BMKG memperkirakan bahwa musim kemarau tahun 2025 akan dimulai pada bulan April, dengan puncaknya terjadi antara Juni hingga Agustus.
Senin, 14 Apr 2025 10:14:34

Musim kemarau tahun 2025 diperkirakan akan dimulai pada bulan April dan akan meluas hingga pertengahan tahun. Meskipun durasinya diprediksi lebih singkat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, ancaman kekeringan masih membayangi sejumlah daerah strategis di Indonesia. Informasi ini menjadi sinyal penting bagi sektor pertanian, energi, dan kebencanaan untuk mulai mempersiapkan diri menghadapi puncak kekeringan yang diperkirakan akan terjadi antara bulan Juni hingga Agustus.
Berbeda dengan tahun 2023 yang terpengaruh oleh El Nino yang kuat, musim kemarau 2025 berlangsung dalam kondisi iklim global yang netral, baik di Samudra Pasifik maupun Hindia. Namun, suhu permukaan laut yang lebih tinggi dari biasanya berpotensi menyebabkan gangguan cuaca lokal di Indonesia. Dampak dari kondisi ini bisa berpengaruh pada dinamika pertanian, ketersediaan air bersih, serta meningkatkan risiko kebakaran hutan dan lahan di beberapa daerah.
Prediksi yang dihasilkan dari pemantauan lebih dari 500 zona musim di Indonesia menunjukkan bahwa musim kemarau tidak akan terjadi secara serentak. Beberapa wilayah seperti Sumatera dan Kalimantan akan mengalami musim kemarau lebih awal, sementara daerah lainnya justru mengalami keterlambatan dari pola normal. Walaupun musim kemarau tidak sepanjang tahun sebelumnya, masyarakat dan pemangku kepentingan diingatkan untuk tetap waspada terhadap ancaman kekeringan dan penurunan kualitas udara. Simak informasi lengkapnya berikut, dirangkum dari merdeka.com, Senin (14/4).
Musim Kemarau Mulai Terjadi di Bulan April
Musim kemarau tahun ini dimulai pada bulan April 2025, dengan 115 zona musim (ZOM) yang secara bertahap memasuki periode kering. Perluasan wilayah kering ini diperkirakan akan berlanjut hingga bulan Mei dan Juni, mencakup daerah-daerah seperti Jawa, Bali, Kalimantan, dan Papua, yang dipengaruhi oleh penguatan suhu permukaan laut di sekitar Indonesia. Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, menyampaikan bahwa distribusi awal kemarau tidak terjadi secara bersamaan. Hal ini disebabkan oleh beberapa wilayah yang mengalami kemunduran atau percepatan dibandingkan dengan rata-rata klimatologi periode 1991–2020. Akibatnya, terdapat perbedaan signifikan dalam jadwal masuknya musim kemarau di berbagai zona, yang berdampak langsung pada penyesuaian dalam sektor produksi dan layanan publik.
Beberapa wilayah seperti Sumatera, sebagian Kalimantan, dan Sulawesi menunjukkan variasi dalam awal musim kemarau, baik yang maju, mundur, maupun normal. Indikator seperti suhu permukaan laut dan kelembapan udara menjadi faktor utama dalam pembentukan awan hujan serta perubahan pola angin musiman.
“Awal musim kemarau di Indonesia diprediksi tidak terjadi secara serempak. Pada bulan April 2025, sebanyak 115 Zona Musim (ZOM) akan memasuki musim kemarau. Jumlah ini akan meningkat pada Mei dan Juni, seiring meluasnya wilayah yang terdampak, termasuk sebagian besar wilayah Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Kalimantan, dan Papua,” ujarnya, dikutip dari laman resmi BMKG, Senin.
Kemarau 2025 Diprediksi Lebih Singkat Tanpa Gangguan Iklim di Samudra
Fenomena El Niño dan Indian Ocean Dipole (IOD) yang umumnya menjadi penyebab musim kemarau ekstrem, saat ini terpantau dalam kondisi netral. Hal ini berarti bahwa tidak ada pengaruh signifikan dari dua samudra utama dunia yang biasanya memengaruhi dinamika cuaca di Indonesia.
Dengan kondisi netral ini, musim kemarau tahun 2025 diperkirakan akan berlangsung lebih singkat di sebagian besar daerah. Namun, beberapa tempat seperti Sumatera dan Kalimantan diprediksi masih akan mengalami periode kemarau yang lebih panjang dari biasanya, dengan potensi gangguan lokal akibat suhu permukaan laut yang lebih tinggi dari normal.
