Jakarta (ANTARA) - Universitas Gadjah Mada (UGM) telah mengembangkan sapi jenis baru, yakni Sapi Gama yang merupakan singkatan dari sapi "gagah dan macho".
Sapi ini merupakan hasil inovasi genetik dan resmi ditetapkan oleh Kementerian Pertanian (Kementan) sebagai rumpun sapi pedaging baru atau galur asli Indonesia.
Peresmian tersebut tertuang dalam Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 840/Kpts/HK.150/M/09/2025 dan diserahkan langsung oleh Wakil Menteri Pertanian RI Sudaryono didampingi Bupati Bogor Rudy Susmanto.
Pengembangannya dilakukan oleh Fakultas Peternakan UGM yang bekerja sama dengan PT Widodo Makmur Perkasa Tbk (WMPP) dan University of Liege, Belgia.
Untuk mengenalnya, berikut beberapa fakta tentang Sapi Gama, sapi hasil inovasi dalam negeri ini.
Baca juga: Wamentan: 1,5 juta hektare lahan disiapkan untuk investasi sapi
1. Hasil persilangan tiga jenis sapi
Sapi Gama merupakan hasil persilangan dari tiga jenis sapi unggulan, yakni Belgian Blue asal Belgia, Wagyu, dan Brahman. Ketiga jenis sapi tersebut dipilih dengan pertimbangan yang matang dari para peneliti.
Sapi Belgian Blue dikenal memiliki tubuh besar dan berotot, sapi Wagyu unggul karena dagingnya lembut dan bercita rasa tinggi, sedangkan sapi Brahman memiliki daya adaptasi yang baik terhadap iklim tropis dan lambung yang besar.
Induk Belgian Blue kerap mengalami kesulitan melahirkan karena bobot anaknya yang besar. Sehingga, peneliti memadukannya dengan sapi Brahman yang memiliki badan dan pinggul lebih lebar agar proses kelahiran menjadi lebih mudah.
Pertimbangan ini juga menjadi solusi untuk sapi-sapi lokal Indonesia yang sering kesulitan saat melahirkan anaknya dan melakukan operasi sesar.
Baca juga: Pemerintah dorong pembiakan-penggemukan sapi hidup di dalam negeri
2. Memiliki banyak keunggulan
Sapi Gama memiliki berbagai keunggulan, di antaranya berotot ganda dan menghasilkan daging dengan kualitas premium.
Anak sapi Gama biasanya lahir dengan bobot rata-rata 36 kilogram, namun dapat tumbuh besar dengan cepat jika diberikan pakan yang baik dan rutin.
Sapi Gama juga memiliki struktur tulang yang kecil, sehingga akan jarang mengalami kesulitan dalam proses persalinan.
Berbeda dengan sapi Belgian Blue yang sensitif terhadap panas, sapi Gama adaptif terhadap iklim tropis Indonesia. Hal ini karena disilangkan dengan sapi Brahman yang tahan panas dan penyakit tropis.
Baca juga: Malang "pilot project" digitalisasi ekosistem peternakan sapi perah
3. Hasil penelitian selama 13 tahun
Ketua Tim Peneliti Sapi Gama, Prof. Ali Agus mengungkapkan bahwa penelitian terhadap sapi Gama telah dilakukan selama kurang lebih 13 tahun.
Dengan waktu penelitian yang panjang, para peneliti berhasil menciptakan jenis baru sapi lokal unggulan yang memiliki banyak kelebihan dibanding sapi lokal lainnya.
4. Karkas besar dan berkualitas
Karkas adalah bagian tubuh sapi berupa daging utuh yang siap diolah setelah disembelih, dikuliti, dikeluarkan darah dan jeroannya, serta dipisahkan dari bagian yang tidak dapat dikonsumsi seperti kepala dan kaki.
Sapi Gama diketahui memiliki persentase karkas mencapai 65% hingga 68%, lebih tinggi dibanding sapi pada umumnya.
Pada usia 30 bulan atau 2,5 tahun, sapi Gama dapat mencapai bobot 700-800 kilogram dan sudah layak untuk disembelih.
Baca juga: Ini penyebab kualitas gizi daging sapi lokal dan impor bisa berbeda
5. Bobot lebih besar dari sapi lokal
Pada usia 2 tahun, sapi Gama bisa memiliki bobot mencapai 550-600 kilogram, dan meningkat menjadi 700-800 kilogram pada usia 2,5 tahun. Bahkan, dalam usia 3 tahun, sapi Gama mampu mencapai bobot hingga 900 kilogram.
Angka ini jauh melampaui sapi hasil persilangan lainnya, yang umumnya membutuhkan waktu 3–4 tahun untuk mencapai bobot ideal, dengan selisih sekitar 100 kilogram lebih ringan dibanding sapi Gama.
6. Mendapat pakan khusus selama pengembangan
Selama masa pengembangannya, sapi Gama diberi pakan khusus berbahan dasar limbah pertanian yang diformulasikan dengan multifunctional feed additive.
Formula ini mengandung mineral, ekstrak herbal, serta vitamin immunomodulator, untuk menjaga daya tahan tubuh sapi dan mempercepat pertumbuhan.
Sapi Gama dikembangkan di dua lokasi utama, yakni Pusat Pengembangan Bengkel Sapi CV Berkah Andini Lestari di Desa Widodomartani, Kecamatan Ngemplak, Kabupaten Sleman, serta di PT Widodo Makmur Perkasa (WMP) di Desa Jambakan, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah.
Apabila program pengembangan sapi Gama ini terus berhasil, jenis sapi hasil inovasi UGM tersebut diharapkan dapat menjadi solusi dalam meningkatkan produksi daging nasional dan mengurangi ketergantungan terhadap impor daging di masa mendatang.
Baca juga: Menilik keseruan lomba balap sapi tradisional di Sumatra Barat
Pewarta: Putri Atika Chairulia
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.