Sebagai salah satu dari empat bulan suci (Al-Ashhur Al-Hurum) bersama Dzulqa’dah, Dzulhijjah, dan Rajab, bulan Muharram dihormati sebagai waktu penuh keberkahan, di mana setiap amalan kebaikan dilipatgandakan pahalanya.
Di samping anjuran untuk memperbanyak ibadah, terdapat pula sejumlah larangan yang harus dihindari umat Islam selama bulan Muharram. Larangan-larangan ini berlandaskan pada kemuliaan bulan tersebut, agar umat Muslim senantiasa menjaga diri dari perbuatan yang dapat mendatangkan dosa. Berikut enam larangan di bulan Muharram menurut ajaran Islam:
Baca juga: Menikah di Bulan Muharram: Antara mitos budaya dan hukum syariat Islam
1. Larangan untuk berperang
Dalam bulan Muharram, perang bersenjata atau segala bentuk konflik fisik sangat dilarang. Hal ini didasari bahwa bulan Muharram termasuk bulan haram yang diagungkan sebagai waktu perdamaian. Perselisihan dan pertempuran hendaknya dihindari agar tercipta suasana aman dan harmonis, sebagaimana disyariatkan dalam Al-Qur’an dan praktik kehidupan Rasulullah SAW.
2. Larangan melakukan tindakan kekerasan dan kejahatan
Segala bentuk perbuatan kriminal, kekerasan, dan kezaliman sangat dilarang, terlebih di bulan suci ini. Umat Muslim dilarang melakukan tindak kejahatan seperti pencurian, penipuan, penganiayaan, hingga pembunuhan. Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Hajj ayat 25:
“...dan siapa yang dimaksud di dalamnya melakukan kejahatan secara zalim, niscaya Kami akan rasakan kepadanya sebagian siksa yang pedih.”
Ayat ini menjadi pengingat bahwa maksiat di bulan haram, apalagi di tanah suci, akan dilipatgandakan dosanya. Sebaliknya, amalan baik juga mendapat ganjaran berlipat.
3. Larangan hura-hura dan berpesta
Bulan Muharram juga dikenal sebagai bulan duka bagi umat Islam, karena di bulan inilah terjadi peristiwa Karbala, yaitu syahidnya cucu Rasulullah SAW, Sayyidina Husain bin Ali. Karena itu, umat Islam dianjurkan untuk menjaga suasana kesedihan dan penghormatan dengan menghindari pesta pora, hura-hura, atau kegiatan yang berlebihan dalam bersenang-senang.
Baca juga: Jalani puasa Asyura tanpa puasa Tasua? Ini hukumnya dalam Islam
4. Mengabaikan kesempatan beribadah dan berbuat baik
Muharram adalah salah satu waktu terbaik untuk memperbanyak ibadah sunnah, seperti puasa Tasu’a (9 Muharram) dan Asyura (10 Muharram), memperbanyak shalat sunnah, serta amalan sedekah. Mengabaikan kesempatan ini sama halnya dengan melewatkan ladang pahala yang besar. Maka dari itu, umat Islam diimbau memanfaatkan bulan ini untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.
5. Menganiaya diri sendiri
Sebagian kelompok memperingati Asyura dengan tradisi melukai diri sebagai simbol penyesalan atau duka. Namun, dalam ajaran Islam, tindakan menyakiti diri sendiri jelas dilarang. Rasulullah SAW mengajarkan bahwa bentuk penghormatan terhadap peristiwa duka tidak dilakukan dengan melukai tubuh, tetapi dengan berdoa, berzikir, dan memperbanyak amal kebaikan.
6. Larangan mengenakan pakaian baru pada hari Asyura
Pada 10 Muharram, umat Islam dianjurkan berpuasa dan memperbanyak ibadah, bukan berpenampilan berlebihan. Memakai pakaian baru pada hari Asyura tidak dianjurkan, karena dapat menimbulkan kesan perayaan di tengah suasana duka mengenang tragedi Karbala. Larangan ini menjadi pengingat agar umat Muslim lebih fokus pada makna peringatan Asyura, bukan pada perayaan lahiriah.
Sebagai bulan suci penuh berkah, Muharram menjadi momen bagi umat Islam untuk memperbanyak amal shalih, mempererat ukhuwah, dan menjauhi segala perbuatan maksiat. Dengan menaati larangan-larangan di atas, diharapkan umat Muslim dapat meraih pahala berlipat ganda sekaligus menjaga kesucian bulan Muharram.
Baca juga: Pram: Festival Muharram 2025 bukan dibatalkan tapi dialihkan
Pewarta: Raihan Fadilah
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.