Eko Suwanto Kritik Pemangkasan TKD, Sebut Rugikan Masyarakat

5 hours ago 2

Eko Suwanto Kritik Pemangkasan TKD, Sebut Rugikan Masyarakat Ketua Komisi A DPRD DIY, Eko Suwanto memberikan keterangan di DPRD DIY, Kamis (9/10/2025). - Harian Jogja - Ariq Fajar Hidayat

Harianjogja.com, JOGJA—Ketua Komisi A DPRD DIY, Eko Suwanto, menilai kebijakan pemangkasan Dana Transfer ke Daerah (TKD) untuk DIY pada 2026 berpotensi merugikan masyarakat. Ia mendorong pemerintah pusat memberikan perhatian lebih terhadap penguatan fiskal daerah agar berbagai persoalan sosial ekonomi dapat ditangani secara optimal.

Eko menekankan bahwa pembangunan daerah tidak dapat dilepaskan dari dukungan fiskal yang memadai. Ia mengingatkan, sejumlah persoalan mendasar seperti pengangguran, kemiskinan, hingga ketimpangan sosial masih membutuhkan intervensi kebijakan yang kuat dari pemerintah pusat maupun daerah.

“Kebijakan ini secara umum merugikan masyarakat. Harapan kita pemerintah pusat juga memberikan perhatian pada pemerintah daerah untuk menambah kekuatan fiskal sehingga di daerah ini sanggup untuk menyelesaikan masalah,” kata Eko Suwanto, Kamis (9/10/2025).

Menurut Eko, pembangunan sejatinya berakar dari desa dan kelurahan. Karena itu, komitmen untuk memperkuat fiskal di tingkat lokal harus menjadi perhatian utama.

“Dengan desa fiskalnya besar, keuangannya besar, yang berputar di situ bisa memberikan stimulus untuk penciptaan lapangan kerja, stimulus untuk peningkatan pendapatan masyarakat, dan stimulus untuk meningkatkan ekonomi rakyat,” tandasnya.

Ia juga mengingatkan agar sejumlah program vital tidak mengalami pengurangan anggaran, terutama yang menyangkut pelayanan dasar kepada masyarakat. “Contohnya layanan kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur. Sektor pariwisata juga penting karena menjadi penyumbang terbesar bagi Jogja,” ucap Eko.

Di sisi lain, Eko mengungkapkan ruang fiskal DIY relatif terbatas. Proyeksi Pendapatan Asli Daerah (PAD) tahun 2026 hanya mencapai Rp1,795 triliun. Angka ini tidak jauh berbeda dari PAD tahun 2025 yang sebesar Rp1,7 triliun, serta perubahan anggaran tahun 2025 yang mencapai Rp1,736 triliun.

Meski anggaran tertekan, dirinya mengapresiasi komitmen pemerintah kabupaten/kota untuk tidak menaikkan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2). Komitmen ini, menurut Eko, disiasati dengan inovasi pembiayaan alternatif, salah satunya melalui gotong royong.

“Misalnya di Kota Jogja, program bedah rumah yang awalnya dibiayai APBD kini dilakukan melalui gotong royong dengan CSR, Baznas, masyarakat, dan pengusaha. Setiap minggu tiga rumah bisa diperbaiki tanpa APBD. Ini best practice bagaimana mengatasi problem penganggaran dengan tidak menaikkan PBB,” ujarnya.

Eko juga mengapresiasi kebijakan tidak menaikkan pajak kendaraan bermotor. Namun, ia mengingatkan pentingnya kepatuhan wajib pajak untuk memastikan penerimaan daerah tetap optimal. (Advertorial)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Read Entire Article
Ekonomi | Politic | Hukum | Kriminal | Literatur | SepakBola | Bulu Tangkis | Fashion | Hiburan |