Mengapa Semakin Banyak Pria Cabul dan Memiliki Perilaku Seksual Menyimpang? Apakah Film Porno Biang Keladinya?

9 hours ago 4

  1. SEHAT
  2. SEKS

Meningkatnya kasus pelecehan seksual di Indonesia memicu pertanyaan: mengapa perilaku seksual menyimpang pada pria meningkat?

Rabu, 23 Apr 2025 02:00:00

Mengapa Semakin Banyak Pria Cabul dan Memiliki Perilaku Seksual Menyimpang? Apakah Film Porno Biang Keladinya? Ilustrasi video porno (©@ 2023 merdeka.com)

Kasus pelecehan seksual dan perilaku cabul yang melibatkan pria meningkat di Indonesia. Dalam sepekan terakhir, kita terus disodori oleh sejumlah kasus serupa, memicu keprihatinan publik dan pertanyaan mendalam: mengapa fenomena ini tampaknya semakin marak? Apakah benar jumlah pria dengan perilaku seksual menyimpang meningkat, atau hanya peningkatan pelaporan kasus? 

Laporan UNICEF menyebutkan bahwa satu dari delapan anak perempuan di seluruh dunia mengalami kekerasan seksual sebelum usia 18 tahun, mayoritas dilakukan oleh orang dekat atau yang dikenal (UNICEF, 2024). Di Kanada, statistik kriminal menunjukkan lonjakan pelaporan kejahatan seksual hingga tahun 1993, lalu mengalami penurunan (Statistics Canada, 2008). Fenomena ini memunculkan dugaan bahwa meskipun kasus meningkat, kesadaran dan keberanian melapor pun meningkat.

Namun, apakah benar perilaku menyimpang lebih banyak terjadi, atau kita kini hanya lebih waspada dan terbuka membicarakannya?

Perilaku seksual menyimpang sendiri memiliki spektrum yang luas dan tidak semua bersifat kriminal atau berbahaya. Beberapa perilaku mungkin hanya menyimpang dari norma sosial, sementara yang lain jelas merugikan orang lain. Perlu kehati-hatian dalam menggunakan istilah "semakin banyak", karena data empiris yang mendukungnya masih terbatas. Artikel ini akan mengeksplorasi beberapa faktor yang mungkin berkontribusi pada perilaku seksual menyimpang pada pria, tanpa memberikan kesimpulan definitif mengenai peningkatan jumlah kasus.

Berbagai faktor kompleks berinteraksi untuk membentuk perilaku seksual seseorang. Tidak ada satu penyebab tunggal, dan penting untuk menghindari generalisasi yang berbahaya. Analisis yang komprehensif harus mempertimbangkan faktor psikologis, sosial budaya, biologis, dan faktor pengetahuan serta pemahaman tentang seksualitas.

Pornografi dan Perilaku Agresif: Korelasi atau Kausalitas?

Pornografi adalah salah satu konten paling mudah diakses melalui internet. Namun, korelasi antara konsumsi pornografi dan kekerasan seksual bukanlah hubungan yang sederhana.

Sebuah meta-analisis oleh Wright, Tokunaga, dan Kraus (2016) menyatakan bahwa terdapat korelasi lemah hingga sedang antara konsumsi pornografi dan agresi seksual, terutama jika konten yang dikonsumsi mengandung unsur kekerasan. Mereka menyimpulkan bahwa paparan terhadap pornografi kekerasan secara konsisten berhubungan dengan peningkatan sikap permisif terhadap kekerasan seksual.

Namun, studi oleh Ferguson dan Hartley (2022) dalam jurnal Trauma, Violence, & Abuse menunjukkan hasil berbeda. Mereka menemukan bahwa sebagian besar studi yang mengaitkan pornografi dan kekerasan seksual memiliki kelemahan metodologis. Bahkan, mereka menyimpulkan bahwa tidak ada bukti kuat bahwa konsumsi pornografi non-kekerasan menyebabkan peningkatan kejahatan seksual.

