Jakarta (ANTARA) - "Piye kabare? enak jamanku toh?" mungkin anda sudah tidak asing lagi dengan ucapan tersebut. Itu adalah slogan populer dari Soeharto yang merupakan presiden kedua Republik Indonesia.
Ia merupakan presiden dengan jabatan paling lama dalam sejarah Indonesia. Soeharto telah menjabat selama lebih dari tiga dekade dari tahun 1967 hingga 1998.
Di era kepemimpinannya, Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi yang terbilang pesat dan dikenal sebagai era Orde Baru yang stabil. Namun, masa jabatannya juga disertai dengan berbagai kontroversi terkait otoritarianisme dan korupsi.
Artikel ini menyajikan secara lengkap profil Soeharto dari kehidupan awal, perjalanan karier militer, masa kepresidenan, hingga warisannya yang penuh pro dan kontra dalam sejarah Indonesia.
Kehidupan awal dan latar belakang
Soeharto lahir pada 8 Juni 1921 di Desa Kemusuk, Bantul, Yogyakarta, dari pasangan petani sederhana Kertosudiro dan Sukirah, namun beberapa informasi juga beredar tentang versi lain bahwa Kertosudiro bukan ayah kandung Soeharto, melainkan ia adalah anak yang diasingkan dari ayah kandungnya yaitu seorang bangsawan dari trah Hamengkubowono II bernama Padmodipuro.
Kemudian Soeharto kecil yang masih berumur enam tahun diasingkan ke desa dan diasuh oleh Kertosudiro. Sebagai anak dari keluarga tidak mampu, Soeharto tumbuh dengan kehidupan yang penuh tantangan dan keterbatasan.
Orang tuanya bercerai saat ia masih kecil, dan ia berpindah-pindah tempat tinggal bersama anggota keluarga lainnya. Keterbatasan ekonomi membuat Soeharto tidak menyelesaikan pendidikan formal yang tinggi, tetapi ketangguhannya membuatnya mampu bertahan di masa-masa sulit.
Pada tahun 1940-an, Soeharto bergabung dengan dunia militer, pertama kali bekerja sebagai tentara Belanda di KNIL (Koninklijk Nederlandsch-Indische Leger) sebelum akhirnya bergabung dengan PETA (Pembela Tanah Air) yang didirikan oleh Jepang untuk melatih para pemuda pribumi menghadapi sekutu.
Inilah yang menjadi titik awal karier militernya dan membentuk karakter disiplin yang kelak berpengaruh dalam gaya kepemimpinannya.
Karier militer dan peran dalam kemerdekaan
Setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945, Soeharto bergabung dengan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan turut serta dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan dari Belanda.
Salah satu kontribusi penting Soeharto adalah dalam Serangan Umum 1 Maret 1949 di Yogyakarta, di mana TNI berhasil merebut kota Yogyakarta dalam waktu enam jam.
Keberhasilan serangan ini tidak hanya mengangkat moral para pejuang, tetapi juga menunjukkan kekuatan TNI kepada dunia internasional.
Prestasinya dalam pertempuran meningkatkan karier militer Soeharto. Ia terus mendapatkan kenaikan pangkat dan menjadi bagian dari tokoh militer yang cukup berpengaruh.
Pada tahun 1962, Soeharto diangkat sebagai Panglima Komando Mandala dalam operasi pembebasan Irian Barat, dan pada 1963 ia menjabat sebagai Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad). Jabatan ini sangat penting dan membuatnya menjadi salah satu sosok militer yang berpengaruh.
Peristiwa G30S/PKI dan awal kepemimpinan
Pada tahun 1965, peristiwa Gerakan 30 September (G30S/PKI) menjadi titik balik dalam perjalanan karier Soeharto. Pada malam itu, sekelompok pasukan Cakrabirawa menculik dan membunuh beberapa jenderal Angkatan Darat.
Soeharto, yang saat itu menjabat sebagai Panglima Kostrad segera mengambil alih kendali dan meredam situasi. Ia mengendalikan pasukan untuk mengatasi situasi darurat dan mengembalikan stabilitas nasional.
Setelah berhasil mengendalikan peristiwa tersebut, Soeharto memperoleh kepercayaan publik dan dukungan dari berbagai pihak, termasuk kalangan militer dan politik.
Situasi yang kacau membuat Soekarno, presiden saat itu, menyerahkan mandat untuk menenangkan negara kepada Soeharto melalui Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) pada tahun 1966.
Dengan surat itu, Soeharto diberikan kewenangan penuh untuk memulihkan keadaan, termasuk menyingkirkan tokoh-tokoh yang diduga terlibat dalam G30S/PKI. Pada tahun 1967, Soeharto didapuk sebagai Pejabat Presiden dan pada tahun 1968, ia resmi menjadi Presiden Republik Indonesia.
Pemerintahan Orde Baru: Stabilitas politik dan pembangunan ekonomi
Era kepemimpinan Soeharto dikenal dengan istilah Orde Baru, sebuah periode yang bertujuan untuk mengoreksi kelemahan dan ketidakstabilan era sebelumnya.