Prediksi tersebut menunjukkan bahwa musim kemarau 2025 akan lebih stabil, namun tetap memerlukan kewaspadaan. Pola distribusi curah hujan yang tidak merata bisa menimbulkan dampak yang berbeda di berbagai sektor penting, termasuk pertanian, energi, dan pengelolaan sumber daya air.
“Durasi kemarau diprediksi lebih pendek dari biasanya di sebagian besar wilayah, meskipun terdapat 26% wilayah yang akan mengalami musim kemarau lebih panjang, terutama di sebagian Sumatera dan Kalimantan,” katanya.
Puncak Kemarau Terjadi di Bulan Juni hingga Agustus
Puncak musim kemarau di Indonesia secara keseluruhan diprediksi akan terjadi antara bulan Juni hingga Agustus 2025. Hal ini mencakup sebagian besar wilayah di Indonesia, dengan tingkat kekeringan tertinggi diperkirakan terjadi pada bulan Agustus, sesuai dengan analisis zona musim yang dilakukan oleh BMKG. Beberapa daerah di Sulawesi Utara, seperti Bolaang Mongondow, Minahasa, Manado, dan Bitung, diperkirakan akan mengalami kekeringan yang paling parah pada bulan Agustus. Pola cuaca di daerah tersebut cenderung stabil, tanpa hujan, dan dengan kelembapan udara yang sangat rendah.
Masa puncak musim kemarau ini menjadi sangat penting bagi sektor pertanian dan kehutanan. Pasalnya, rendahnya curah hujan dapat meningkatkan risiko gagal panen, serta memperbesar kemungkinan terjadinya kebakaran hutan dan lahan. Hal ini terutama berdampak pada daerah yang memiliki cadangan air tanah yang terbatas dan infrastruktur embung yang minim. Dengan demikian, perhatian terhadap kondisi cuaca dan pengelolaan sumber daya air menjadi sangat vital dalam menghadapi tantangan ini.
Wilayah yang Mengalami Tiga Kategori Utama Kemarau di Indonesia
Pada tahun 2025, musim kemarau akan dibagi menjadi tiga kategori utama berdasarkan intensitas kekeringannya, di mana setiap wilayah akan menghadapi tantangan yang berbeda yang perlu dipahami secara mendalam.
1. Wilayah dengan Kemarau Normal
- Kategori kemarau normal mencakup daerah yang akan mengalami curah hujan dan durasi kekeringan yang sesuai dengan rata-rata klimatologis tahunan, dengan pola musim yang mirip dengan tahun-tahun sebelumnya. Area ini meliputi sebagian besar Sumatera, bagian timur Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua, di mana kemarau diperkirakan berlangsung antara tiga hingga empat bulan dengan transisi yang tidak ekstrem. Meskipun berada dalam kategori normal, wilayah ini tetap perlu bersiap menghadapi kemungkinan cuaca ekstrem lokal yang dapat terjadi akibat fluktuasi suhu dan kelembapan udara.
2. Wilayah dengan Kemarau Lebih Kering dari Normal
- Beberapa daerah di Indonesia akan mengalami kemarau yang lebih kering dibandingkan dengan kondisi rata-rata, ditandai dengan curah hujan yang sangat rendah, suhu yang tinggi, dan durasi tanpa hujan yang lebih lama. Daerah yang terkena dampak mencakup bagian utara Sumatera, sebagian kecil Kalimantan Barat, sebagian tengah Sulawesi, Maluku Utara, dan bagian selatan Papua. Dalam situasi ini, risiko yang dihadapi meliputi kekeringan lahan, gangguan pasokan air bersih, meningkatnya potensi kebakaran hutan dan lahan (karhutla), serta kemungkinan gagal panen karena tanaman tidak mendapatkan cukup air pada fase pertumbuhan yang kritis.
3. Wilayah dengan Kemarau Lebih Basah dari Normal
- Kategori ini mencakup daerah yang masih menerima curah hujan relatif tinggi meskipun berada dalam musim kemarau, yang dapat membuka peluang bagi produksi pertanian jika dimanfaatkan dengan baik. Wilayah yang termasuk dalam kategori ini antara lain sebagian kecil Aceh, sebagian besar Lampung, bagian barat dan tengah Jawa, Bali, NTB, NTT, serta beberapa area di Sulawesi dan bagian tengah Papua. Kondisi ini berpotensi memberikan keuntungan bagi sektor pertanian dengan memperpanjang musim tanam, namun tetap harus diwaspadai karena cuaca lembap juga dapat memicu pertumbuhan hama tanaman dan penyakit yang lebih cepat berkembang.
Langkah Mitigasi dan Antisipasi dalam Menghadapi Musim Kemarau 2025
