Jakarta (ANTARA) - Rumah Tahanan Negara (Rutan) dan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) merupakan dua istilah yang tak asing dalam sistem peradilan pidana di Indonesia. Meskipun sama-sama dikenal sebagai tempat penahanan bagi pelaku kejahatan, sebenarnya keduanya memiliki fungsi dan peran yang berbeda.
Perbedaan antara rutan dan lapas diatur dalam dua dasar hukum utama, yakni Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan dan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Permenkumham) Nomor 33 Tahun 2015 Bab I Pasal 1.
Kemudian, menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022, Rumah Tahanan Negara (Rutan) merupakan lembaga yang berfungsi memberikan pelayanan terhadap tahanan, sedangkan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) berfungsi untuk melakukan pembinaan terhadap narapidana.
Dari definisi tersebut, tempat rutan berfokus pada pelayanan bagi tahanan, sementara lapas berfungsi untuk membina narapidana yang telah dijatuhi hukuman.
Sementara itu, berdasarkan Permenkumham Nomor 33 Tahun 2015 Bab I Pasal 1, rutan merupakan tempat penahanan bagi tersangka atau terdakwa selama proses sidang pengadilan berlangsung. Mulai dari tahap penyidikan, pemeriksaan, hingga penuntutan.
Adapun lapas merupakan tempat pelaksanaan pembinaan terhadap narapidana dan anak didik pemasyarakatan.
Dengan demikian, rutan menjadi tempat bagi tersangka atau terdakwa yang masih menjalani proses hukum, sehingga belum terbukti melakukan pidana kejahatan dan mendapatkan vonis dari pengadilan.
Sebaliknya, lapas menampung narapidana yang telah terbukti bersalah dan dijatuhi hukuman oleh hakim untuk menjalani masa pembinaan selama masa hukuman.
Lama waktu penahanan di rutan dan lapas juga berbeda. Tersangka atau terdakwa ditempatkan di rutan selama proses penyidikan, penuntutan, hingga persidangan berlangsung. Sementara itu, narapidana menjalani masa hukuman atau sanksi pidana di lapas setelah memperoleh putusan hukum yang tetap.
Berikut rincian perbedaan antara rutan dan lapas berdasarkan beberapa aspek:
1. Berdasarkan fungsi
- Rutan: Berfungsi menahan tersangka atau terdakwa selama proses persidangan untuk mencegah pelarian atau pengulangan perbuatan pidana.
- Lapas: Berfungsi menahan dan membina narapidana selama menjalani masa hukuman yang dijatuhkan oleh pengadilan.
2. Berdasarkan waktu penahanan
- Rutan: Menampung tersangka atau terdakwa selama proses hukum, mulai dari penyidikan hingga pemeriksaan di pengadilan.
- Lapas: Menampung narapidana selama menjalani masa hukuman sesuai putusan hakim.
3. Berdasarkan subjek yang ditahan
- Rutan: Diperuntukkan bagi tersangka atau terdakwa, yaitu mereka yang masih berstatus terduga pelaku tindak pidana dan belum memiliki kekuatan hukum tetap.
- Lapas: Diperuntukkan bagi narapidana, yaitu mereka yang telah divonis bersalah dan berkekuatan hukum tetap.
4. Berdasarkan tujuan
- Rutan: Menahan sementara tersangka atau terdakwa selama masa persidangan.
- Lapas: Menahan, membina, dan mengawasi narapidana selama masa hukuman pidana.
5. Berdasarkan akses
- Rutan: Memiliki akses terbatas untuk pertemuan dengan keluarga maupun pengacara. Hal ini disebabkan status hukumnya yang masih dalam proses penyidikan atau persidangan.
- Lapas: Memiliki akses yang lebih luas untuk pertemuan keluarga dan pengacara. Kebijakan ini diberikan karena mereka telah menjalani vonis dan berada dalam tahap pembinaan.
6. Berdasarkan fasilitas
- Rutan: Tersedia kebutuhan sederhana dan terbatas. Karena penahanan sementara hanya ada tempat tidur, kamar mandi, dan area makan.
- Lapas: Tersedia fasilitas yang lebih lengkap. Selain kamar tidur, ruang makan, dan tempat ibadah, lapas juga dilengkapi ruang olahraga, sarana pendidikan dan pelatihan bagi narapidana sebagai program pembinaan.
Meskipun memiliki fungsi yang berbeda, rutan dan lapas juga memiliki sejumlah kesamaan. Keduanya merupakan Unit Pelaksana Teknis (UPT) di bawah Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham).
Selain itu, penempatan tahanan maupun narapidana dilakukan secara teratur berdasarkan penggolongan jenis tindak pidana, usia, dan jenis kelamin.
Di berbagai kondisi, Menteri dapat menjadikan lapas sebagai rutan atau sebaliknya. Hal ini sesuai Pasal 38 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983.
Ketentuan ini berlaku bagi wilayah kabupaten atau kota yang tidak memiliki fasilitas rutan dan lapas secara terpisah. Selain itu, hal ini juga untuk mengatasi persoalan over capacity (kelebihan kapasitas) yang kerap terjadi di kedua lembaga tersebut.
Oleh karena itu, tidak jarang terdapat narapidana yang telah divonis bersalah namun tetap menjalani masa hukumannya di rutan, karena keterbatasan daya tampung lembaga pemasyarakatan.
Baca juga: Ammar Zoni masih jalani hukuman di Lapas Cipinang sejak Juli 2025
Baca juga: Lapas Salemba sidak hunian dan tes urine napi cegah gangguan keamanan
Baca juga: "Urban farming" dikembangkan di Lapas Salemba
Pewarta: Putri Atika Chairulia
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.