Apakah tarawih cepat itu sah? Ini penjelasannya menurut ulama

1 week ago 16

Jakarta (ANTARA) - Shalat tarawih merupakan ibadah yang sangat dianjurkan bagi umat Islam selama bulan Ramadhan. Shalat ini dilakukan pada malam hari di waktu sehabis shalat Isya dan di antara Subuh.

Shalat tarawih sendiri memiliki arti ‘rehat’, ‘tenang’, ‘nyaman’, atau ‘lepas dari kesibukan, sebagaimana namanya yang berasal dari kata raha (Arab). Namun, dalam praktiknya, sering kali shalat tarawih dilakukan dengan cepat dan terburu-buru demi menyelesaikan jumlah rakaat tertentu. Hal ini menimbulkan pertanyaan, apakah tarawih yang dilakukan dengan cepat tetap sah?

Hukum shalat tarawih yang cepat

Menurut para ulama fiqih, shalat tarawih yang dilakukan dengan cepat tetap sah, selama syarat dan rukun shalat terpenuhi. Akan tetapi, cara ini dianggap makruh atau tidak disukai karena dapat mengurangi kualitas dan kekhusyukan shalat. Bacaan Al-Qur’an yang terburu-buru berisiko tidak sesuai dengan kaidah tajwid, bahkan dapat merusak makna ayat yang dibaca.

Imam An-Nawawi dalam Syarhul Muhadzdzab menegaskan bahwa para ulama sepakat memakruhkan bacaan Al-Qur’an yang terlalu cepat.

Baca juga: Berapa rakaat shalat tarawih sebenarnya? Mengapa berbeda-beda?

Membaca dengan tartil, sebagaimana yang dianjurkan dalam Surah Al-Muzzammil ayat 4, lebih utama dibanding membaca dengan tergesa-gesa. Ibnu ‘Abbas bahkan menyatakan bahwa membaca satu surat dengan tartil lebih ia sukai dibanding membaca seluruh Al-Qur’an tanpa tartil.

Pentingnya tartil dan thuma’ninah dalam shalat tarawih

Shalat tarawih yang terburu-buru juga dapat mengabaikan thuma’ninah, yaitu jeda atau ketenangan dalam setiap gerakan shalat. Thuma’ninah berarti diamnya seluruh anggota tubuh dalam satu rukun shalat sekurang-kurangnya selama bacaan tasbih (subhanallah). Menurut mayoritas ulama dari mazhab Maliki, Syafi’i, dan Hanbali, thuma’ninah adalah bagian dari rukun shalat, sehingga wajib dilakukan. Rasulullah SAW bersabda:

إِذَا قُمْتَ إِلَى الصَّلاَةِ فَأَسْبِغِ الوُضُوءَ، ثُمَّ اسْتَقْبِلِ القِبْلَةَ فَكَبِّرْ، ثُمَّ اقْرَأْ بِمَا تَيَسَّرَ مَعَكَ مِنَ القُرْآنِ، ثُمَّ ارْكَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ رَاكِعًا، ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَسْتَوِيَ قَائِمًا، ثُمَّ اسْجُدْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ سَاجِدًا، ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ جَالِسًا، ثُمَّ اسْجُدْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ سَاجِدًا، ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ جَالِسًا، ثُمَّ افْعَلْ ذَلِكَ فِي صَلاَتِكَ كُلِّهَا

“Jika engkau menunaikan shalat, maka sempurnakanlah wudhu, lalu menghadap kiblat dan mengucap takbir. Lalu bacalah ayat Al-Qur’an yang menurutmu mudah (Al-Fatihah dan surat). Lalu rukuklah hingga rukuk dengan thuma’ninah. Lantas angkatlah kepala hingga berdiri dengan tegak. Lalu sujudlah hingga sujud dengan thuma’ninah. Lalu bangkitlah hingga duduk dengan thuma’ninah. Lalu sujud kembali hingga sujud dengan thuma’ninah. Kemudian, lakukanlah semua itu dalam seluruh shalatmu.” (HR Al-Bukhari, No. 6251)

Sedangkan menurut mazhab Hanafi, thuma’ninah hukumnya sunnah, sehingga shalat tetap sah meski dilakukan tanpa thuma’ninah. Meski demikian, menjaga ketenangan dalam shalat lebih dianjurkan untuk meningkatkan kekhusyukan dan kualitas ibadah.

Baca juga: Doa setelah Shalat Tarawih, lengkap dengan Arab, latin, dan artinya

Jumlah rakaat tarawih dan anjuran tetenangan

Jumlah rakaat shalat tarawih tidak memiliki ketentuan pasti dari Rasulullah SAW. Beberapa riwayat menyebutkan bahwa beliau pernah melakukan shalat tarawih dengan 8 rakaat, 11 rakaat, 13 rakaat, atau 20 rakaat. Para ulama pun memiliki pandangan berbeda mengenai jumlah rakaat yang paling utama. Namun, yang lebih penting adalah bagaimana kualitas dan kekhusyukan shalat tetap terjaga.

Jika ingin menunaikan shalat tarawih dengan jumlah rakaat yang lebih banyak, seperti 20 rakaat, sebaiknya tetap menjaga tartil bacaan dan thuma’ninah dalam setiap gerakan. Jika tidak mampu, maka mengambil jumlah rakaat yang lebih sedikit, seperti 8 rakaat, dengan menjaga kualitas shalat lebih dianjurkan. Imam An-Nawawi menyatakan bahwa membaca Al-Qur’an satu juz dengan tartil lebih utama dibanding membaca dua juz tanpa tartil.

Dengan berbagai penjelasan di atas, itu artinya shalat tarawih yang dilakukan dengan cepat tetap sah selama memenuhi rukun shalat, tetapi kurang dianjurkan karena dapat mengurangi kualitas ibadah.

Agar shalat tarawih lebih bernilai, sebaiknya dilakukan dengan tartil dan thuma’ninah. Sebagaimana namanya, tarawih berarti istirahat atau ketenangan, sehingga seyogianya dilakukan dengan penuh ketenangan dan kekhusyukan. Rasulullah SAW bahkan bersabda kepada Bilal bin Rabah:

“Wahai Bilal, istirahatkanlah kami dengan shalat!” (HR Ahmad)

Dengan menjaga kualitas bacaan, gerakan, serta kekhusyukan dalam shalat tarawih, umat Islam dapat meraih manfaat dan keberkahan bulan Ramadhan dengan lebih sempurna. Wallahu a’lam.

Baca juga: Niat dan cara shalat tarawih di rumah selama bulan Ramadhan

Baca juga: Daftar bacaan surat pendek imam Shalat Tarawih dan Witir 23 rakaat

Pewarta: Raihan Fadilah
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2025

Read Entire Article
Ekonomi | Politic | Hukum | Kriminal | Literatur | SepakBola | Bulu Tangkis | Fashion | Hiburan |