Ilustrasi judi oline. - Foto ilustrasi dibuat oleh AI - StockCake
Harianjogja.com, JAKARTA—Upaya pemberantasan judi online (judol) tidak akan efektif jika hanya difokuskan pada sisi hilir, seperti pemblokiran konten maupun pemutusan akses terhadap rekening bank atau akun dompet digital yang terkait dengan aktivitas perjudian.
Menurut Ekonom Piter Abdullah, pendekatan yang selama ini ditempuh lebih banyak menyasar pada aspek hilir, yaitu dengan menutup aliran dana dan memblokir situs-situs yang digunakan untuk aktivitas judi online. Ia menegaskan bahwa langkah-langkah tersebut belum menyentuh inti permasalahan.
“Sementara ini upaya yang dilakukan sudah banyak menutup di hilir, maksudnya aliran uangnya yang ditutup dan situsnya yang ditutup. Tapi kita kan tampaknya belum bisa menemukan sumbernya,” kata Piter yang merupakan Direktur Eksekutif Segara Research Institute saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Kamis.
Piter menekankan bahwa penutupan situs maupun pemblokiran rekening tidak serta-merta menyelesaikan masalah utama. Jika akar permasalahan tidak dicabut, upaya pemblokiran diibaratkannya seperti membabat rumput liar yang akan tumbuh kembali meskipun sudah dipotong.
Artinya, selama pelaku utama di balik bisnis judi online masih bebas beroperasi, maka situs-situs baru dan rekening-rekening baru yang disalahgunakan akan terus bermunculan.
Lebih lanjut, Piter menyampaikan bahwa pemberantasan judi online harus dimulai dari hulu, yaitu dengan mengidentifikasi dan menindak pihak-pihak yang menjadi penyelenggara atau operator dari bisnis ilegal ini.
Ia menekankan pentingnya membongkar jaringan utama yang menjalankan sistem judi online, bukan hanya menangani dampak permukaan yang terlihat.
BACA JUGA: Polisi Tetapkan 2 Tersangka TPPU Judi Online dan Sita Rp530 Miliar
Piter juga menyoroti pentingnya kerja sama lintas sektoral dalam memerangi judi online secara menyeluruh. Menurutnya, peran Badan Intelijen Negara (BIN) dan aparat penegak hukum perlu diperkuat agar dapat menjangkau jaringan yang lebih dalam dan kompleks.
Yang juga tak kalah penting, ia menekankan perlunya kerja sama internasional, mengingat aliran transaksi keuangan dalam bisnis judi online kerap melibatkan negara lain dan melintasi batas yurisdiksi Indonesia.
“Kita tidak mungkin menyelesaikannya sendirian. Harus dengan kerja sama, baik itu di dalam negeri melalui antar-instansi atau antar-otoritas, maupun juga kerja sama dengan negara-negara lain,” kata Piter.
Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) telah menangani 1.385.420 konten judi online sejak Oktober 2024 hingga Mei 2025, dengan mayoritas berasal dari situs web dan alamat IP sebanyak 1.248.405 konten.
Selanjutnya, terdapat 58.585 konten di platform media sosial Facebook dan Instagram, 48.370 konten di layanan berbagi berkas, 18.534 konten di layanan Google, termasuk YouTube, 10.086 konten di platform X, 550 konten di TikTok, 880 konten di Telegram, dan 10 konten di platform lain.
Selain itu, Kemkomdigi juga mencatat hingga Mei 2025 terdapat 14.478 nomor rekening dan 2.188 akun e-wallet yang terindikasi dengan aktivitas judi online serta telah diajukan kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia (BI) untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut.
Adapun perputaran uang dalam tindak pidana judi online berhasil ditekan pada kuartal pertama 2025, berdasarkan data Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
Selama periode Januari hingga Maret 2025, perputaran uang dalam aktivitas judi online tercatat mencapai Rp47 triliun atau jauh lebih rendah dibandingkan pada kurun yang sama tahun 2024 yang tercatat Rp90 triliun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Antara