AS merasa tidak dilibatkan secara optimal dalam perumusan QRIS.
Minggu, 20 Apr 2025 15:35:00

Bank Indonesia (BI) telah menetapkan sejumlah aturan ketat untuk memperkuat sistem pembayaran nasional. Namun, kebijakan ini menuai sorotan dari berbagai pihak, termasuk perusahaan pembayaran asal Amerika Serikat yang menganggap adanya keterbatasan akses dan kurangnya pelibatan dalam proses penyusunan aturan.
Dalam laporan Kantor Perwakilan Dagang Amerika Serikat (USTR) yang dirilis tahun Mei 2025, menjabarkan mengenai Peraturan BI No. 19/8/2017 tentang Gerbang Pembayaran Nasional (GPN). Dalam aturannya, semua transaksi debit dan kredit ritel domestik wajib diproses melalui lembaga switching GPN yang berbasis dan berizin di Indonesia. Tidak hanya itu, kepemilikan asing dalam perusahaan switching dibatasi maksimal 20 persen.
"Kebijakan ini secara otomatis membatasi peran perusahaan asing dalam memproses transaksi ritel domestik, termasuk melarang layanan pembayaran lintas batas untuk kartu debit dan kredit," demikian pandangan Amerika Serikat dalma laporan yang dikutip pada Minggu (20/4).
Tak hanya soal kepemilikan, lewat Peraturan BI No. 19/10/PADG/2017, perusahaan asing juga wajib menjalin kemitraan dengan lembaga switching lokal berizin jika ingin ikut memproses transaksi domestik. Setiap perjanjian kemitraan harus mendapat persetujuan BI, yang hanya akan diberikan jika perusahaan asing mendukung pengembangan industri dalam negeri, misalnya lewat transfer teknologi.
QRIS dan Kekhawatiran Minimnya Keterlibatan Internasional
Masuknya era pembayaran digital dengan QR code juga tak lepas dari regulasi. Pada 2019, Indonesia meluncurkan QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard) melalui Peraturan BI No. 21/2019 sebagai standar nasional untuk seluruh pembayaran berbasis QR di Tanah Air.
Namun dalam proses perumusan kebijakan QRIS, perusahaan pembayaran asing, termasuk dari AS, merasa tidak dilibatkan secara optimal. Mereka mengaku tidak mendapat cukup informasi mengenai perubahan yang akan diberlakukan, maupun kesempatan untuk memberikan masukan terkait interoperabilitas sistem QRIS dengan sistem pembayaran internasional yang sudah ada.
Langkah BI untuk memperkuat kedaulatan sistem pembayaran berlanjut dengan diterbitkannya Peraturan BI No. 22/23/PBI/2020 sebagai bagian dari Cetak Biru Sistem Pembayaran BI 2025. Aturan ini mulai berlaku pada Juli 2021 dan memperkenalkan sistem klasifikasi berbasis risiko serta model perizinan baru.
Namun, satu hal yang kembali menjadi sorotan adalah soal pembatasan kepemilikan asing. Untuk operator layanan pembayaran nonbank (front-end), investor asing hanya diperbolehkan memiliki maksimal 85 persen, dengan batas 49 persen saham yang memiliki hak suara. Sementara untuk perusahaan infrastruktur pembayaran (back-end), batas asing tetap di angka 20 persen.
"Minimnya konsultasi dari BI menjadi salah satu hambatan dalam menciptakan sistem pembayaran yang inklusif dan kompetitif secara global".

Kartu Kredit Pemerintah Jadi Eksklusif GPN
Selanjutnya, pada Mei 2023, BI mengambil langkah baru dengan mewajibkan seluruh transaksi kartu kredit pemerintah diproses melalui GPN. Kebijakan ini juga mencakup kewajiban bagi pemerintah daerah untuk menerbitkan dan menggunakan kartu kredit lokal.
Kebijakan ini kembali memicu kekhawatiran dari perusahaan pembayaran asal AS, yang melihat adanya pembatasan akses terhadap sistem pembayaran elektronik asing dalam transaksi pemerintah. Mereka khawatir langkah ini akan memperkecil peluang partisipasi asing dalam ekosistem pembayaran nasional.
Langkah BI ini disebut sebagai upaya untuk menjaga kedaulatan sistem pembayaran nasional, namun di sisi lain, muncul kekhawatiran bahwa kebijakan tersebut bisa berdampak pada iklim investasi dan keterbukaan terhadap teknologi global.
Meski Indonesia berupaya membangun sistem pembayaran yang mandiri dan efisien, pelaku industri menilai kolaborasi dengan pelaku global tetap penting untuk memperkuat inovasi dan memperluas jangkauan layanan bagi masyarakat.

Artikel ini ditulis oleh


Bank Indonesia soal Maraknya Penyalahgunaan QRIS: Jadi Tanggung Jawab Bersama
Dari sisi konsumen, pembeli diminta untuk memastikan tujuan transaksi pembayaran telah sesuai dengan nama rekening toko tujuan.
QRIS 1 tahun yang lalu

Hati-Hati, Pedagang yang Pungut Biaya Pembayaran QRIS ke Konsumen Bakal Kena Sanksi
Bank Indonesia menegaskan bahwa biaya tambahan (surcharge) atas penggunaan QRIS dibebankan kepada pedagang.

BI Ingatkan Masyarakat untuk Hindari Penukaran Uang Rupiah Melalui Jasa Tidak Resmi
Penukaran uang di luar jalur resmi, seperti di pinggir jalan, rawan terhadap risiko penipuan berupa pemalsuan uang.

BI Bakal Perluas Penggunaan QRIS ke India hingga Korea Selatan
Bank Indonesia terus mendorong akselerasi digitalisasi sistem pembayaran.
QRIS 2 tahun yang lalu