Penundaan tarif impor oleh Presiden Amerika Serikat turut berkontribusi penguatan IHSG.
Kamis, 17 Apr 2025 15:46:00

Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa Efek Indonesia (BEI), Irvan Susandy, menjelaskan sejumlah faktor yang membuat Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berada di zona hijau dalam beberapa hari terakhir. Menurutnya, kondisi ini selaras dengan tren positif yang juga terjadi di berbagai bursa saham dunia.
Irfan menyebut salah satu faktor utamanya adalah penundaan kebijakan tarif oleh Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, yang membuat banyak perusahaan di seluruh dunia mengalami penguatan harga saham. Ini turut mendorong pasar Indonesia untuk kembali tumbuh setelah sempat melemah cukup dalam.
"Ya, jadi terutama anjok kita yang terakhir ya, karena memang kita libur cukup panjang. Jadi, para investor asing maupun lokal ini menghitung perkembangan yang terjadi di bursa lain, di negara lain, di dunia ini, yang mana mereka tetap buka. Nah, faktor-faktornya seperti kita tahu, seperti kebijakan tarif waktu itu, yang Donald Trump nunjukkan, yang cukup mengagetkan bagi banyak negara, termasuk kita, gitu ya," ujar Irfan dalam acara Cuan Mix dikutip dari Youtube Liputan 6, Kamis (17/4).
Selain faktor eksternal, Irfan bilang dukungan dari dalam negeri juga berperan penting dalam membangkitkan kepercayaan pasar. Kebijakan pemerintah yang memberikan stimulus, inflasi yang terjaga, serta cadangan devisa yang cukup kuat semua ini menambah kepercayaan investor bahwa perekonomian sedang menuju arah yang lebih baik.
"Jadi ada faktor eksternal secara global, ada juga dari faktor internal, artinya dari dalam kondisi negara kita sendiri. Itu terkait dengan kondisi saham kita sekarang yang sudah mulai menghijau," paparnya.
Irfan juga menyoroti kembali momen penting yang sempat mengguncang pasar, seperti anjloknya IHSG pada 8 April sebesar 9 persen dan pada 18 Maret sebesar 5 persen. Dia menjelaskan penurunan tajam tersebut tidak lepas dari dampak libur panjang yang membuat pasar Indonesia tertinggal dalam merespons dinamika global.
"Ya, jadi terutama anjok kita yang terakhir ya, Mas, karena memang kita libur cukup panjang. Jadi, para investor asing maupun lokal ini menghitung perkembangan yang terjadi di bursa lain, di negara lain, di dunia ini, yang mana mereka tetap buka," jelasnya.
Resiliens Bursa Indonesia
Faktor global lain yang turut memengaruhi, lanjut Irfan, adalah kebijakan tarif dari Amerika Serikat yang sempat mengejutkan banyak negara, termasuk Indonesia, serta sikap The Fed yang tetap mempertahankan suku bunga tinggi untuk jangka waktu lebih lama. Ketegangan geopolitik antara Amerika Serikat dan China juga memperparah sentimen negatif pasar pada waktu itu.
"Nah, faktor-faktornya seperti kita tahu, seperti kebijakan tarif waktu itu, yang Donald Trump nunjukkan, yang cukup mengagetkan bagi banyak negara, termasuk kita, gitu ya. Kemudian, arah kebijakan The Fed yang saat itu tetap higher for longer. Jadi, proyeksi suku bunga The Fed itu akan dipertahankan di level yang sekarang, dalam waktu yang cukup panjang, dan ketegangan yang terus terjadi antara Cina dan Amerika yang semakin merunci kepada saat itu," lanjut Irfan.
Dari sisi domestik, nilai tukar rupiah yang melemah juga memberi tekanan. Namun, menariknya, ketika Indonesia kembali membuka perdagangan, bursa Asia dan global sudah mulai menunjukkan tanda-tanda pemulihan, sehingga dampak negatif ke Indonesia bisa dibilang tidak terlalu parah.
Dia juga mengungkapkan para investor saat itu cenderung bersikap wait and see, menunggu hasil negosiasi pemerintah Indonesia dengan Amerika Serikat terkait kebijakan tarif resiprokal, serta menantikan data inflasi Maret yang dirilis pada 9 April.
Data inflasi RI menunjukkan angka 1,03 persen, setelah sebelumnya mencatat deflasi pertama sejak tahun 2000 sebesar minus 0,09 persen secara tahunan. Ini memberikan sinyal positif tambahan, yang kemudian membuat IHSG mulai rebound setelah sempat anjlok hingga 9,19 persen.
"Pada saat kita membuka, padahal setelah sehari Senin itu, market dunia itu, termasuk Asia itu, sudah mulai rebound. Sehingga impact-nya ke kita ini, kalau kita melihatnya cukup mild ya, cukup tidak terlalu parah dibanding kalau kita buka pada saat kita libur. Kemudian pada saat itu, kita melihat bahwa investor ini wait and see terhadap negosiasi pemerintah kita dengan US terkait penandaan tarif resiprokalnya," terang Irfan.
Lebih lanjut Irfan menyatakan pergerakan pasar Indonesia saat ini menunjukkan respons yang sehat dan sesuai dengan dinamika global. Hal ini, menurutnya, merupakan pertanda bahwa pasar semakin matang dan adaptif terhadap perkembangan ekonomi dunia.
"Faktor-faktor ini yang kita lihat cukup mengaruhi indeks kita pada saat kita buka langsung turun di poin, di angka 9,19 persen. Tapi setelah itu kita rebound. Dan saya pikir ini suatu yang baik, bahwa market kita pergerakannya sesuai dengan pergerakannya yang terjadi di market-market lain di dunia," Irfan mengakhiri.
Artikel ini ditulis oleh


Ini yang Sebenarnya Terjadi di Balik Pelemahan IHSG
IHSG langsung dihentikan perdagangannya selama 30 menit.


Analisa Menguatnya IHSG, Benarkah Efek Negosiasi Pemerintah terhadap Tarif Impor Amerika?
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berhasil menguat pada perdagangan Rabu, 9 April 2025.
