Jakarta (ANTARA) - Ibadah haji merupakan rukun Islam kelima yang wajib ditunaikan sekali seumur hidup bagi setiap Muslim yang mampu, baik secara fisik, mental, maupun finansial.
Setelah kewajiban itu terpenuhi, ada sebagian umat Muslim yang memiliki keinginan untuk kembali ke Tanah Suci dan menunaikan haji untuk kedua kalinya atau lebih.
Namun, bolehkah ibadah haji dilakukan berulang kali, dan bagaimana hukumnya?
Hukum melaksanakan haji lebih dari sekali
Dalam ajaran Islam, tidak ada larangan untuk menunaikan haji berkali-kali. Melansir NU Online, kewajiban haji (fardhu ain) hanya berlaku satu kali seumur hidup. Ibadah haji berikutnya berstatus sunnah, sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW:
الْحَجُّ مَرَّةً، فَمَنْ زَادَ فَهُوَ تَطَوُّعٌ
“Kewajiban haji itu satu kali. Barang siapa yang menambah lebih dari sekali maka hukumnya sunnah.” (HR. Ahmad)
Artinya, seorang Muslim diperbolehkan kembali berhaji selama memiliki kemampuan.
Namun, hukum tersebut juga dapat berubah. Mengutip penjelasan BPKH, haji kedua atau seterusnya bisa menjadi makruh jika keberangkatan seseorang mengambil jatah orang lain yang belum pernah berhaji.
Pendapat ini disampaikan oleh ulama fikih asal Irak, Ibrahim Yazid An-Nakhai. Menurutnya, ketika kuota terbatas dan banyak calon jamaah mengantre bertahun-tahun, keberangkatan berulang dapat berdampak pada hilangnya kesempatan orang lain dalam menunaikan ibadah wajib.
Dengan kondisi kuota yang terbatas, termasuk di Indonesia, membuat antrean haji bisa mencapai belasan hingga puluhan tahun. Karena itu, memprioritaskan mereka yang belum berhaji dinilai lebih maslahat.
Kemudian, KH A Mustofa Bisri (Gus Mus) dalam "Fiqh Keseharian Gus Mus" menekankan prinsip “Al-Muta’addi Afdhalu min al-Qaashir”.
Artinya, amalan yang memberikan manfaat kepada banyak orang lebih utama dibanding amalan yang manfaatnya hanya untuk diri sendiri.
Dalam konteks ini, menyalurkan dana untuk membantu fakir miskin, anak yatim, atau pembangunan fasilitas pendidikan dinilai lebih besar manfaatnya dibanding melaksanakan haji sunnah yang bersifat individual.
Penjelasan hukum haji lebih dari sekali ini selaras dengan kaidah usul fikih bahwa hukum dapat berubah sesuai situasi.
Aturan pemerintah jeda 18 tahun untuk haji kedua
Untuk mengatur pemerataan kesempatan berhaji, pemerintah menetapkan regulasi mengenai keberangkatan haji kedua dan seterusnya.
Dalam UU Nomor 14 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, calon jamaah hanya dapat kembali berhaji setelah minimal 18 tahun sejak keberangkatan terakhir.
Bunyi aturan dalam Pasal 5 Ayat (1) huruf C menyebutkan:
“Belum pernah menunaikan ibadah haji atau sudah pernah menunaikan ibadah haji paling singkat 18 tahun sejak menunaikan ibadah haji yang terakhir.”
Kebijakan yang ditandatangani Presiden Prabowo pada 4 September 2025 ini dinilai untuk mengatasi panjangnya daftar tunggu haji dan keterbatasan kuota nasional.
Aturan ini pun diharapkan bisa menciptakan sistem penyelenggaraan haji yang lebih adil dan memberikan kesempatan yang sama bagi seluruh masyarakat berangkat ibadah haji.
Meski demikian, aturan jeda 18 tahun tidak berlaku untuk semua orang. Ada pengecualian bagi mereka yang memiliki peran khusus dalam penyelenggaraan ibadah haji, yaitu:
- Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) reguler,
- Pembimbing Kelompok Bimbingan Ibadah Haji dan Umrah (KBIHU), dan
- Petugas Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK).
Kelompok ini dapat tetap berangkat sesuai kebutuhan tugas karena mereka bertanggung jawab dalam pelayanan jamaah selama pelaksanaan haji.
Baca juga: KPK: IHPS I/2025 BPK jadi pengayaan penyidikan kasus kuota haji
Baca juga: Panduan Manasik Haji: Cara pelaksanaannya secara lengkap
Baca juga: Kumpulan doa manasik haji lengkap bacaan latin, arab, dan artinya
Pewarta: Putri Atika Chairulia
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.


















































