Kredit Mengendap di Perbankan Tembus Rp2.372 Triliun

1 hour ago 1

Harianjogja.com, JAKARTA—Nilai fasilitas kredit yang belum dicairkan debitur mencapai Rp2.372 triliun per Agustus 2025. Ekonom menilai bank BUMN  mengalami lonjakan paling tinggi dibanding kelompok bank lain.

Chief Economist The Indonesia Economic Intelligence (IEI) Sunarsip mengungkapkan secara tahunan, fasilitas kredit yang belum ditarik debitur (undisbursed loan) di bank milik negara mencatatkan pertumbuhan tertinggi diantara kelompok bank lainnya per Juni 2025.

“Bank BUMN mencatatkan pertumbuhan undisbursed loan tertinggi, yaitu sebesar 20,90% YoY per Juni 2025,” kata Sunarsip dalam laporannya, dikutip Kamis (18/9/2025).

Menurut kelompok bank, pertumbuhan undisbursed loan di kantor cabang bank asing tercatat tumbuh 8,52% secara tahunan (year on year/YoY), bank umum tumbuh 7,07%, dan bank swasta naik 3,67% YoY. Sebaliknya, Bank Pembangunan Daerah (BPD) mencatat penurunan undisbursed loan hingga 26,64% YoY pada Juni 2025.

Sunarsip mengatakan, tingginya nilai undisbursed loan ini diantaranya dipicu oleh lingkungan usaha yang masih lemah pasca krisis pandemi serta suku bunga kredit yang masih relatif tinggi.

“Tingginya nilai undisbursed loan antara lain dipengaruhi oleh lingkungan usaha yang masih lemah pasca krisis pandemi serta masih relatif tingginya suku bunga kredit,” ungkapnya.

BACA JUGA: BPBD DIY Catat 62 Kecelakaan Laut, 107 Orang Jadi Korban

Jumlah Kredit Mengendap

Bank Indonesia (BI) sebelumnya mengungkap bahwa sikap menunggu pelaku usaha (wait and see), suku bunga kredit yang masih tinggi, dan lebih besarnya pemanfaatan dana internal untuk pembiayaan usaha menjadi faktor melambatnya kredit perbankan.

Perkembangan ini mengakibatkan fasilitas pinjaman yang belum dicairkan masih cukup besar, tecermin dari rasio undisbursed loan pada Agustus 2025 yang mencapai Rp2.372,11 triliun atau 22,71% dari plafon kredit yang tersedia.

Adapun persoalan kredit mengendap ini juga sempat disorot oleh Komisi XI DPR RI dalam rapat kerja bersama Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Wakil Ketua Komisi XI Dolfie Othniel Frederic Palit menilai adanya tambahan dana dari pemerintah ke bank sebesar Rp200 triliun akan menjadi beban bagi perbankan, mengingat kredit mengendap per Juni 2025 mencapai Rp2.300 triliun.

Untuk diketahui, Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa pada Jumat (12/9/2025) resmi mengalihkan Rp200 triliun kas pemerintah di BI ke sistem perbankan untuk menjaga likuiditas dan mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Perinciannya, BRI, BNI, dan Bank Mandiri masing-masing sebesar Rp55 triliun, BTN sebesar Rp25 triliun, dan BSI sebesar Rp10 triliun. Penempatan anggaran jumbo tersebut digunakan untuk pertumbuhan sektor riil.

“Rp2.000 [triliun] belum bisa dimaksimalkan, masuk lagi Rp200 [triliun], malah bikin beban,” kata Dolfie dalam raker bersama DK OJK di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (18/9/2025).

Tergantung Kondisi Ekonomi

Menanggapi hal itu, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae menuturkan bahwa realisasi penarikan kredit sangat bergantung pada kondisi makro, kebutuhan debitur, dan siklus bisnis.

Kendati begitu, dia memperkirakan percepatan realisasi kredit akan terjadi pada akhir tahun mengingat secara historis permintaan kredit biasanya meningkat pada kuartal IV atau setiap akhir tahun.

“Ini ada yang kita sebut sebagai bisnis cycle. Jadi memang kalau kita melihat itu menjelang akhir tahun di normalnya, akan terjadi percepatan realisasi ini,” jelas Dian.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : Bisnis.com

Read Entire Article
Ekonomi | Politic | Hukum | Kriminal | Literatur | SepakBola | Bulu Tangkis | Fashion | Hiburan |