Artikel ini membahas nusyuz dalam perkawinan Islam, meliputi definisi, penyebab, solusi, dan pandangan berbagai mazhab serta NU.
Kamis, 17 Apr 2025 10:36:00

Nusyuz dalam konteks perkawinan Islam mengacu pada ketidakpatuhan atau pembangkangan salah satu pasangan terhadap kewajiban dan hak pasangannya. Baik suami maupun istri dapat melakukan nusyuz, meskipun pembahasan sering berfokus pada istri. Peristiwa pembahasan nusyuz dalam Konfercab PCNU Garut, Jawa Barat baru-baru ini, menyoroti pentingnya memahami konsep ini secara menyeluruh dan adil, tidak hanya dari sudut pandang satu pihak.
Definisi nusyuz beragam menurut ulama. Secara umum, nusyuz berarti durhaka, ketidakpatuhan, pertentangan, dan perlawanan dalam rumah tangga, baik berupa perkataan maupun perbuatan. Kata "nasyz" sendiri berarti menonjol atau timbul, sehingga "zaujatun nasyizah" berarti istri yang durhaka dan menentang suami.
Namun, seperti yang diungkapkan oleh Wakil Ketua V PC Fatayat NU Garut, Chotijah Fanaqi, "Selama ini nusyuz sering diartikan sebagai pembangkangan istri terhadap suami, dapat berupa penolakan terhadap kewajiban rumah tangga atau meninggalkan hak suami dalam hal hubungan seksual tanpa alasan syar'i," menunjukkan adanya interpretasi yang perlu diluruskan.
Kompilasi Hukum Islam (KHI) mendefinisikan nusyuz istri sebagai keengganan menjalankan kewajiban rumah tangga tanpa alasan sah. Namun, KHI kurang jelas dalam mengatur nusyuz suami. Perbedaan pendapat ulama terkait definisi nusyuz juga muncul, bergantung pada mazhabnya. Beberapa mazhab mendefinisikan nusyuz berdasarkan tindakan spesifik, sementara mazhab lain menekankan pada aspek ketidakpatuhan umum.
Berbagai Perspektif tentang Nusyuz
Berbagai mazhab memiliki pandangan yang berbeda mengenai definisi nusyuz. Mazhab Hanafiyah, misalnya, mendefinisikan nusyuz istri sebagai keluar rumah tanpa izin suami. Mazhab Malikiyah berpendapat nusyuz terjadi jika istri menolak untuk bersenang-senang dengan suami.
Sementara itu, Mazhab Syafi'iyah melihat nusyuz sebagai pelanggaran perintah Allah dan suami. Sedangkan nusyuz suami, menurut Mazhab Hambali, dapat berupa perlakuan kasar, tidak memberikan nafkah, atau mengabaikan kewajiban sebagai suami. Perbedaan ini menunjukkan kompleksitas dalam memahami dan menerapkan konsep nusyuz.
Pandangan NU, sebagai organisasi keagamaan terbesar di Indonesia, menekankan pentingnya keadilan dalam memutuskan perkara nusyuz. Seperti yang disampaikan oleh Chotijah Fanaqi, "Sebagai organisasi keagamaan terbesar di Indonesia, NU memiliki pandangan yang jelas mengenai nusyuz, termasuk yang dilakukan oleh suami," menunjukkan komitmen NU untuk melihat permasalahan ini secara seimbang dan adil bagi kedua belah pihak.
Konsep nusyuz dalam konteks hubungan suami istri diangkat dari ayat Al-Qur'an Surat An-Nisa' ayat 34 dan 128, mengenai pentingnya perlakuan baik dalam sebuah pernikahan. Ayat-ayat ini menekankan pentingnya komunikasi dan saling pengertian, sebagaimana dijelaskan oleh Mufassir ath-Thabari yang menghubungkan nusyuz dengan kurangnya komunikasi suami istri.
Penyebab dan Solusi Nusyuz
Nusyuz dapat disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk ketidakadilan, ketidakseimbangan peran dan tanggung jawab, ketidakdewasaan emosional, kurangnya komunikasi, dan masalah ekonomi. Solusi yang bijak, seperti yang dianjurkan dalam Al-Quran (QS An-Nisa: 34), dimulai dengan nasihat, kemudian pisah ranjang, dan sebagai langkah terakhir, "pemukulan" yang diinterpretasikan sebagai tindakan mendidik, bukan kekerasan fisik. Namun, kekerasan fisik tidak dibenarkan dalam Islam maupun hukum positif Indonesia.
Solusi yang lebih efektif dan dianjurkan adalah dialog, mediasi, dan konseling. Perceraian hanya menjadi pilihan terakhir jika upaya lain gagal. Hal ini juga berlaku untuk nusyuz suami, yang meliputi pengabaian nafkah, perlakuan kasar, atau ketidakpedulian terhadap kebutuhan istri. Konsultasi dengan ahli agama atau konselor pernikahan sangat dianjurkan.
Musthafa al-Bugha dalam al-Fiqh al-Manhaji 'ala Madzhab al-Imam al-Syfi'i mendefinisikan nusyuz perempuan sebagai sikap durhaka yang ditunjukkan kepada suami dengan tidak melaksanakan kewajiban taat. Namun, penting untuk diingat bahwa pendekatan yang holistik dan bijaksana sangat diperlukan dalam menangani nusyuz, selalu mengedepankan dialog, komunikasi, dan pemahaman.
Pembahasan nusyuz dalam Konfercab PCNU Garut menunjukkan kepedulian terhadap hak perempuan dan pentingnya melihat nusyuz sebagai masalah yang dapat terjadi pada kedua belah pihak dalam pernikahan. Perhatian terhadap keadilan dan keseimbangan dalam rumah tangga menjadi kunci utama dalam menyelesaikan masalah nusyuz.
Artikel ini ditulis oleh


Kejutan Putusan Sidang Perceraian Baim Wong dan Paula Verhoeven
Pengadilan Agama Jakarta Selatan telah menolak permohonan gugatan balik yang diajukan oleh Paula Verhoeven terkait nafkah iddah dan madya dari Baim Wong.


Sosok Nyai Hamdanah Kudus, Ziarah ke Makamnya Dipercaya Cepat Dapat Jodoh
Kiai Maimoen Zubair alias Mbah Moen menuturkan barang siapa ingin enteng jodoh, maka berziarahlah ke makam Nyai Hamdanah.

Paula Verhoeven Dapat Nafkah Mut'ah Rp 1 Miliar Setelah Bercerai dari Baim Wong
Pengadilan Agama Jakarta Selatan memutuskan Paula Verhoeven mendapatkan nafkah mut'ah Rp 1 miliar dari Baim Wong setelah perceraian mereka.

Keilmuannya diakui banyak orang, banyaj murid-muridnya jadi kiai besar, salah satunya Mustofa Bisri atau Gus Mus



Hukum Pernikahan Sesama Jenis dalam Islam, Berikut Penjelasannya
Secara umum mayoritas mazhab Islam menganggap bahwa pernikahan sesama jenis tidak diperbolehkan dalam Islam.

Bela Gus Yahya, Wakil Ketua Takmir Masjid PBNU 'Semprot' Nusron Wahid Soal Pansus Haji
Gus Falah malah menilai yang dilakukan Nusron justru cenderung bermuatan dendam pribadi.

Jejak Nusron Wahid di NU, Dulu Dicopot dari Pengurus PBNU Kini Kritik Gus Yahya
Jejak Nusron Wahid di NU, Dulu Dicopot dari Pengurus PBNU Kini Kritik Gus Yahya