Di sisi lain, pandangan terhadap China positif. Brazil memiliki 77%, dan Afrika Selatan 73% responden yang memberi nilai positif terhadap pengaruh China.
Minggu, 20 Apr 2025 22:15:00

Foreign Community of Indonesia (FPCI), bekerjasama dengan Körber Stiftung dan BRICS policy Center Kamis lalu melaporkan hasil survei tentang sikap terhadap 20 kebijakan luar negeri di Brasil, India, dan Afrika Selatan.
Dari laporan hasil survei itu ternyata negara-negara tersebut kini bukan lagi sebagai pengikut kekuatan besar, melainkan sebagai aktor independen yang menentang status quo dunia di tengah memanasnya perang tarif Amerika Serikat (AS) dan China.
Menunjukkan Netralitas
Hasil survei terhadap para ahli di negara-negara tersebut menunjukkan kecenderungan kuat bahwa mereka memilih netralitas atau non-blok di tengah konflik global. Di india, sebanyak 52% responden yang menyatakan lebih memilih posisi netral dalam persaingan AS dan China. Sementara di Afrika Selatan, terdapat 80% yang menyatakan sikap netral.
Afrika Selatan dan Brasil Lebih Cenderung Positif terhadap China
Manjeet Kripalani, Dewan Kebijakan Global India, mengatakan, perubahan ini muncul dari kehati-hatian india terhadap China, dan pergeseran pragmatis dalam hubungan dengan AS.
“China adalah negara yang berbatasan langsung dengan kami, dan itu membuat kami tetap waspada. Sementara AS, meski di bawah Presiden AS Trump yang cenderung mementingkan kepentinganya sendiri, justru menjadi mitra strategis karena kami mendapat banyak alutsista dari mereka. Tetapi tetap, India memilih untuk menjaga otonomi strategisnya,” kata Manjeet, dalam diskusi yang diadakan FPCI di Jakarta, Kamis lalu.
Negara-negara Middle Power (kekuatan menengah) tidak lagi melihat AS sebagai pelindung tatanan dunia. Terdapat 60% responden Afrika Selatan yang melihat AS secara negatif. Di sisi lain, pandangan terhadap China positif. Brazil memiliki 77%, dan Afrika Selatan 73% responden yang memberi nilai positif terhadap pengaruh China secara global. Meskipun india menunjukkan skeptisme tinggi terhadap China.
Carlos Coelho, perwakilan Brasil dan Peneliti Senior BRICS Policy Center, menyatakan rasa terkejutnya ketika melihat survei responden bahwa China adalah mitra yang paling penting bagi Brasil sejak 2009.
“Yang paling mengejutkan bagi kami di Brasil adalah konfirmasi bahwa China adalah mitra bilateral terpenting bagi Brasil. Ini mengejutkan karena hubungan historis kami dengan Argentina, Eropa, dan Amerika Serikat. Tapi survei membuktikan hal itu. China telah menjadi mitra dagang terbesar Brasil sejak 2009 dan menyumbang 35% ekspor kami,” kata dia.
Tidak Ingin Terpaku Konflik Dagang AS - China
Negara-negara tersebut menyerukan agar dunia tidak lagi terpaku pada dinamika konflik dagang AS – China, dan mulai membangun kesepakatan perdagangan bru yang lebih adil dan inklusif melalui kerja sama Selatan-Selatan.
Di tengah tekanan dari Presiden Trump terhadap sistem perdagangan global dan permusuhan antara AS – China, negara-negara kekuatan menengah mendorong untuk memperkuat alternatif kerja sama multilateral yang lebih setara. Dengan mulai membangun kesepakatan perdagangan baru yang lebih adil dan inklusif melalui kerja sama Selatan–Selatan seperti BRICS.
Sebelumnya, diketahui bahwa Indonesia secara resmi bergabung dengan BRICS pada 6 Januari 2025. BRICS adalah aliansi lima negara berkembang yakni Brasil, Rusia, india, China, dan Afrika Selatan yang bertujuan membentuk tatanan dunia multipolar yang lebih adil dan seimbang.
Carlos mengatakan bahwa “Saat ini AS dan China menyumbang 43% ekonomi global. Dan China adalah mitra dagang terbesar bagi lebih dari 120 negara. Jadi, semua negara pasti terdampak oleh perang dagang mereka. Tapi ini bukan alasan kita untuk menyerah. BRICS dan kerja sama lainnya menunjukkan masih ada ruang untuk kesepakatan baru. Dunia tidak harus berhenti hanya karena AS dan China berseteru.
Momentum bagi Negara Kekuatan Menengah
Kebangkitan negara-negara kekuatan menengah berupaya untuk menentang tantangan dunia warisan kolonialisme dan ketimpangan-ketimpangan ekonomi yang terjadi. Dalam laporan tersebut menyoroti bagaimana negara seperti India dan anggota BRICS lainya memainkan peran strategis dalam menata kembali peta kekuasaan global.
“Dunia sedang bergerak cepat. BRICS berkembang dari 5 menjadi 10 anggota. Dan kini, sekitar 40 negara sedang mengantri ingin bergabung. Bagi saya, ini adalah versi modern dari Gerakan Non-Blok,” kata Steven.
Reporter Magang: Devina Faliza Rey
Artikel ini ditulis oleh

P
Reporter
- Pandasurya Wijaya

Survei ISDS dan Litbang Kompas: Publik Anggap China Ancaman Bagi Asean di Laut China Selatan
Responden mengharapkan bentuk kerja sama dengan negara Asean sebanyak 47,0 persen untuk membuat aliansi Pertahanan.

Perang Dagang AS–China: Siapa Sebenarnya yang Lebih Unggul?
Ekspor China pasca-pandemi justru melesat hingga mencapai USD3,5 triliun.