Penasihat hukum kedua korban, DF dan RZ meminta Kompolnas dan Polda Metro Jaya untuk mengawal proses penyidikan.
Rabu, 09 Apr 2025 14:58:00

Penanganan kasus dugaan pelecehan seksual yang menyeret eks rektor Universitas Pancasila Edie Toet Hendratno dinilai 'jalan ditempat'.
Penasihat hukum kedua korban, DF dan RZ meminta Kompolnas dan Polda Metro Jaya untuk mengawal proses penyidikan.
Amanda Manthovani dan Yansen Ohoirat, kuasa hukum dari dua korban berinisial RZ dan DF, datang mengadu ke Kompolnas dan Bidang Propam Polda Metro Jaya pada Selasa (8/4).
Bukan tanpa alasan, sudah lebih dari 15 bulan laporan dugaan pelecehan seksual yang dilayangkan ke Polda Metro Jaya dan Mabes Polri itu dinilai madek dan belum ada penetapan tersangka.
"Salah satu keluhan dan aduan yang kami lakukan itu perihal profesionalitas dari tim penyidik. Dalam hal ini perihal jangka waktu, itu salah satu. Jadi ada beberapa poin lagi yang kami sampaikan," kata Yasen saat ditemui, Rabu (9/4).
Yasen mengatakan, pihak terlapor dalam hal ini rektor melakukan intervensi agar penanganan kasus ini tidak berjalan semestinya.
Dia mengatakan, seharusnya ketika perkara itu ditingkatkan dari penyelidikan ke penyidikan, maka dipastikan terdapat peristiwa pidana di dalam laporannya tersebut.
"Nah ketika peristiwa itu sudah ada pidana, kenapa ditahan-tahan tentang penentuan tersangkanya? Itu yang kami duga, apakah memang ada intervensi? Nah kami berharap agar penyidik Polri itu bekerja tegak lurus tanpa ada kepentingan yang lain. Mari kita melakukan penegakan hukum secara profesional tanpa keberpihakan," ucap dia.
"Belum ada tersangka sampai sekarang," tambah dia.
Pengacara Korban Minta Kasus Ditangani Profesional
Sementara itu, Amanda yang ikut mendampingi korban sejak awal, menjelaskan lambannya proses penyidikan berimbas pada kredibilitas sebagai penasihat hukum. Padahal, selama ini penyidiklah akar masalahnya yang dinilai tak kooperatif.
"Para korban seakan-akan kita dipertanyakan kredibilitas kita itu seperti apa. Karena dari penyidik pun sampai dengan saat ini sering tidak kooperatif. Apabila kita bertanya itu by WhatsApp atau telepon dari penyidik itu mungkin hampir tidak menjawab," ujar dia.
Karena itu, Amanda merasa perlu untuk melibatkan Kompolnas dan Bidang Propam Polda Metro Jaya guna menguak fakta yang sebenarnya terjadi di dalam penanganan kasus ini.
"Makanya kita bawa ini ke Kompolnas, kita juga bawa ke Propam. Artinya kita mengadukan hal ini bahwa penyidik kami anggap sudah tidak profesional. Sudah ada keberpihakan seperti itu," ujar dia.
Amanda berharap, kasus kembali ditangani secara profesional dan prosedural. Begitupun telapor, statusnya agar segera dinaikan dari menjadi tersangka.
"Ya proses hukum berjalan sebagaimana mestinya," tandas dia.
Artikel ini ditulis oleh


Kuasa hukum menduga ada intimidasi terkait kasus tersebut dan mendesak Polda Metro Jaya untuk segera menuntaskan kasus tersebut.

Kasus Dugaan Pelecehan Seksual Rektor Nonaktif Universitas Pancasila Naik Penyidikan
Keputusan menaikkan kasus ini ke tahap penyidikan karena penyidik telah menemukan adanya unsur tindak pidana.


Diperiksa Penyidik, Dua Korban Dugaan Pelecehan Eks Rektor UP Berharap Tersangka Segera Ditetapkan
Diperiksa Penyidik, Dua Korban Dugaan Pelecehan Eks Rektor UP Berharap Tersangka Segera Ditetapkan

Korban Pelecehan Beberkan Modus Rektor UP Nonaktif: Dipanggil Menghadap ke Ruang Kerjanya
Ada dua laporan yang diterima Polda Metro Jaya yakni atas nama pelapor RZ Kabag Humas dan Ventura Universitas Pancasila dan DF sebagai pegawai honorer.

Update Kasus Pelecehan Rektor UP Kepada 2 Wanita Bawahannya
Mantan Kapolres Metro Jakarta Selatan tersebut menyebutkan semua fakta yang ada dikumpulkan oleh penyidik, kemudian dipadukan dengan dicari kecocokan.

Terjerat Kasus Pelecehan, Begini Reaksi Rektor Universitas Pancasila usai Dinonaktifkan
Rektor Universitas Pancasila Prof Edie Toet Hendratno (ETH) merasa dirugikan setelah dicopot dari jabatannya.





Kuasa Hukum Menyayangkan Korban Pelecehan Seksual Malah Dicibir Politisasi Kampus
Amanda menuturkan selama kasusnya berjalan di kepolisian, korban sama sekali tidak mendapat perlindungan dari pihak kampus.