Ketika Algoritma Turut Andil

Penelitian terbaru menyoroti bagaimana algoritma pada situs-situs video dewasa memainkan peran dalam memperkuat konsumsi konten ekstrem. The Guardian melaporkan bahwa pengguna yang memulai dengan menonton konten ringan secara bertahap diarahkan oleh algoritma ke materi yang lebih agresif atau menyimpang, menciptakan efek desensitisasi.

Fenomena ini disebut sebagai “spiral konten ekstrem”, di mana kebutuhan akan rangsangan meningkat seiring waktu, membuat sebagian pengguna akhirnya beralih ke fantasi yang lebih menyimpang. Hal ini menjadi perhatian khusus dalam konteks perkembangan otak remaja yang masih rentan terhadap pengaruh eksternal.

Faktor Lain yang Lebih Kuat dari Pornografi

Meskipun pornografi kerap dijadikan kambing hitam, banyak peneliti sepakat bahwa akar masalah perilaku seksual menyimpang jauh lebih kompleks. Faktor psikologis seperti gangguan kepribadian antisosial, riwayat pelecehan atau kekerasan masa kecil, dan minimnya dukungan sosial terbukti lebih berpengaruh.

Malamuth et al. dalam model “Confluence Model of Sexual Aggression” menekankan bahwa pornografi menjadi berbahaya hanya ketika dikombinasikan dengan faktor risiko lain, seperti sikap misoginis atau impulsivitas tinggi (Malamuth, 2001).

Dengan kata lain, tidak semua pria yang menonton pornografi akan bertindak menyimpang. Tetapi pria yang memiliki predisposisi tertentu dan menonton konten kekerasan berpotensi lebih besar menjadi pelaku.

Anak dan Remaja: Korban Akses Tanpa Filter

Akses pornografi tidak lagi terbatas pada usia dewasa. Penelitian oleh Internet Watch Foundation (2023) menunjukkan bahwa usia rata-rata pertama kali mengakses konten porno adalah 11 tahun. Dalam usia di mana otak sedang berkembang, konsumsi konten seksual eksplisit dapat memengaruhi cara berpikir tentang relasi, seksualitas, dan tubuh.

Konten ekstrem bahkan dapat mengaburkan batas antara fantasi dan kenyataan, menjadikan kekerasan seksual terlihat sebagai sesuatu yang “normal” atau bahkan “diterima.” Hal inilah yang dikhawatirkan memicu perilaku menyimpang di kemudian hari.

Peran Edukasi Seks dan Literasi Media

Salah satu cara mengurangi dampak negatif pornografi adalah melalui edukasi seksual yang komprehensif. Sayangnya, banyak sekolah masih menghindari topik ini atau membahasnya terlalu normatif dan dangkal.

Dalam jurnal Sex Education, Jones et al. (2020) menyatakan bahwa program edukasi seksual berbasis literasi media lebih efektif menumbuhkan sikap kritis terhadap konten seksual, termasuk pornografi. Dengan pembahasan seputar persetujuan (consent), kesehatan seksual, dan realitas vs fantasi, remaja menjadi lebih bijak dalam memahami dan menyikapi konten yang mereka konsumsi.

Intervensi dan Solusi Komprehensif

Mengandalkan pelarangan semata terbukti tidak cukup. Perlu pendekatan multidimensi:

  1. Verifikasi usia yang ketat: Platform video dewasa harus menerapkan sistem verifikasi usia yang lebih efektif untuk membatasi akses anak-anak.
  2. Filter algoritma: Regulasi terhadap konten dan algoritma agar tidak secara otomatis merekomendasikan konten ekstrem.
  3. Terapi dan rehabilitasi: Terutama bagi individu yang menunjukkan kecanduan pornografi atau fantasi menyimpang. Terapi kognitif-perilaku (CBT) telah terbukti efektif dalam mengurangi kompulsivitas (Verywell Mind, 2024).
  4. Dukungan korban dan pelaku: Organisasi seperti Lucy Faithfull Foundation di Inggris menyediakan dukungan bagi pelaku yang ingin mencegah dirinya melakukan kejahatan seksual.