Untuk mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan oleh musim kemarau, perlu diterapkan berbagai langkah mitigasi secara terpadu dengan pendekatan yang mempertimbangkan wilayah dan risiko lokal.
1. Penyesuaian Jadwal Tanam dan Varietas Tanaman
- Langkah awal yang direkomendasikan adalah menyesuaikan waktu tanam berdasarkan prediksi awal musim kemarau di setiap zona. Para petani disarankan untuk memilih varietas tanaman yang mampu bertahan terhadap kekeringan, seperti padi gogo atau jagung unggul yang tahan kering, serta menyesuaikan waktu tanam agar tidak bertepatan dengan puncak musim kering. Tujuan dari strategi ini adalah untuk menjaga produktivitas pertanian dan mencegah gagal panen akibat kekurangan air pada tanaman.
2. Optimalisasi Infrastruktur Air dan Embung
- Pemerintah daerah bersama masyarakat perlu memaksimalkan penggunaan embung, sumur bor, dan sistem irigasi mikro sebagai cadangan air selama musim kemarau. Pengisian embung dan penampungan air sebaiknya dilakukan saat curah hujan masih ada, terutama di daerah yang rentan terhadap kekeringan dan tidak memiliki akses air permukaan yang memadai. Infrastruktur tersebut sangat penting untuk mendukung kebutuhan pertanian, konsumsi rumah tangga, serta pemadaman kebakaran hutan dan lahan.
3. Peningkatan Kesiapsiagaan terhadap Karhutla
- Musim kemarau yang lebih kering di beberapa daerah meningkatkan kemungkinan terjadinya kebakaran hutan dan lahan. Oleh karena itu, langkah-langkah mitigasi seperti pembasahan lahan gambut, peningkatan patroli lapangan, dan penerapan sistem peringatan dini harus diperkuat, terutama di daerah rawan seperti Kalimantan, Riau, dan Papua. Upaya ini harus dilakukan sebelum curah hujan benar-benar berhenti agar pengendalian kebakaran hutan dan lahan lebih efektif.
4. Manajemen Kualitas Udara dan Kesehatan Masyarakat
- Kondisi kualitas udara selama musim kemarau dapat menurun secara signifikan, terutama di kawasan perkotaan dan industri yang padat aktivitas. Oleh karena itu, pemerintah dan masyarakat perlu meningkatkan kesadaran tentang pentingnya menjaga kualitas udara, termasuk penggunaan masker, pengurangan pembakaran terbuka, serta penyediaan layanan kesehatan tambahan untuk mengantisipasi penyakit pernapasan dan dampak suhu tinggi terhadap kelompok rentan.
5. Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Energi dan Konsumsi
- Sektor energi dan air bersih menghadapi tantangan tersendiri selama musim kemarau, terutama dalam menjaga pasokan untuk kebutuhan pembangkit listrik tenaga air (PLTA) dan distribusi air baku. Oleh karena itu, efisiensi penggunaan air, diversifikasi sumber energi, serta peningkatan kapasitas penampungan dan pemantauan debit air sungai harus menjadi fokus utama dalam strategi adaptasi jangka menengah. Langkah-langkah ini sangat penting agar layanan publik tetap berjalan dengan baik meski di tengah tekanan musim kering.
“Untuk wilayah yang mengalami musim kemarau lebih basah, ini bisa menjadi peluang untuk memperluas lahan tanam dan meningkatkan produksi, dengan disertai pengendalian potensi hama,” tambah, Dwikorita.
Pertanyaan dan Jawaban (People Also Ask Google)
1. Kapan awal musim kemarau 2025 dimulai di Indonesia?
Musim kemarau 2025 dimulai sejak April secara bertahap di berbagai wilayah dan meluas pada Mei hingga Juni.
2. Apakah musim kemarau 2025 akan lebih parah dari tahun sebelumnya?
Tidak, musim kemarau tahun ini diprediksi lebih pendek dan tidak sekering 2023 karena tidak ada pengaruh El Nino atau IOD.
3. Daerah mana saja yang akan mengalami puncak kemarau paling ekstrem?
Wilayah Jawa Timur, Nusa Tenggara, Sulawesi, dan Maluku diperkirakan mengalami puncak kemarau terparah pada Agustus.
4. Bagaimana dampak kemarau 2025 terhadap sektor pertanian?
Petani disarankan menyesuaikan jadwal tanam, memilih varietas tahan kering, dan mengelola air lebih efisien selama kemarau.
5. Apa langkah mitigasi utama menghadapi musim kemarau 2025?
Mitigasi meliputi pengisian embung air, pembasahan lahan gambut, hingga pengelolaan pasokan air untuk sektor energi dan konsumsi.
Artikel ini ditulis oleh

