Duh, 50 Persen Air Sumur di Solo Tidak Layak Konsumsi

7 hours ago 2

Harianjogja.com, SOLO - Hasil uji petik kualitas air yang tertuang dalam Dokumen Informasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (DIKPLHD) 2024 yang diterbitkan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) disebutkan bahwa 50 persen air tanah di Kota Solo tidak memenuhi standar baku mutu untuk konsumsi.

Dalam dokumen yang sama disebutkan pencemaran berbagai jenis limbah ditengarai menjadi penyebab air tanah tidak memenuhi syarat konsumsi. Pengukuran dilakukan dengan sembilan parameter utama antara lain kandungan pH atau intensitas keadaan asam atau basa, kekeruhan, total coliform, mangan dan krom heksavalen.

Dari sembilan parameter, total coliform atau pencemaran bakteri patogenik seperti Giardia dan Cryptosporidium menjadi yang paling parah dan kerap dijumpai di sumur-sumur air tanah di Kota Solo.

Nilai standar baku mutu total coliform berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 2 Tahun 2023 adalah 0 mg/L. Akan tetapi hasil pengukuran kualitas air sumur untuk parameter total coliform di semua titik pemantauan masih menunjukan hasil melampaui baku mutu yakni ada yang 40 mg/L, 100 mg/L, dan 25mg/L.

Hal ini menunjukkan buruknya sanitasi tanah di sekitar sumur dan berpotensi memicu penyakit diare. Parameter lain yang angka rata-ratanya masih di atas standar baku adalah kandungan krom heksavelen dan mangan. Kandungan krom heksavalen tinggi bisa memicu iritasi kulit hingga kanker, sedangkan kandungan mangan bisa memicu gangguan pencernaan.

BACA JUGA: Sekretaris Dispermasdes Karanganyar Ditetapkan Tersangka dan Ditahan Terkait Kasus Korupsi Pembangunan Masjid Agung

Dilihat dari sebaran wilayah pencemaran air, kecamatan dengan nilai indeks pencemaran (IP) air tertinggi adalah Serengan di angka 2,83. Kemudian Laweyan 2,66, Jebres 2,58, Pasar Kliwon 2,53, dan Banjarsari 2,53.

Data DIKPLHD itu tidak jauh berbeda dengan hasil pemeriksaan dan pengawasan Dinas Kesehatan (Dinkes) Solo pada 2022-2023 lalu. Setelah dilakukan sampling di 80.085 lokasi sarana air di Solo, hanya 52,5% air yang layak minum. Sedangkan 47,5% sisanya berstatus tercemar.

Sarana air yang diperiksa dan diawasi oleh Dinkes meliputi saluran air PDAM, sumur dalam KSM (Kelompok Swadaya Masyarakat), dan sumur air tanah pribadi. Umumnya pencemaran yang terjadi di dua sumur tersebut adalah adanya bakteri coli atau coliform karena lokasinya yang berdekatan dengan tangki septik (septic tank).

Rendahnya kualitas sebagian air sumur di Solo disebabkan beberapa faktor. Di antaranya air limbah domestik yang tidak terkelola karena minimnya keberadaan IPAL komunal, banyaknya permukiman di daerah bantaran sungai, bertambahnya jumlah penduduk yang berkorelasi dengan meningkatkan jumlah kebutuhan air bersih hingga lemahnya pengawasan dan penegakan hukum lingkungan.

Langkah Perbaikan Kualitas Air

Survei Ekonomi Nasional (Susenas) Badan Pusat Statistik (BPS) Solo 2024 menyebut total pengguna air sumur sebagai sumber utama untuk minum sebanyak 19.54 persen atau sekitar 28.916 rumah tangga. Sedangkan 80,46 persen atau sekitar 119.070 rumah tangga lainnya menggunakan air isi ulang atau ledeng (sistem perpipaan) PDAM untuk kebutuhan minum.

Kepala DLH Solo, Kristiana Hariyanti, saat dimintai konfirmasi Espos, Selasa (8/7/2025), tidak menampik ihwal data tersebut. Ana, sapaannya, mengaku telah menyiapkan sejumlah program untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas air khususnya air tanah di Kota Solo. “Langkah awal kami akan sosialisasi dulu, dan di DIKPLHD itu ada rekomendasi [program-program yang akan ditempuh],” kata dia dalam wawancara melalui pesan WhatsApp.

Dalam dokumen tersebut setidaknya ada 12 langkah untuk mengatasi permasalahan air baik jangka pendek maupun jangka panjang. Di antaranya peningkatan dan pemeliharaan IPAL, rutin mengecek kualitas air dengan alat Onlimo, peningkatan sanitasi berbasis masyarakat, mengebut program master meter atau sambungan air komunal secara swadaya, sosialisasi pengendalian pencemaran, dan pembuatan sumur resapan atau biopori.

Secara umum, Indeks Kualitas Air (IKA) Kota Solo memiliki tren menurun dengan nilai stagnan yaitu 50 pada dua tahun terakhir (2023 dan 2024). Nilai IKA menunjukkan kondisi kualitas air "Sedang". Nilai tersebut belum memenuhi target dalam RPJMD 2021-2026 dan RPPLH 2024-2054.

Skor tersebut menempatkan Solo di peringkat ke-23 dari 35 kabupaten/kota sebagai wilayah dengan kualitas air terbaik di Jawa Tengah. Sedangkan secara nasional Solo berada di posisi 197 dari 514 kabupaten/kota.

Rendahnya kualitas air sumur Kota Solo juga diamini salah satu warga Mojosongo, Dimas Oxa, 27. Dia mengatakan keluarganya sudah lama tidak menggunakan air sumur sebagai sumber air minum. Sementara untuk kebutuhan mandi, cuci, dan lain menggunakan air PDAM.

“Kalau untuk minum atau konsumsi sudah lama memakai air isi ulang atau galon. Kalau mandi, mencuci, dan lain-lain pakainya PDAM,” kata dia kepada Espos, Selasa (8/7/2025).

Terpisah, Pejabat Humas Divisi Sekretaris Perusahaan PDAM Solo, Wahyu, memastikan air yang disalurkan PDAM ke masyarakat sudah sesuai standar baku mutu Kementerian Kesehatan. PDAM rutin melakukan uji lam di sumber-sumber air baku, tempat pengolahan, dan sumur dalam.

“Di setiap sumur dalam, instalasi air atau mata air rutin kami lakukan uji laboratorium untuk memastikan air sesuai standar baku Kemenkes. Bahkan pipa-pia sebelum distribusi sudah diberi disinfektan untuk membunuh bakteri,” kata dia, Selasa (8/7/2025).

Meskipun telah memenuhi standar baku, Wahyu menganjurkan masyarakat agar memasak air dengan rebus dengan suhu tertentu agar aman bila dikonsumsi. “Jadi lebih amannya tetap direbus dengan suhu tertentu agar aman dikonsumsi,” tegas dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : espos.id

Read Entire Article
Ekonomi | Politic | Hukum | Kriminal | Literatur | SepakBola | Bulu Tangkis | Fashion | Hiburan |