Pujian "dewasa” sebelum waktunya bisa jadi tanda beban mental sejak kecil dan picu masalah emosional di masa dewasa.
Rabu, 16 Apr 2025 13:00:00

Ilustrasi anak berolahraga, anak sehat kuat. (Photo by Freepik)
(©@ 2023 merdeka.com)Tidak sedikit dari kita yang pernah melontarkan komentar tanpa memikirkan dampaknya secara mendalam, terutama kepada anak-anak. Salah satu contohnya adalah ketika orang dewasa memuji seorang anak yang tenang dan patuh dengan mengatakan, “Kamu dewasa sekali untuk usiamu.” Sekilas, ungkapan ini terdengar sebagai bentuk apresiasi. Dilansir Huff Post, para terapis mengingatkan bahwa pujian semacam ini bisa menyimpan makna yang lebih kompleks dan berpotensi menimbulkan luka batin di masa depan.
Menurut Justin Vafa William, seorang pekerja sosial klinis berlisensi di Philadelphia, ungkapan tersebut memang biasanya dimaksudkan sebagai pujian. Namun ia menekankan, “Meskipun niatnya baik, hal ini tetap memiliki potensi untuk merugikan.”
Di Balik Pujian: Tanda Anak Mengalami Parentifikasi
Tidak semua anak akan merasakan dampak negatif setelah dipuji sebagai anak yang "dewasa untuk usianya". Pada beberapa kasus, pujian itu mungkin hanya menjadi angin lalu. Namun, bagi anak-anak lainnya, ungkapan ini bisa menjadi cerminan dari kondisi yang tidak ideal dalam kehidupan mereka—yakni saat anak harus menjalani peran dewasa jauh sebelum waktunya.
William menjelaskan, salah satu risiko terbesar dari memberi label “dewasa” kepada anak adalah terjadinya parentifikasi, yakni kondisi ketika seorang anak mengambil tanggung jawab orang tua, baik secara fisik, emosional, maupun mental. Dalam praktiknya, ini bisa berupa anak yang harus membayar tagihan rumah, memasak, berbelanja kebutuhan rumah tangga, atau bahkan merawat orang tua dan adik-adiknya.
“Jika cara pandang terhadap anak terlalu menekankan kedewasaannya, maka itu bisa mendorong terjadinya parentifikasi,” jelas William.
Ketika Anak Harus Tumbuh Terlalu Cepat

Maggie Lancioni, konselor profesional berlisensi asal New Jersey, menambahkan bahwa pujian semacam ini bisa menjadi tanda bahwa seorang anak dipaksa untuk tumbuh terlalu cepat, bukan karena pilihan, melainkan karena keadaan.
“Mereka tidak menjadi dewasa karena mereka ingin,” ujarnya, “mereka menjadi dewasa karena mereka harus—demi bertahan hidup, demi memenuhi kebutuhannya sendiri, dan demi merawat orang lain.”
Coba bayangkan seorang anak yang setiap hari harus menjaga adik-adiknya. Ia tentu tidak punya waktu untuk bermain bersama teman, mengejar hobi, apalagi bermalas-malasan seperti anak seusianya. Ia kehilangan kebebasan masa kecil yang seharusnya penuh canda dan tawa.
Kehilangan Masa Kecil

Anak yang terlalu dini dianggap dewasa sering kali harus menjalani peran orang dewasa sejak usia muda. Hal ini membuat mereka kehilangan kesempatan untuk menjadi “anak-anak” sepenuhnya. William menjelaskan bahwa anak-anak seperti ini tidak diberi ruang untuk bersikap konyol, melakukan kesalahan impulsif, atau sekadar bersikap kekanak-kanakan.
“Mereka juga kehilangan kesempatan untuk menjadi anak yang bebas, yang sedang belajar dan berkembang, melakukan kesalahan dan belajar darinya,” kata William.
Tekanan untuk “selalu terlihat kuat dan dewasa” ini bisa terbawa hingga dewasa dan menciptakan perasaan bahwa seseorang harus menjadi andalan bagi orang lain sepanjang waktu.
Anak “Dewasa” Sering Diandalkan, Namun Tak Seharusnya
Anak-anak yang dianggap dewasa sering kali menunjukkan kekuatan dari dalam diri mereka—seperti empati tinggi dan kemampuan beradaptasi. William menyebut, “Sikap ini biasanya merupakan tanda bahwa mereka peka dan mampu merasakan perasaan orang lain.”
Lancioni menambahkan bahwa anak-anak seperti ini cenderung disukai oleh orang dewasa karena mereka penurut, mudah diajak berkomunikasi, dan sering kali berusaha menyenangkan orang lain sebagai bentuk cara bertahan hidup.
Namun, hal ini menciptakan ketimpangan relasi. Orang dewasa mulai mengandalkan anak-anak dalam cara yang tidak seharusnya. Anak-anak diperlakukan seolah mereka mampu memikul beban emosi dan tanggung jawab yang seharusnya menjadi milik orang dewasa.
Dampaknya di Usia Dewasa: Sulit Meminta Bantuan dan Menetapkan Batasan
Tekanan untuk “selalu dewasa” tidak berhenti saat masa kanak-kanak berakhir. Justru, dampaknya bisa lebih terasa saat memasuki usia dewasa.
Lancioni menjelaskan, “Karena sejak kecil dipanggil ‘dewasa’, Anda mungkin tumbuh menjadi seseorang yang kesulitan mempercayai orang lain, enggan meminta bantuan bahkan saat sangat membutuhkannya, atau menyepelekan perasaan dan kebutuhan diri sendiri.”
Kesulitan untuk menetapkan batasan, kebiasaan menyenangkan orang lain secara berlebihan (people-pleasing), hingga munculnya kecemasan juga sering menjadi efek lanjutan yang dirasakan oleh orang dewasa yang masa kecilnya ‘terlalu cepat tumbuh besar’.
William menyarankan agar orang dewasa yang mengalami ini mulai memperhatikan kebutuhan diri mereka secara fisik, emosional, mental, dan spiritual. “Ini semacam bentuk memberikan cinta kepada diri sendiri—cinta yang dulu tidak sempat Anda rasakan saat masih kecil,” ujar Lancioni.
Waktunya Menyembuhkan Inner Child