Pornografi, khususnya yang ekstrem dan kekerasan, bisa menjadi faktor pemicu. Namun, tidak dapat dianggap sebagai penyebab utama. Kombinasi antara faktor psikologis, sosial, dan sistemiklah yang lebih menentukan.

Daripada hanya menyalahkan satu aspek, pendekatan yang lebih solutif adalah mengedukasi masyarakat, membatasi akses anak terhadap konten berbahaya, dan memberikan layanan rehabilitasi bagi mereka yang membutuhkan. Dengan langkah yang terintegrasi, kita dapat menciptakan lingkungan yang lebih sehat dan aman bagi semua.

Artikel ini ditulis oleh

Rizky Wahyu Permana

R

Reporter

  • Rizky Wahyu Permana
 60 Persen Remaja Usia 16-17 Tahun Sudah Berhubungan Seks

BKKBN: 60 Persen Remaja Usia 16-17 Tahun Sudah Berhubungan Seks

Peran orang tua dan pendidikan bahaya seks bebas penting untuk menekan fenomena ini.

Apakah Tukang Selingkuh Bisa Tobat dan Tidak Mengulangi Perbuatannya? Ini Penjelasannya Secara Psikologis
Film Porno di Indonesia, Era Bioskop hingga Langganan Berbayar

Film Porno di Indonesia, Era Bioskop hingga Langganan Berbayar

Polisi mengungkap bisnis film porno yang menggunakan situs streaming berbayar.

 Fenomena Mengerikan yang Diangkat Film Adolescence

Mengenal Incel: Fenomena Mengerikan yang Diangkat Film Adolescence

Film Adolescence mengangkat fenomena Incel, komunitas online yang dipenuhi kebencian dan misogini, serta kaitannya dengan kekerasan.

Perundungan Kian Mengerikan, Ini Deratan Kekerasan Libatkan Pelajar yang Bikin Geger

Perundungan Kian Mengerikan, Ini Deratan Kekerasan Libatkan Pelajar yang Bikin Geger

Deretan kasus di atas hanya segelintir. Tentu kondisi tersebut sungguh miris. Pelajar seorang tak lagi menunjukkan sikap sebagai seorang anak terpelajar.

Kasus Video Gay Kids di Jakarta Bukti Kejahatan  Pornografi Mengintai Anak Indonesia

Kasus Video Gay Kids di Jakarta Bukti Kejahatan Pornografi Mengintai Anak Indonesia

Bisnis konten 'Video Gay Kids' yang dibongkar Polda Metro Jaya menjadi bukti rentannya anak-anak Indonesia menjadi korban eksploitasi pornografi.

Kemenkes Ungkap Penyebab Kasus Cacar Monyet Meningkat

Kemenkes Ungkap Penyebab Kasus Cacar Monyet Meningkat

Kasus cacar monyet di Indonesia saat ini mencapai 14. Jumlah ini meningkat dibandingkan tahun 2022 hanya satu kasus.

Kasus Pembunuhan dan Pemerkosaan oleh Bocah SMP di Palembang, DPR Minta Akses Situs Porno Dibatasi

Kasus Pembunuhan dan Pemerkosaan oleh Bocah SMP di Palembang, DPR Minta Akses Situs Porno Dibatasi

Menurutnya, pekerjaan rumah besar pemerintah saat ini salah satunya membatasi akses internet atau situs porno di Indonesia.

Badai Rumah Tanggah Pratama Arhan-Azizah Salsha, Ini Alasan Psikologis Seseorang Berselingkuh
Read Entire Article
Ekonomi | Politic | Hukum | Kriminal | Literatur | SepakBola | Bulu Tangkis | Fashion | Hiburan |