Harianjogja.com, SOLO–Banyak partai politik yang senang jika reputasi mantan Presiden Joko Widodo atau Jokowi turun. Mereka ingin lepas atau keluar dari bayang-bayang Presiden ke-7 RI itu.
Hal itu diungkap Pengamat politik dari UNS Solo, Moh Abdul Hakim. Menurutnya, jika pengaruh atau elektoral Jokowi masih tinggi beberapa waktu ke depan, partai-partai akan sangat dirugikan. Sebab mereka akan didikte Jokowi dalam menentukan langkah politik.
Hal itu disampaikan Abdul Hakim mengomentari pernyataan Jokowi yang menyebut ada agenda besar politik untuk menurunkan reputasinya melalui isu ijazah palsu dan pemakzulan Wakil Presiden (Wapres), Gibran Rakabuming Raka.
"Selama Pak Jokowi masih mempunyai kekuatan elektoral yang besar, mereka mau enggak mau harus menunggu arahan Pak Jokowi, atau didikte langkah politiknya. Itu bukan sesuatu yang menyenangkan untuk partai-partai," katanya saat diwawancarai Espos, Rabu (16/7/2025).
"Jadi saya rasa yang punya kepentingan agar reputasi Jokowi itu menurun, atau Pak Jokowi kembali ke barak ya, bukan hanya lawan politiknya, tapi secara keseluruhan partai-partai. Sebab mereka tentu ingin keluar dari bayang-bayang Pak Jokowi," sambungnya.
Dengan keluar dari bayang-bayang Jokowi, partai-partai lebih leluasa atau bebas dalam mengambil langkah politik. "Jadi apakah itu konspirasi besar, itu banyak spekulasi di sana. Tapi yang saya baca adalah menurunnya pengaruh politik Pak Jokowi itu menguntungkan banyak pihak. Ini pertarungan segmen politik saja sih," tutur dia.
Abdul Hakim menjelaskan politik Jokowi adalah antitesa dari politik berbasis kepartaian. Menguatnya politik Jokowi selama menjadi Presiden dua periode secara otomatis menurunkan muruah partai.
"Jadi siapa yang berkepentingan ketika reputasi Pak Jokowi menurun, adalah partai-partai yang menginginkan pengaruh mereka lebih kuat dari pengaruh personal. Jadi ya kalau dalam konteks seperti ini hampir semua partai punya kepentingan ke situ. Tidak hanya satu atau dua partai," urai dia.
BACA JUGA: Kaesang Ingin Jadi Ketum PSI Lagi, Jokowi Mengaku Tak Percaya Diri
Mengembalikan Supremasi Parpol
Abdul Hakim menerangkan banyak kajian politik Indonesia beberapa tahun ini bandul politik nasional menjadi sangat personal. Sehingga ketika Jokowi tidak lagi menjabat, partai-partai ingin mengembalikan supremasi mereka.
"Partai-partai berkepentingan bandul ini kembali ke mereka. Suara pengaruh politik itu mestinya berbasis kepada suara partai politik, bukan pribadi-pribadi atau personal seperti ketika era Jokowi," papar dia.
Ditanya apakah Presiden Prabowo Subianto juga berkepentingan atas turunnya reputasi Jokowi, Abdul Hakim menyebut hal itu sulit dijawab. Sebab di satu sisi Prabowo dinilai masih mempunyai kepentingan atau kebutuhan untuk memperkuat legitimasinya sebagai Presiden. "Per hari ini pengaruh Pak Jokowi di akar rumput masih kuat dan justru pada segmen politik ini lah Pak Prabowo paling butuh dukungan politiknya," terang dia.
Sehingga, Abdul Hakim melanjutkan opsi berkonflik dengan Jokowi secara pribadi, bukan sesuatu yang menguntungkan. Tapi situasinya berbeda bila elite Partai Gerindra yang melakukan hal itu.
"Berkonflik secara pribadi, berlawanan dengan Pak Jokowi bukan sesuatu yang menguntungkan. Itu Pak Prabowo. Tapi kalau Gerindra sebagai parpol, saya kira hampir semua partai dengan keputusan Pak Jokowi tidak masuk ke salah satu partai, berharap mereka bisa merebut segmen pendukung Pak Jokowi yang selama ini cenderung nirpartai. Mereka tidak punya identitas partai yang kuat," urai dia.
Sebelumnya, Presiden ke-7 RI Joko Widodo atau Jokowi mengungkapkan dugaan adanya agenda besar politik untuk menurunkan reputasinya di balik isu ijazah palsu dan pemakzulan Gibran Rakabuming Raka dari jabatan Wakil Presiden.
Hal itu dia ungkapkan saat diwawancarai wartawan di rumahnya, Jl Kutai Utara Nomor 1 Kelurahan Sumber, Banjarsari, Solo, Senin (14/7/2025). "Saya berperasaan memang ada agenda besar politik di balik isu-isu ini ijazah palsu, isu pemakzulan. Ini perasaan politik saya mengatakan ada agenda besar politik untuk menurunkan reputasi politik, untuk men-down grade," ujar dia.
Namun, Jokowi menyatakan hal itu merupakan sesuatu yang biasa di dunia politik. "Ya buat saya biasa-biasa saja lah. Iya termasuk isu pemakzulan. Jadi ijazah palsu, pemakzulan Mas Wapres saya kira ada agenda besar politik. Dan biasa saja lah itu," ungkap dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : espos.id