Penjualan obligasi AS oleh China dalam jumlah besar dapat memicu dampak serius bagi ekonomi kedua negara dan pasar global.
Rabu, 16 Apr 2025 12:15:00

Perang dagang antara Amerika Serikat dengan China semakin panas. Terbaru, Presiden AS, Donald Trump menaikan tarif hingga 145 persen untuk barang-barang dari China.
Tak mau kalah, China pun membalas dengan menaikkan tarif sebesar 125 persen terhadap barang-barang AS.
Dalam perang dagang ini, China disebut memiliki sebuah senjata pamungkas untuk menjatuhkan ekonomi AS. Senjata pamungkas yang dimaksud adalah utang AS terhadap China.
Data dari Departemen Keuangan AS, China merupakan pemegang utang AS kedua terbesar yakni dengan jumlah USD 760 miliar. Sementara di posisi pertama adalah Jepang dengan USD 1 triliun.
Alasan tersebut yang membuat China bisa mempersenjatai diri dengan mengajukan kepemilikan Treasury AS kemudian menjualnya.
Menurut Alex Jacquez, kepala kebijakan dan advokasi di lembaga pemikir ekonomi, Groundwork Collaborative, China bisa menjual kepemilikan Treasury dengan harga lebih rendah dari nilai sebenarnya. Hal ini akan mendevaluasi dolar AS.
“Ketika hambatan tarif menjadi sangat ketat sehingga kita tidak lagi dapat mengakses pasar satu sama lain, satu-satunya sumber eskalasi menjadi semacam alat pembalasan yang semakin meningkat seperti menjual utang AS dengan harga lebih rendah dari nilai sebenarnya untuk mendevaluasi dolar," kata Alex Jacquez.
Namun, jika langkah itu dilakukan China, apa yang akan terjadi pada AS, China dan ekonomi global? Simak selengkapnya.
Dampak bagi Amerika Serikat

Penjualan besar-besaran obligasi AS oleh China memiliki beberapa dampak signifikan bagi ekonomi Amerika Serikat.
Pertama, penjualan ini dapat menyebabkan kenaikan suku bunga. Ketika China menjual obligasi, pasokan obligasi di pasar meningkat, yang berpotensi menurunkan harga obligasi dan meningkatkan suku bunga. Hal ini dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi AS karena meminjam uang menjadi lebih mahal bagi bisnis dan konsumen.
Kedua, penurunan permintaan obligasi AS dapat melemahkan nilai dolar AS. Pelemahan dolar dapat membuat impor lebih mahal, yang pada gilirannya dapat meningkatkan inflasi di AS. Inflasi yang tinggi dapat merugikan daya beli masyarakat dan mempengaruhi keputusan investasi.
Ketiga, penjualan besar-besaran ini dapat menciptakan ketidakpastian di pasar keuangan global. Ketidakpastian ini dapat menyebabkan volatilitas harga aset dan mengurangi investasi, yang berpotensi memperburuk kondisi ekonomi.
Dampak bagi China

Di sisi lain, penjualan obligasi AS juga membawa risiko bagi China. Meskipun China berusaha untuk mengurangi ketergantungan pada dolar AS dan mendiversifikasi aset, penjualan obligasi dalam jumlah besar dapat mengakibatkan kerugian finansial.
Jika penjualan dilakukan secara tiba-tiba atau tidak terencana, nilai obligasi dapat turun sebelum China berhasil menjual semuanya.
Selain itu, tindakan ini dapat merusak reputasi China di mata investor internasional. Kepercayaan terhadap ekonomi China dan stabilitas keuangannya dapat terancam, yang dapat mengurangi arus investasi asing. Risiko reputasi adalah faktor penting yang harus dipertimbangkan oleh China dalam mengambil langkah ini.
Penjualan obligasi juga akan mengurangi cadangan devisa China yang dipegang dalam dolar AS. Dengan kurangnya alternatif investasi yang menguntungkan, China mungkin menghadapi kesulitan dalam menemukan instrumen keuangan yang dapat memberikan return setara dengan obligasi AS.
Selain itu, China juga akan mengalami kerugian besar dengan mendevaluasi aset dolarnya dan memperkuat yuan. Hal tersebut akan merugikan output ekonomi global dan domestik karena akan membuat ekspor China lebih mahal.
China tidak menginginkan mata uangnya pada nilai yang lebih tinggi karena dolar AS adalah standar perdagangan global, yang berarti bahwa China akan menghasilkan lebih banyak uang dari mata uang negara lain daripada mata uangnya sendiri.
Akan tetapi, kepemilikan banyak utang AS senilai USD 3 triliun antara bank negara dan domestik, China secara otomatis memiliki pengaruh terhadap nilai dolar.
Dampak Global

Dari perspektif global, penjualan obligasi AS dalam jumlah besar dapat menyebabkan ketidakstabilan di pasar keuangan internasional. Ketidakstabilan ini berpotensi memicu krisis keuangan, yang akan dirasakan oleh negara-negara lain yang memiliki keterkaitan ekonomi kuat dengan AS dan China.
Krisis ini tentunya dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi global secara keseluruhan. Dampak dari penjualan obligasi juga akan dirasakan oleh negara-negara lain seperti Eropa, Kanada, dan Meksiko.
Ketidakpastian yang meningkat dapat menyebabkan penurunan investasi dan pertumbuhan ekonomi di negara-negara tersebut. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya stabilitas pasar obligasi AS bagi ekonomi global.
Selain itu, penjualan obligasi AS dapat mengakibatkan peningkatan ketidakpastian ekonomi global. Investor mungkin menjadi lebih berhati-hati dalam mengambil keputusan investasi, yang dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi di berbagai belahan dunia.
Ketidakpastian ini dapat menciptakan siklus negatif bagi perekonomian global.
Artikel ini ditulis oleh


China menuduh AS menggunakan praktik intimidasi sepihak untuk mengatur ulang aturan perdagangan global.
China 1 minggu yang lalu

Daftar Negara yang Paling Anjlok Akibat Kebijakan Tarif Impor Donald Trump
Situasi ini semakin runyam setelah China melakukan aksi balasan dengan menerapkan tarif tambahan.

Masyarakat AS Paling Dirugikan Akibat Kebijakan Tarif Impor, Trump Tak Sadar soal Itu?
anpa disadari kebijakan tarif akan menaikkan harga bagi konsumen AS. Bahkan, kebijakan ini bisa membawa AS ke dalam jurang resesi.

Sejarah Perang Dagang Amerika dan China
Perang dagang antara AS dan China dimulai pada 2018, namun akar konflik ini sudah ada jauh sebelum itu.


Perang Dagang AS-China Memanas, Trump Naikkan Tarif Impor China Hingga 104%
Keputusan tersebut diumumkan oleh Sekretaris Pers Gedung Putih, Karoline Leavitt, dan diambil di awal masa jabatan kedua Trump.

Tak Hanya Tarif, AS dan China Juga Perang Teknologi Canggih Ini
Memanasnya hubungan Amerika Serikat dengan China tak sekadar tarif dagang semata. Melainkan masuk hingga ranah teknologi canggih.