Harianjogja.com, SLEMAN– Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sleman menghormati proses hukum kasus dugaan korupsi yang menjerat Sarjono, Lurah Tegaltirto, Kapanewon Berbah. Pemkab Sleman pun siap berkoordinasi jika Kejaksaan Tinggi (Kejati) DIY membutuhkan data-data pendukung terkait kasus itu.
Tak cukup, guna mendukung proses hukum, Pemkab Sleman segera menonaktifkan Sarjono dan menunjuk pejabat sementara. Tujuannya untuk memastikan pelayanan publik di Kalurahan Tegaltirto tidak terganggu.
Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Kalurahan Kabupaten Sleman, Budi Pramono, menyatakan bahwa Pemkab Sleman berkomitmen untuk mematuhi aturan terkait kasus dugaan korupsi yang menjerat Lurah Tegaltirto.
"Kami akan konfirmasi ke Kejati DIY mengenai status hukum formal yang bersangkutan. Setelah menerima konfirmasi resmi, kami segera mengambil tindakan," terangnya, dikutip Senin (15/9/2025).
BACA JUGA: Wakil Bupati Sleman Tekankan Kerja Kolaboratif untuk Tekan Stunting
Tindakan yang dimaksud, tambah Budi, adalah pemberhentian sementara dan menunjuk pelaksana tugas supaya penyelenggaraan pemerintahan di Kalurahan Tegaltirto tidak terganggu.
"Bupati Sleman, Harda Kiswaya, merasa prihatin. Ia berpesan supaya kami mengambil hikmah atas peristiwa ini, terutama menyangkut pengelolaan tanah kas desa bagi para pamong kalurahan di Kabupaten Sleman," paparnya.
Kepala Bagian Hukum Setda Kabupaten Sleman, Hendra Adi Riyanto, menjelaskan bahwa Pemkab Sleman siap berkoordinasi apabila Kejati DIY membutuhkan data atau informasi terkait perkara tersebut.
Disinggung soal pendampingan hukum, ia menegaskan, Pemkab Sleman akan berkomunikasi dengan Kejati DIY. Namun, katanya, Pemkab Sleman tidak punya kewenangan beracara. "Wewenang kami hanya memberikan data-data dan berkoordinasi," katanya.
Hendra mengimbuhkan, dukungan dari Pemkab Sleman harus tetap diberikan supaya pelayanan di Kalurahan Tegaltirto tetap berjalan secara normal. "Bupati Sleman tetap menghormati proses hukum yang berjalan," cetusnya.
Terpisah, Bupati Sleman, Harda Kiswaya, meminta agar peristiwa ini menjadi pembelajaran bagi semua dalam pengelolaan tanah kas desa di kalurahan. Sebab, katanya, pengelolaan keliru tanah kas desa telah membuat beberapa orang berurusan dengan hukum.
"Sudah beberapa kalurahan salah urus tanah kas desa sehingga berurusan dengan hukum. Karenanya, saya minta seluruh elemen di kalurahan belajar dari peristiwa ini. Apalagi, regulasi pengelolaan tanah kas desa sudah diterbitkan. Regulasi itu harus ditaati dan dijalankan secara benar," tegasnya.
Harda Kiswaya menyatakan, Pemkab Sleman siap mendampingi kalurahan supaya benar-benar mengelola tanah kas desa sesuai regulasi. "Kalau harus turun terjun mendampingi teman-teman lurah, saya siap," katanya.
Lebih lanjut, ia mengemukakan, agenda pembinaan pengelolaan tanah kas desa di seluruh kalurahan terus dilakukan. "Saya tidak tahu, apakah dugaan tindak korupsi di Kalurahan Tegaltirto terjadi sebelum atau sesudah pembinaan," ujarnya.
Kalau kasus terjadi sebelum pembinaan, kata Bupati Sleman, tentu menjadi bagian dari masa lalu yang masih salah urus. Sebaliknya, ia mengatakan, kalau titik pangkalnya setelah ada pembinaan, berarti Pemkab Sleman harus lebih kerja keras.
"Saya tugaskan organisasi perangkat daerah untuk menjalankan secara baik pembinaan pengelolaan tanah kas desa. Jangan sampai ada salah urus tanah kas desa pada pemerintahan saya," tegas Harda Kiswaya.
Diberitakan sebelumnya, Kejati DIY menahan Sarjono setelah ditetapkan tersangka pada Kamis (11/9/2025). Penahanan dilakukan setelah penyidik menemukan dua alat bukti cukup bahwa Sarjono melakukan penjualan sebagian tanah kas desa di Dusun Candirejo, Kalurahan Tegaltirto, yang merugikan negara Rp733 juta.
Asisten Tindak Pidana Khusus Kejati DIY, M Anshar Wahyuddin, menyampaikan, kasus bermula saat Sarjono menjabat sebagai Dukuh Candirejo sengaja menghilangkan aset tanah kas desa Persil 108 seluas 6.650 meter persegi dari data inventarisasi pada 2010.
Tanah tersebut kemudian dijual dalam dua tahap kepada sebuah yayasan di Jakarta Barat dengan total nilai transaksi lebih dari Rp1,4 miliar. Akibat perbuatannya, Sarjono melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan ancaman hukuman penjara.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News