Ilustrasi. - Harian Jogja
Harianjogja.com, SLEMAN—Dugaan penipuan surat kekancingan untuk pemanfaatan tanah kas desa terjadi di tiga padukuhan, Kalurahan Condongacatur, Depok, Sleman. Menurut Pemerintah Kalurahan setempat kekancingan ini diterbitkan oleh keturunan Sri Sultan HB VII.
Tiga bidang tanah kas desa itu berada di Padukuhan Kaliwaru, Padukuhan Ngropoh, dan Gempol dimanfaatkan tanpa proses perizinan resmi.
Lurah Condongcatur, Reno Candra Sangaji mengaku mendapatkan informasi penggunaan TKD tanpa izin resmi tersebut dari warga sekitar. Penggunaannya baru dilakukan pada 2025. Ada dua warga yang mengaku mendapat surat kekancingan dari keturunan Sri Sultan HB VII.
“Ada orang yang mengaku keturunan Sri Sultan Hamengku Buwono VII dan menawarkan surat kekancingan pemanfaatan Tanah Kas Desa. Warga juga harus membayar. Nominal persisnya berapa kemarin masih dalam penghitungan,” kata Reno ditemui di kantornya, Kamis (10/7/2025).
Tiga bidang TKD yang digunakan tersebut memiliki luas masing-masing sekitar 500 meter persegi. Tanah itu juga telah dipatok. Namun, Reno mengaku ada satu bidang tanah yang patoknya telah dicabut.
Reno tidak tahu persis penggunaan dua bidang Tanah Kasultanan itu. Hanya saja, satu bidang digunakan untuk kantor outsourching. Pemkal Condongcatur pun telah memberikan surat peringatan pertama atas penggunaan TKD secara ilegal tersebut.
Dalam surat peringatan tersebut dinyatakan bahwa bidang tanah yang dipakai telah memiliki sertifikat hak pakai (SHP) dan anggaduh. Pemkal Condongcatur juga mengirim surat ke Kraton Ngayogyakarta dan Pemda DIY untuk meminta pendampingan terkait adanya warga Condongcatur yang secara sepihak menggunakan TKD.
“Setelah peringatan pertama kami berikan, kami kemudian mengundang warga bersangkutan untuk mendapat penjelasan dari Kanjeng Suryo [KRT Suryo Satriyanto], Senin 7 Juli lalu,” katanya.
Penghageng II Kawedanan Panitikismo, KRT Suryo Satriyanto, kata Reno, menunjukkan langsung surat kekancingan asli.
Saat ini, Pemkal Condongcatur meminta penghentian aktivitas di TKD tersebut. Pengecekan lapangan masih akan dilakukan pekan depan. Pemerintah Kalurahan akan mengambil tindakan atas pemanfaatan TKD itu. “Orang yang menawarkan kekancingan ke warga kami itu belum tahu siapa. Kejadian penggunaan TKD tanpa izin baru pertama kali ini juga,” ucapnya.
Tanah Lembaga
Penghageng II Kawedanan Panitikismo, Kanjeng Raden Tumenggung (KRT) Suryo Satriyanto melalui laman resmi Pemda DIY menyatakan adanya kasus pemanfaatan tanah kas desa terbaru terjadi di Kalurahan Condongcatur. Diduga terdapat lahan tanah kas desa yang diterbitkan kekancingan oleh pihak yang mengklaim sebagai ahli waris dari Sultan Hamengku Buwono VII.
Kraton menilai tindakan tersebut tidak memiliki dasar hukum yang sah dan bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan DIY.
BACA JUGA: Indonesia Akan Impor Gandum dari AS Senilai Rp20,2 Triliun untuk 5 Tahun
“Tanah Kasultanan, termasuk Tanah Kalurahan, merupakan tanah lembaga yang tidak dapat diklaim sebagai warisan pribadi secara turun-temurun,” kata Kanjeng Suryo.
Sejak tahun 2017 telah diterbitkan Surat Edaran Gubernur DIY sebagai bentuk legalitas. Regulasi menegaskan seluruh tanah kasultanan merupakan aset kelembagaan Kasultanan. Selain itu Sebagai landasan hukum, Kraton mengacu pada Peraturan Gubernur DIY No. 33 Tahun 2017 tentang Pemanfaatan Tanah Kasultanan untuk Tanah Kasultanan dan Pergub No. 24 Tahun 2024 untuk Tanah Kalurahan.
"Setiap pemanfaatan lahan tersebut wajib disertai dokumen resmi berupa Serat Kekancingan untuk Tanah Kasultanan dan Surat Keputusan Gubernur DIY untuk Tanah Kalurahan, bukan surat klaim pribadi," demikian tertulis di lama resmi Pemda DIY.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News