Dr. drh. Sapto Yuliani, MP,Dosen Farmakologi Veteriner Fakultas Farmasi UAD (Kepakaran Farmakologi dan Toksikologi Praklinik)
Penyakit zoonosis—penyakit yang menular dari hewan ke manusia—masih menjadi tantangan besar dalam dunia kesehatan. Penyakit ini bisa menular melalui kontak langsung, makanan, udara, maupun vektor lain.
Rabies, flu burung, salmonellosis, leptospirosis, toksoplasmosis, dan antraks merupakan sebagian contoh dari penyakit zoonotik yang masih banyak ditemukan di masyarakat.
Diperkirakan setiap tahunnya zoonosis menyebabkan sekitar 2,5 miliar kasus penyakit menular dan 2,7 juta kematian di seluruh dunia. Lebih dari 60% penyakit infeksius yang menyerang manusia berasal dari hewan, dan sekitar 75% penyakit infeksius baru juga berakar dari hewan.
Fakta ini mengingatkan kita bahwa penanganan zoonosis memerlukan keterlibatan semua pihak, tidak hanya dokter manusia dan dokter hewan, tetapi juga profesi kesehatan lainnya, termasuk apoteker.
Selama ini, apoteker lebih dikenal sebagai penyedia obat manusia. Padahal, mereka juga dibekali pengetahuan mendalam dalam farmakologi, toksikologi, formulasi, serta rantai pasok obat, keahlian yang sangat penting untuk pengobatan hewan.
Hewan yang sakit membutuhkan terapi yang tepat, dan apoteker dapat memastikan obat yang digunakan sesuai standar, bebas pemalsuan, tidak kedaluwarsa, dan digunakan dengan benar. Selain itu, apoteker memiliki peran penting dalam pengawasan penggunaan antibiotik pada hewan untuk mencegah resistensi antimikroba (AMR), yang menjadi ancaman lintas spesies.
Terapi dan Inovasi
Berbeda dengan manusia, pemberian obat pada hewan memerlukan pendekatan yang lebih kompleks. Setiap spesies memiliki karakteristik fisiologis yang unik.
Oleh karena itu, apoteker sangat dibutuhkan dalam proses formulasi obat yang sesuai. Misalnya, kucing yang sulit menelan tablet memerlukan sediaan khusus seperti kapsul lunak atau cairan rasa ikan. Apoteker juga dapat merancang obat untuk hewan ruminansia yang memerlukan pelepasan lambat dalam sistem pencernaannya.
Inovasi sediaan ini tidak hanya meningkatkan kepatuhan pengobatan pada hewan, tetapi juga memastikan efektivitas dan keamanan terapi. Peran apoteker dalam riset dan pengembangan formulasi ini sangat krusial, namun masih jarang mendapat perhatian di Indonesia.
Di negara maju, peran apoteker veteriner sudah mapan. Mereka menjadi mitra dokter hewan dalam terapi, pengawasan penggunaan obat, hingga pelacakan efek samping (farmakovigilans). Mereka juga mengelola penyimpanan vaksin yang sensitif terhadap suhu dan memastikan distribusi obat hewan yang aman dan efisien.
Sayangnya, di Indonesia peran ini belum berkembang optimal. Hingga kini, hanya ada satu apotek hewan resmi, yakni Apotek Veteriner UGM di Rumah Sakit Hewan Prof. Soeparwi, Yogyakarta. Ini menunjukkan masih minimnya dukungan regulasi dan akses pendidikan khusus bagi apoteker di bidang kesehatan hewan.
Kolaborasi Profesi
Apoteker juga berperan sebagai agen edukasi bagi masyarakat, terutama peternak dan pemilik hewan peliharaan. Edukasi mengenai pentingnya vaksinasi hewan, cara pemberian obat yang benar, serta risiko membeli obat tanpa resep akan meningkatkan kesadaran dan pencegahan penyakit zoonotik dari tingkat rumah tangga hingga peternakan.
Kolaborasi lintas profesi adalah hal yang tidak bisa ditunda lagi. Pendekatan One Health yang menekankan integrasi kesehatan manusia, hewan, dan lingkungan, membutuhkan peran semua tenaga kesehatan, termasuk apoteker, untuk bekerja sama dalam tim.
Tantangan yang dihadapi saat ini harus dijawab dengan langkah konkret. Diperlukan dukungan kebijakan untuk memperkuat pendidikan farmasi veteriner di perguruan tinggi, pelatihan dan sertifikasi bagi apoteker di bidang hewan, serta pengembangan lebih banyak apotek hewan. Langkah-langkah ini akan membuka peluang besar bagi apoteker untuk berkiprah lebih luas dan signifikan dalam menjaga kesehatan hewan sekaligus melindungi manusia.
Kita harus mulai terbuka dalam kerja sama untuk mencari solusi termasuk tentang zoonosis. Penyakit yang menular dari hewan ke manusia bukan hanya persoalan dokter hewan. Ini adalah persoalan kita semua.
Apoteker, dengan semua kompetensinya, telah dan harus terus menjadi bagian dari solusi. Penyediaan dan pengawasan obat, formulasi sediaan khusus, edukasi masyarakat, hingga kolaborasi antarprofesi—semuanya menjadi ladang pengabdian yang sangat luas. Sudah saatnya apoteker diakui dan dilibatkan secara nyata dalam menjaga kesehatan manusia melalui kesehatan hewan. (***)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News