Harianjogja.com, JAKARTA–Pemerintah telah beberapa lama meluncurkan teknologi e-SIM. Sayangnya tingkat migrasi pengguna tergolong rendah. Menurut Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) dari sekitar 25 juta perangkat yang telah berteknologi e-SIM, baru satu juta yang melakukan migrasi.
“Kami tahu bahwa belum semua menggunakan e-SIM, namun demikian kami melihat celah dari 25 juta ponsel yang sudah berteknologi e-SIM, baru satu juta yang migrasi,” kata Meutya Hafid dalam Rapat Kerja (Raker) bersama Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Senin (7/7/2025).
Meutya menegaskan pentingnya percepatan migrasi ke e-SIM bukan hanya dari sisi efisiensi, tetapi juga keamanan data dan pengembangan layanan digital seperti Internet of Things (IoT).
Terlebih proses migrasi ke e-SIM tidak sekadar mengganti kartu fisik, tetapi juga mencakup pembaruan data pengguna dan verifikasi biometrik, yang dinilai penting untuk peningkatan kualitas layanan digital ke depan.
Meutya pun menekankan bahwa pemerintah tidak mewajibkan migrasi penuh ke e-SIM, melainkan mendorongnya secara bertahap.
“Bahasa permennya tidak demikian, bahasa permennya adalah mendorong untuk kemudian migrasi ke e-sim,” ungkapnya.
Untuk pengguna yang masih menggunakan SIM fisik, Meutya mengingatkan saat ini telah ada regulasi yang membatasi kepemilikan kartu berdasarkan Nomor Induk Kependudukan (NIK) untuk tiga nomor.
Ke depan, Komdigi juga mempertimbangkan untuk menerbitkan regulasi tambahan berupa sanksi bagi operator seluler yang tidak mematuhi ketentuan ini.
“Permen itu belum mengatur sanksi ya, ini yang sedang kami exsercise, mungkin kami akan keluarkan permen baru yang mengatur sanksi bagi operator seluler yang tidak mematuhi itu,” ujarnya.
Meutya juga menyoroti pentingnya peran operator dalam memperbarui data pelanggan. Menurutnya, dari 350 juta nomor yang terdaftar di Indonesia, pembaruan data menjadi langkah krusial untuk menjaga integritas sistem komunikasi nasional.
Meutya juga menyambut baik jika DPR berkenan melakukan pengawasan khusus terhadap kepatuhan operator dalam menjalankan instruksi tersebut.
“Jadi monggo jika memang juga DPR melakukan pengawasan khusus terhadap bagaimana operator seluler juga melakukan pemuktahiran data sesuai instruksi dari Komdigi,” kata Meutya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Bisnis.com