Memalsukan ijazah di Indonesia adalah tindakan kriminal dengan hukuman penjara dan denda. Pahami aturannya menurut berbagai undang-undang yang berlaku.
Rabu, 16 Apr 2025 12:35:57

Memalsukan ijazah di Indonesia merupakan tindakan kriminal yang berpotensi menimbulkan konsekuensi hukum serius. Baik pemalsuan maupun penggunaan ijazah palsu dapat dijerat dengan berbagai pasal dalam undang-undang yang berlaku.
Ancaman hukumannya beragam, mulai dari penjara hingga denda besar, tergantung pasal yang diterapkan dan tingkat keseriusan tindakan.
Beberapa undang-undang mengatur tentang pemalsuan ijazah, antara lain Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas), dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.
Setiap undang-undang tersebut memiliki pasal-pasal spesifik yang mengatur sanksi bagi pemalsu dan pengguna ijazah palsu, dengan ancaman hukuman yang bervariasi.
Artikel ini akan mengulas lebih detail mengenai pasal-pasal yang relevan dan hukuman yang dapat dijatuhkan kepada para pelaku pemalsuan ijazah. Informasi ini penting untuk dipahami agar masyarakat memahami konsekuensi hukum dari tindakan tersebut dan menghindari perbuatan melawan hukum ini.
Pasal 263 KUHP dan KUHP Baru
Pasal 263 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) mengatur tentang pemalsuan surat secara umum. Memalsukan ijazah termasuk dalam kategori ini karena ijazah merupakan surat resmi yang dapat menimbulkan hak atau kewajiban. Pelaku pemalsuan surat berdasarkan pasal ini dapat dipidana penjara selama-lamanya enam tahun.
KUHP baru (UU No. 1 Tahun 2023) juga mengatur pemalsuan surat dalam Pasal 272, dengan ancaman hukuman penjara paling lama 6 tahun atau denda paling banyak kategori V (Rp 500 juta). Ini menunjukkan keseriusan pemerintah dalam menangani kasus pemalsuan dokumen, termasuk ijazah.
Ancaman hukuman yang terbilang berat ini bertujuan untuk memberikan efek jera dan melindungi integritas sistem pendidikan nasional. Dengan adanya ancaman hukuman yang jelas, diharapkan dapat mencegah tindakan pemalsuan ijazah di masa mendatang.
UU Sisdiknas
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) memiliki pasal khusus yang mengatur sanksi bagi penggunaan ijazah, sertifikat kompetensi, gelar akademik, profesi, dan/atau vokasi palsu. Pasal 69 ayat (1) UU Sisdiknas menetapkan pidana penjara paling lama lima tahun dan/atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Meskipun beberapa pasal dalam UU Sisdiknas terkait sanksi pidana sempat dihapus dalam RUU Cipta Kerja, hal ini telah menuai kritik dan kekhawatiran. Kejelasan sanksi hukum bagi pemalsuan ijazah sangat penting untuk menjaga kualitas dan integritas sistem pendidikan di Indonesia.
Perlu diingat bahwa meskipun ada perubahan regulasi, intinya tetap sama: penggunaan ijazah palsu merupakan tindakan yang melanggar hukum dan akan mendapatkan sanksi tegas. Oleh karena itu, penting untuk selalu jujur dan menghindari penggunaan dokumen palsu.
UU Pendidikan Tinggi
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi juga mengatur sanksi bagi mereka yang menerbitkan ijazah tanpa hak atau melanggar ketentuan lain yang terkait dengan penerbitan ijazah. Hukuman yang tercantum dalam undang-undang ini bisa mencapai penjara 10 tahun dan denda Rp 1 miliar.
Sanksi berat ini ditujukan kepada pihak-pihak yang secara sengaja terlibat dalam proses pemalsuan ijazah, baik perorangan maupun lembaga pendidikan. Hal ini menunjukkan komitmen pemerintah dalam memberantas praktik ilegal tersebut.
Dengan adanya aturan yang tegas, diharapkan dapat mencegah praktik penerbitan ijazah palsu yang merugikan banyak pihak. Lembaga pendidikan dan masyarakat perlu berperan aktif dalam mengawasi dan melaporkan setiap indikasi pemalsuan ijazah.
Faktor yang Mempengaruhi Pemberian Hukuman
Pelaku pemalsuan ijazah tentu terancam dengan hukuman yang berat. Namun, hukuman yang dijatuhkan kepada pelaku pemalsuan ijazah tidak hanya bergantung pada pasal yang dilanggar, tetapi juga pada berbagai faktor lain.
Tingkat kesengajaan pelaku, kerugian yang ditimbulkan, dan bukti-bukti yang diajukan di pengadilan akan dipertimbangkan oleh hakim. Semakin tinggi tingkat kesengajaan dan semakin besar kerugian yang ditimbulkan, maka semakin berat pula hukuman yang akan dijatuhkan. Bukti-bukti yang kuat juga akan mempermudah proses penegakan hukum.
Tentu saja peran penegak hukum untuk bekerja secara profesional dan adil dalam menangani kasus pemalsuan ijazah. Proses peradilan yang transparan dan akuntabel akan memberikan rasa keadilan bagi semua pihak.
Artikel ini ditulis oleh


Hati-Hati, Pelaku Uang Mutilasi Bisa Dipenjara Hingga Denda Rp1 Miliar
Masyarakat dibuat resah dengan peredaran uang pecahan Rp100.000 hasil mutilasi.

Jenis Pelanggaran Pemilu dan Cara Melaporkannya, Perlu Diketahui
Pelanggaran pemilu merujuk pada tindakan yang melanggar aturan dan norma-norma yang telah ditetapkan dalam proses pemilihan umum suatu negara.

Viral Ijazah Dibakar Pacar, Begini Cara Mengurusnya Jika Rusak atau Hilang
Ijazah itu dibakar oleh sang kekasih, Rebecca yang masih duduk di bangku SMA.

Anggota DPRD Lombok Tengah Jadi Tersangka Pemalsuan Ijazah
Penetapan tersangka terhadap anggota DPRD Lombok Tengah berinisial LN itu didasarkan atas beberapa bukti.

Cara Membuat Slip Gaji Palsu: Risiko dan Konsekuensi Hukum yang Harus Diwaspadai
Simak cara membuat slip gaji palsu beserta risiko dan konsekuensi hukumnya.
CNC 1 tahun yang lalu

VIDEO: Ultimatum Pengacara Jokowi untuk Penyebar Isu Ijazah Palsu, Siap-Siap Bisa Dijerat Hukum
Yakup Hasibuan menegaskan saat ini isu ijazah palsu sudah mengarah terhadap serangan pribadi kepada Jokowi


Polisi Selidiki Kasus Ijazah Palsu Caleg
Polisi belum bisa mengambil langkah lebih lanjut dalam penyidikan sebelum ada hasil koordinasi dengan Bareskrim.