A
Reporter
- Alieza Nurulita
- Nurul Diva

Jateng Masuk Musim Kemarau Mei 2024, Puncaknya Juli Hingga Agustus
Wilayah yang diperkirakan paling awal memasuki kemarau antara lain Kabupaten Rembang bagian selatan serta sebagian Kabupaten Blora dan Pati.

Puncak Musim Kemarau 2025 Diprediksi Terjadi pada Juni, Siap-Siap Panas dan Terik!
BMKG memprediksi puncak musim kemarau 2025 terjadi Juni-Agustus, terutama di Sumatera, Jawa Barat, Kalimantan Utara, sebagian Sulawesi, dan Papua.
BMKG 1 bulan yang lalu

BMKG Prediksi Puncak Musim Hujan Terjadi pada November 2024-Februari 2025
BMKG mengimbau masyarakat untuk selalu waspada dan melakukan antisipasi dini terhadap potensi cuaca ekstrem yang dapat terjadi.
BMKG 1 tahun yang lalu

Suhu Panas di Indonesia Diprediksi hingga Mei 2024, Tembus 37 Derajat Celsius
BMKG memprediksi musim kemarau mulai memasuki Indonesia pada Mei hingga Agustus 2024.

Cuaca Makin Panas, Kapan Musim Hujan Datang? Ini Data Terbaru BMKG
Dengan demikian, awal musim hujan secara bertahap akan dimulai awal November 2023. Mengapa tidak serentak?
BMKG 2 tahun yang lalu

Musim Hujan Tiba, Waspada Banjir dan Cuaca Ekstrem
Pemerintah daerah dan kementerian serta lembaga terkait diminta mengantisipasi serta mengedukasi masyarakat.

BMKG Prediksi Puncak Musim Hujan Terjadi pada November 2024
Pada periode puncak musim hujan November – Desember 2024 diprakirakan terjadi yang antaranya di Sumatera, Pulau Jawa pesisir selatan, dan Kalimantan.
BMKG 1 tahun yang lalu