Orkes Sinten Remen, kelompok musik khas Jogja yang dikenal dengan gaya keroncong kontemporer penuh humor, satire, dan kritik sosial, resmi meluncurkan single terbaru mereka yang bertajuk Esuk Dele Sore Tempe. /ist
JOGJA—Orkes Sinten Remen, kelompok musik khas Jogja yang dikenal dengan gaya keroncong kontemporer penuh humor, satire, dan kritik sosial, resmi meluncurkan single terbaru mereka yang bertajuk Esuk Dele Sore Tempe.
Lagu ini tidak hanya memperkaya khazanah musik tradisional Indonesia, namun juga meneruskan jejak pemikiran dan semangat almarhum Djaduk Ferianto, pendiri Orkes Sinten Reme yang gigih menyuarakan keresahan sosial lewat pendekatan yang segar, jenaka, dan menggugah kesadaran publik.
Lagu Penuh Sindiran dan Refleksi Sosial Esuk Dele Sore Tempe merupakan representasi musikal dari peribahasa Jawa yang menggambarkan seseorang yang gampang berubah pendirian “pagi masih kedelai, sore sudah jadi tempe.”
Dalam lagu ini, Sinten Remen dengan lihai mengangkat persoalan inkonsistensi sikap, kepentingan yang berubah-ubah, dan labilnya integritas, terutama dalam ranah politik dan kehidupan sosial sehari-hari.
“Melalui lagu ini, kami ingin mengajak masyarakat untuk lebih waspada terhadap ketidakjujuran yang dibungkus manis oleh kata-kata. Tapi seperti biasa, kami juga ingin masyarakat tetap bisa tertawa dan berpikir. Sinten remen juga berhasil mewarisi api semangat dari adik saya Alm. Djaduk Ferianto, harapannya tidak hanya mengurusi abunya, tetapi menjaga api kreatifitas tetap menyala untuk masa depan,” ujar Butet Kartaredjasa, yang dalam lagu ini adalah pembuat Lirik kreatif Esuk Dele Sore Tempe, seperti dalam keterangan tertulis, Selasa (29/4/2025).
Peluncuran Eksklusif Bernuansa Guyub dan Interaktif, Acara peluncuran single ini digelar secara eksklusif di Milli by Shaggydog, Jogja, Minggu (27/4/2025) pukul 19.00 WIB, dengan menghadirkan 100 undangan khusus dan 50 perwakilan media. Suasana hangat,Guyub, dan kejenakaan khas Jogja menjadi panggung utama untuk menyampaikan pesan besar lewat kemasan yang sederhana.
Mengusung tema Kere Munggah Bale, acara ini menjadi metafora jenaka namun sarat makna tentang fenomena sosial ketika orang-orang dari latar belakang sederhana tiba-tiba naik panggung—baik secara harfiah maupun simbolis.
Sinten Remen mengajak penonton untuk merenungkan bagaimana kekuasaan, pangkat, atau popularitas sering kali mengubah sikap seseorang. Lewat musik dan humor, mereka menyentil realitas itu sambil tetap memberikan ruang untuk tertawa, introspeksi, dan bertepuk tangan bersama.
Managing Director Senyum Indonesia Creative, Arifin N. Sebagai penyelenggara & kolaborator, memberikan sambutan mewakili Orkes Sinten Remen. Kami hadir menjadi penyemangat musik Indonesia dengan Genre Keroncong dan kita perlu sebagai generasi muda yak kerenya disebut milenial / Gen Z dan Gen Alpha mengenal dan mendengar, serta membersamai untuk terus mengandrungi musik keroncong.
Senyum Indonesia Creative bukan hanya sebagai ruang yang dikenal sebagai pemotret tetapi kami memiliki Senyum Labs (Laboratorium) yang di dominasi oleh anak muda yang ingin berkreatifitas dengan menggunakan kamera sebagai perekam. Sehingga kami cukup berterima kasih digandeng dengan Orkes Sinten Remen untuk membersamai kegiatan ini.
Selain itu berkaitan dengan Jogja. Sinten Remen yang original dari Jogja, lirik yang mengonstruksi masyarakat menjadikan Sinten Remen sebagai duta.
Berikut ini lirik lagu Esuk Dele Sore Tempe
Hidup bagai teka-teki
Hati-hati janganlah jangan Asal mengisi
Kalau kosong jadi bolong
Diteropong tampak melompong
Tiada makna tiada arti.....
Hidup memang penuh misteri
Sering terjadi
Esuk dele sore tempe
Hari ini setia mengabdi Bisa jadi lusa nanti
Tanpa malu Mengkhianati
[Reff]
Seperti kere munggah bale
Sehari dua hari masih oke Seperti kere munggah bale
Setahun dua tahun juga oke Tetapi lama-lama kelihatan juga
Si kere ketahuan belangnye..
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News