Harianjogja.com, BANTUL—Program pengembangan perkebunan tebu di Kabupaten Bantul belum sepenuhnya berjalan mulus. Minat petani untuk menanam komoditas itu dinilai belum maksimal lantaran harga jual dan siklus panen yang berdurasi cukup lama dibandingkan tanaman lain.
Program bongkar ratoon berupa peremajaan tanaman tebu lama dengan varietas baru yang lebih unggul dari pemerintah pusat pun disinyalir sulit terealisasi di wilayah ini. Dari target 100 hektare lahan yang akan ditanami tebu lewat Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), hingga kini baru terealisasi sekitar 21 hektare.
Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Bantul, Joko Waluyo menjelaskan, luas lahan yang belum maksimal pada program itu terjadi karena pencairan dana dari pemerintah pusat turun setelah masa tanam di sebagian wilayah sudah lewat. “Memang dari pusat turunnya agak terlambat, banyak petani yang sudah terlanjur tanam duluan” ujar Joko, Kamis (23/10/2025).
Joko menjelaskan, program bongkar ratoon ini memberikan bantuan sebesar Rp14 juta per hektare bagi petani yang mengolah lahan dan menanam tebu baru. Namun, hanya lahan yang belum ditanami yang bisa ikut dalam program ini. "Minimal punya lahan satu hektare bisa mengikuti program ini. Subsidi Rp14 juta itu Rp10 juta untuk pembelian benih dan Rp4 juta untuk mengolah lahan," katanya.
Saat ini, total luas tanaman tebu di Bantul sudah mencapai lebih dari 300 hektare, meski statusnya bukan menjadi komoditas perkebunan unggulan daerah. Hasil panen tebu rakyat sebagian besar dijual ke pabrik gula Madukismo dan pabrik-pabrik di wilayah lain.
“Yang jelas tebu ini masih potensial, apalagi di lahan-lahan yang kurang produktif untuk tanaman pangan dan hampir semua kapanewon di Bantul kondisi tanahnya memungkinkan untuk komoditas itu,” kata Joko.
Hanya saja, Joko mengakui bahwa minat petani untuk menanam tebu menurun. Harga gabah yang kini mencapai Rp6.500 per kilogram dan jagung Rp5.500 per kilogram membuat petani lebih memilih tanaman pangan yang bisa panen tiga hingga empat kali setahun, ketimbang tebu yang hanya dipanen sekali dalam setahun.
"Padahal tahun-tahun sebelumnya luasan lahan tebu di Bantul itu bisa mencapai 1.000 hektare," ungkapnya.
Bupati Bantul Abdul Halim Muslih menyebut bahwa tebu tetap menjadi salah satu komoditas penting untuk mendukung pertumbuhan ekonomi daerah.
“Pertanian adalah sektor prioritas pembangunan di Bantul. Kami berharap para petani dan Gapoktan yang berinisiatif mengembalikan kejayaan tebu di Bantul bisa mengoptimalkan program ini guna mendukung swasembada gula,” katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News