Dody Junianto, S.E., M.Eng. - Istimewa.
KINANTI (Klinik Layanan Industri) bukan sekadar program pelayanan teknis, melainkan merupakan inisiatif strategis Dinas Perindustrian dan Perdagangan DIY yang dibangun dengan semangat welas asih, pendampingan, dan pemberdayaan.
Nama "Kinanti" berasal dari tembang macapat, yang bermakna membimbing dengan kasih sayang menuju harapan. Falsafah ini terwujud dalam cara KINANTI melayani, bukan memerintah, melainkan menemani; bukan menuntut, melainkan menguatkan. Seperti pepatah Jawa “sopo nandur bakal ngundhuh”, KINANTI menjadi ladang tempat pelaku IKM (Industri Kecil Menengah) untuk menyemai harapan agar produk lokal mampu bersaing di pasar nasional hingga global.
BACA JUGA: Sejumlah Talut dan Jembatan yang Rusak Akibat Bencana di Bantul Mulai Diperbaiki
Program ini sejalan dengan ASTA CITA, terutama dalam hal transformasi ekonomi, penguatan industri, pengembangan SDM, dan ekonomi inklusif. KINANTI mengintegrasikan pelayanan legalitas usaha seperti NIB, SIINAS, TKDN, sekaligus membuka ruang belajar berkelanjutan bagi pelaku IKM.
Klinik ini juga menyasar kelompok marjinal di pedesaan, menjadi jembatan menuju akses modal, kemitraan, dan pasar yang lebih luas. Di tingkat daerah, KINANTI merealisasikan visi PANCAMULIA Gubernur DIY yakni menggerakkan reformasi kalurahan, memberdayakan kawasan selatan, dan mendorong budaya inovasi serta teknologi berbasis potensi lokal.
KINANTI membawa manfaat bagi pelaku IKM: mulai dari pendampingan legalitas, pelatihan produksi dan digitalisasi, hingga akses ke pembiayaan dan pasar. Kehadirannya menjawab langsung kendala utama IKM (birokrasi rumit, keterbatasan teknis, dan keterpencilan geografis). Melalui branding seperti “Bangga Buatan Jogja” dan sertifikasi TKDN, produk lokal berpeluang tampil dalam proyek pengadaan pemerintah dan pasar ekspor.
Dalam jangka panjang, KINANTI diarahkan untuk meningkatkan jumlah industri formal dan tersertifikasi, menciptakan ekosistem industri yang kolaboratif dan terintegrasi, serta menumbuhkan industri hijau berbasis budaya. Falsafah “saiyeg saeka praya” (bersatu dalam semangat), “hamemayu hayuning bawana” (menjaga harmoni dunia), dan “tuna satak bathi sanak” (mencari untung dengan membawa manfaat sosial), menjadi napas dalam setiap langkah KINANTI.
Prinsip “urip iku urup”, yang bermakna hidup harus memberi manfaat bagi sesama, menjadi landasan spiritual bahwa setiap industri tidak hanya mencari laba, tetapi juga menjadi sumber kehidupan bagi lingkungan sekitar.
Demikian pula falsafah “ngelmu iku kalakone kanthi laku”, mengajarkan bahwa pengetahuan dan keterampilan hanya bermakna bila diwujudkan dalam tindakan nyata dan KINANTI mewujudkannya melalui pendampingan langsung dan pemberdayaan berkelanjutan serta mendorong industrialisasi tak sekadar produktif, tapi juga lestari, manusiawi, dan menyatu dengan nilai lokal.
Budaya masyarakat Jogja yang menjunjung tinggi keselarasan, kesahajaan, dan tata krama menjadi fondasi sosial yang sangat mendukung keberhasilan program KINANTI. Karakter masyarakat Jogja yang dikenal nrima, nglakoni, dan andhap asor bukan berarti pasif, melainkan mencerminkan sikap bijak dan terbuka dalam menerima perubahan dengan tetap menjaga akar budaya.
Dalam konteks ini, KINANTI hadir tidak untuk menggantikan kearifan lokal, tetapi memperkuatnya, mendorong pelaku IKM agar tetap berpegang pada identitas budaya dalam mengembangkan produk dan usahanya. Di Jogja, industri tidak sekadar soal produksi, tapi juga soal rasa, estetika, dan filosofi; sehingga pendekatan KINANTI yang mendampingi dengan welas asih dan menghargai proses sangat sesuai dengan watak masyarakatnya.
Jika terbukti efektif, KINANTI berpotensi direplikasi secara nasional sebagai model layanan industri daerah yang adaptif dan berkeadilan. Proses replikasi ini pun mencerminkan filosofi “alon-alon waton kelakon” bertahap namun pasti yang sangat relevan dalam membangun sistem pelayanan publik yang menyentuh akar persoalan secara mendalam tanpa tergesa-gesa. Dalam semangat budaya Jogja, keberhasilan bukan hanya soal kecepatan, tetapi kebermaknaan dan keberlanjutan.
Akhirnya, KINANTI bukan hanya klinik layanan industri, tapi simbol perubahan paradigma. Ia mengubah wajah pelayanan publik dari birokrasi menjadi solusi, dari regulasi menjadi pendampingan, dan dari data menjadi daya gerak ekonomi rakyat. Dengan filosofi Jawa sebagai fondasi moral dan budaya, KINANTI menjadi pijakan menuju industri yang kuat, berdaya saing, dan berpihak pada rakyat, dari pinggiran untuk Indonesia yang lebih tangguh.
*Kepala Bidang Sarana dan Prasarana Industri, Dinas Perindustrian dan Perdagangan DIY.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News