Hindari Memberi Label “Dewasa untuk Usianya”, Fokuslah pada Perilaku Spesifik
Meski niatnya baik, Lancioni menyarankan agar orang dewasa mulai menghindari frasa “dewasa untuk usianya”. Ia menjelaskan, “Kedewasaan bukan selalu pujian. Bisa jadi itu adalah sinyal dari sesuatu yang lebih dalam.”
Sebagai gantinya, pujian bisa diarahkan pada perilaku spesifik anak. Misalnya, “Kamu hebat sekali dalam mengungkapkan perasaanmu,” atau “Keren sekali kamu bisa mandiri, tapi ingat, kamu selalu bisa minta bantuan kapan pun kamu butuh.”
Dengan memberi pujian seperti ini, anak tetap mendapat apresiasi tanpa merasa ditekan untuk menjadi seseorang yang “lebih tua dari seharusnya”.
“Kenyataannya, anak-anak seharusnya tidak perlu menjadi dewasa. Mereka harus bisa bertindak sesuai dengan usianya,” ujar Lancioni.
William juga mengingatkan pentingnya mengevaluasi bagaimana kita memperlakukan anak-anak yang tampak lebih dewasa. “Apakah kita menempatkan beban tanggung jawab yang melebihi kapasitas perkembangan mereka hanya karena mereka terlihat mampu?”
Ia menyarankan agar orang tua dan orang dewasa lainnya lebih bijaksana dalam membina kedewasaan anak. Mendorong anak untuk bertumbuh memang penting, namun bukan berarti memberi mereka tanggung jawab yang bukan porsinya.
Kehidupan masa kecil semestinya menjadi fase yang penuh kegembiraan, eksplorasi, dan pembelajaran dari kesalahan. Ketika kita memberikan label “dewasa” kepada seorang anak, bisa jadi kita tidak menyadari bahwa kita sedang menumpukkan harapan dan tanggung jawab yang terlalu besar di pundaknya.
Dewasa bukanlah tujuan akhir masa kecil. Justru, masa kecil yang sehat adalah pondasi terbaik bagi kedewasaan yang utuh dan seimbang di kemudian hari. Maka, biarkan anak-anak tertawa, menangis, bermain, dan tumbuh dalam ruang yang aman dan mendukung. Karena menjadi anak yang bebas dan bahagia hari ini, adalah kunci untuk menjadi dewasa yang sehat secara emosional di masa depan.
Artikel ini ditulis oleh


6 Tanda Depresi dan Kecemasan yang Bisa Terjadi pada Anak dan Remaja
Kondisi depresi dan kecemasan juga bisa terjadi pada anak dan perlu dipahami tanda serta gejalanya oleh orangtua.

7 Tanda yang Tampak saat Dewasa ketika Kurang Kasih Sayang di Masa Kanak-kanak
Kurangnya kasih sayang di masa kecil bisa menunjukkan tanda bahkan hingga seseorang sudah dewasa.

8 Dampak Buruk Terlalu Memanjakan Anak, Orang Tua Wajib Tahu
Meskipun terlihat seperti bentuk kasih sayang, memanjakan anak secara berlebihan dapat memberikan dampak negatif pada perkembangan mereka di masa depan.

10 Alasan Mengapa Anak Zaman Sekarang Lebih Mudah Cemas Dibanding di Masa Lalu
Anak zaman sekarang cenderung lebih mudah mengalami kecemasan dibanding di masa lalu karena sejumlah hal.

Strategi yang Tepat untuk Meningkatkan Rasa Percaya Diri Anak yang Rendah
Untuk meningkatkan rasa percaya diri anak, penting untuk memahami penyebabnya. Simak faktornyaa di artikel ini!

Munculnya Perubahan Perilaku Jadi Tanda Adanya Stres Remaja yang Butuh Intervensi Orangtua
Kondisi stres bisa dialami oleh siapa saja, termasuk pada anak remaja kita. Sejumlah tekanan dalam kehidupan mereka bisa menimbulkan munculnya stres ini.