Tim SAR gabungan saat melakukan proses evakuasi terhadap jenazah korban yang tertimbun longsor di area tambang galian C Gunung Kuda Cirebon, Jawa Barat, Senin (2/6/2025). ANTARA - Fathnur Rohman.\\r\\n
Harianjogja.com, CIREBON—Penyelidikan atas insiden tanah longsor di lokasi tambang galian C di kawasan Gunung Kuda, yang menewaskan belasan korban jiwa terus dikembangkan Kepolisian Resor (Polres) Kota Cirebon, Jawa Barat.
Kepala Polresta Cirebon Komisaris Besar Polisi Sumarni di Cirebon, Senin, mengatakan pendalaman insiden longsor tambang galian C di kawasan Gunung Kuda masih berlangsung, termasuk soal penghasilan yang diperoleh pemilik tambang selama operasional.
"Untuk penghasilan pemilik tambang sampai dengan hari ini, sampai dengan terjadinya longsor, masih kita data," katanya, Senin (2/6/2025).
Ia menjelaskan dalam proses pemeriksaan sementara, polisi telah meminta keterangan delapan orang saksi. Kemudian ada dua orang yang saat ini telah ditetapkan sebagai tersangka insiden longsor di tambang Gunung Kuda.
Kapolresta mengatakan dua tersangka itu adalah Ketua Koperasi Al-Azariyah berinisial AK selaku pemilik tambang dan Kepala Teknik Tambang (KTT) inisial AK yang bertugas sebagai pengawas operasional tambang di lapangan.
"Yang kita minta pertanggungjawaban sementara ini adalah dua orang, pemilik tambang dan kepala teknik tambang," ujarnya.
Menurut dia, status dan kualifikasi kepala teknik tambang di area tambang galian C Gunung Kuda akan ikut ditelusuri melalui lembaga pemberi sertifikasi.
BACA JUGA: Gelombang Pasang Terjang Pantai Depok Bantul, 8 Warung Makan Rusak
Seorang KTT, kata Kapolresta, umumnya memiliki sertifikasi resmi yang dikeluarkan dinas teknis terkait. Selain itu, penyidik juga sedang mendalami sejauh mana fungsi pengawasan dilaksanakan di lapangan.
Sumarni mengisyaratkan bahwa proses ini masih bisa berkembang, tergantung pada temuan investigasi lanjutan di lapangan.
"Kalau nanti berkembang, bisa saja. Apakah benar dilakukan pengawasan yang sesuai atau tidak, kita masih mendalami," tuturnya.
Kapolresta menambahkan sebelumnya Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Jabar telah mengeluarkan teguran kepada pemilik tambang agar menghentikan kegiatan, namun tidak diindahkan.
BACA JUGA: Gelombang Pasang Terjang Pantai Depok Bantul, 8 Warung Makan Rusak
"Teguran dari dinas sudah ada untuk menghentikan aktivitas tambang, tapi si pemilik tambang tidak mengindahkan. Ini juga menjadi bagian dari penyelidikan kami," katanya.
Dia menegaskan akan menelusuri semua unsur yang berperan dalam peristiwa longsor tersebut, termasuk kemungkinan pelanggaran administratif maupun pidana.
Untuk dua orang tersangka dalam kasus longsor tambang ini dijerat Pasal 98 dan 99 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dengan ancaman pidana maksimal 15 tahun penjara dan denda Rp15 miliar.
Polisi juga mengenakan Pasal 35 Undang-Undang Ketenagakerjaan, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, serta Pasal 359 KUHP tentang kelalaian yang menyebabkan hilangnya nyawa orang lain.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Antara