Di awal pemerintahannya, Soeharto menitikberatkan pada stabilitas politik dan keamanan sebagai landasan utama pembangunan.
Orde Baru berfokus pada pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pembangunan nasional yang disertai dengan serangkaian program, seperti Repelita (Rencana Pembangunan Lima Tahun) yang menjadi pilar pembangunan sosial ekonomi Indonesia.
Beberapa pencapaian besar yang diraih selama era Soeharto antara lain:
1. Swasembada pangan
Soeharto memperkenalkan berbagai kebijakan yang mendukung pertanian nasional dan mencapai swasembada pangan pada tahun 1984.
2. Pembangunan infrastruktur
Di bawah kepemimpinannya, berbagai infrastruktur dibangun, termasuk jalan raya, jembatan, bandara, dan pelabuhan yang meningkatkan konektivitas antar wilayah.
3. Pengentasan kemiskinan
Program pembangunan pedesaan dan pengentasan kemiskinan menjadi prioritas, dengan peningkatan akses kesehatan dan pendidikan di pedesaan.
4. Stabilisasi ekonomi
Soeharto bekerja sama dengan para ekonom yang dijuluki “Mafia Berkeley” untuk menstabilkan ekonomi Indonesia dan menarik investasi asing yang membantu pertumbuhan ekonomi.
Namun, di balik keberhasilannya, pemerintahan Soeharto juga dikenal represif. Kebebasan berpendapat dibatasi, serta media berada di bawah pengawasan ketat.
Soeharto tidak ragu menggunakan militer untuk meredam gerakan protes dan pembangkangan, seperti yang terjadi dalam Operasi Seroja di Timor Timur pada tahun 1975.
Pemerintahannya sering menggunakan pendekatan keamanan untuk menjaga stabilitas yang dianggap otoriter oleh banyak pihak.
Korupsi dan kontroversi
Pada akhir masa pemerintahannya, kritik mulai bermunculan terkait dugaan banyaknya praktik korupsi besar-besaran yang melibatkan Soeharto dan keluarganya.
Berbagai kasus penyalahgunaan kekuasaan dan kolusi dilaporkan, menyebabkan kerugian besar bagi negara. Yayasan-yayasan yang dikelola oleh keluarga Soeharto menjadi simbol nepotisme dan memperkaya diri sendiri.
Beberapa pihak memperkirakan kerugian negara mencapai triliunan rupiah akibat praktek-praktek korupsi ini.
Krisis moneter dan jatuhnya Soeharto
Pada tahun 1997, Indonesia diterpa krisis moneter Asia yang menyebabkan inflasi tinggi, pengangguran dan kemiskinan meningkat tajam.
Rakyat mulai kehilangan kepercayaan pada pemerintah, dan terjadi demonstrasi besar-besaran di seluruh Indonesia yang menuntut Soeharto untuk mundur.
Setelah adanya tekanan dari berbagai pihak, termasuk militer dan politisi, Soeharto akhirnya mengundurkan diri pada 21 Mei 1998.
Pengunduran dirinya menandai berakhirnya era Orde Baru dan dimulainya era reformasi di Indonesia.
Warisan dan pengaruh
Soeharto meninggalkan warisan yang kompleks dalam sejarah Indonesia. Di satu sisi, ia dianggap berjasa dalam pembangunan infrastruktur dan stabilitas ekonomi.
Di sisi lain, kebijakan represif dan dugaan korupsi membuatnya menjadi sosok kontroversial.
Setelah mengundurkan diri, Soeharto menjalani sisa hidupnya jauh dari sorotan publik dan beberapa kali menghadapi tuntutan hukum terkait korupsi. Namun, karena alasan kesehatan, ia tidak pernah menjalani proses persidangan.
Pada 27 Januari 2008, Soeharto meninggal dunia dan dimakamkan di Astana Giribangun, Karanganyar, Jawa Tengah.
Soeharto adalah salah satu tokoh paling berpengaruh dalam sejarah Indonesia. Dengan segala pencapaian dan kontroversinya, ia meninggalkan jejak yang mendalam pada bangsa ini.
Pemerintahannya selama 32 tahun membawa pembangunan dan perubahan besar, tetapi juga mengajarkan pentingnya kebebasan dan demokrasi di Indonesia.
Warisannya tetap menjadi bahan perdebatan hingga kini, di mana banyak pihak mengakui kontribusinya dalam pembangunan nasional namun juga mengkritik kebijakan otoriternya.
Soeharto telah memberikan pengaruh besar yang tetap dikenang dalam sejarah Indonesia.
Baca juga: Bamsoet usulkan Soeharto dapat gelar pahlawan nasional
Baca juga: Pimpinan MPR dorong Soeharto dan Gus Dur diberi gelar pahlawan
Baca juga: PKBI bersyukur penetapan dr Soeharto Pahlawan Nasional
Pewarta: Raihan Fadilah
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2024